Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa "Merindukan" Sosok Suharto?

Kompas.com - 25/11/2013, 20:50 WIB

KOMPAS.com — Sosok Suharto belakangan diimpikan sebagian masyarakat Indonesia ketika kondisi ekonomi dinilai tidak membaik dan cita-cita reformasi dianggap tidak sesuai harapan.

Tidak ada yang tahu secara pasti sejak kapan kaus dan stiker bergambar Suharto mulai meramaikan lapak-lapak milik pedagang di kawasan Malioboro, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sesuatu yang sebenarnya tidak terbayang akan terjadi pada tahun 1998 atau sesaat setelah dia mengundurkan diri dan sempat dikucilkan.

Sejumlah pedagang yang berada di Malioboro memperkirakan kaus bergambar Suharto mulai marak diperdagangkan sekitar bulan Juni lalu.

Motif kaus bergambar Suharto yang ditawarkan beragam, mulai dari Suharto dengan pakaian militer kebesarannya hingga sosok Suharto yang tengah mengenakan pakaian safari sambil melambaikan tangannya.

Rata-rata kaus yang dijual seharga Rp 30.000 itu memiliki tulisan dalam bahasa Jawa, "Piye kabare bro? Penak jamanku to..." yang artinya kurang lebih adalah "Bagaimana kabarnya bro? Masih lebih enak di zaman saya kan."

Sejumlah pedagang yang ditemui mengaku menjual kaus bergambar Suharto karena alasan ekonomi dan bukan politis. "Saya jual kaus ini soalnya laku, juga banyak peminatnya, sehari saya bisa jual 20 kaus," kata pedagang kaus di Malioboro, Adi Narto.

"Saya pernah dapat pesanan 40 kaus dengan gambar sama, biasanya yang laris kaus bergambar Suharto yang melambaikan tangan dan ada tulisan "Piye kabare enak jamanku tho," kata pedagang lainnya, Supriyanto.

Memperbaiki citra Suharto

Selain kaus dan stiker bergambar Suharto yang banyak dibeli, Museum Memorial Jenderal Besar HM Suharto juga ramai dikunjungi orang. Museum yang terletak di Kemusuk, Bantul, Yogyakarta, ini baru berdiri pada 8 Juni lalu.

Pada akhr pekan pertama di bulan November lalu, museum itu ramai dikunjungi orang yang umumnya datang secara rombongan. Pengelola mengatakan, pengunjung bisa memasuki kawasan museum tanpa harus mengeluarkan biaya sepeser pun.

"Kami berharap untuk anak-anak pelajar kita supaya mereka tahu bahwa di Desa Kemusuk pernah lahir seorang anak desa bernama Suharto dan beliau bisa berkiprah dalam membangun bangsa dan negara. Bahkan karena kiprah beliau memimpin selama 32 tahun, beliau mendapat sebutan Bapak Pembangunan Nasional," kata Humas Museum Suharto, Gatot Nugroho.

Sementara penggagas dan pendiri museum itu, Probosutedjo, mengatakan, pendirian museum merupakan bagian dari apa yang disebutnya sebagai upaya untuk mengembalikan nama baik Suharto.

"Terus terang saja ini untuk mengembalikan nama baik Pak Harto, apa betul Pak Harto seperti dituduhkan dia suka menumpuk banyak kekayaan, sadis, terlibat pembunuhan. Kan yang melakukan pembunuhan itu pembantunya, bukan Pak Harto," kata Probosutedjo.

"Tapi, memang tujuannya untuk mencapai tujuan yang sebenarnya, yaitu supaya bisa membangun dan tidak diganggu terus nanti pembangunan kan rusak. Seperti kita lihat sekarang, demonstrasi di mana-mana. Jadi, karena demonstrasi tidak menentu, pembangunan tidak jalan."

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com