Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa "Merindukan" Sosok Suharto?

Kompas.com - 25/11/2013, 20:50 WIB

Pengelola museum mengklaim pengunjung yang datang ke museum telah mencapai lebih dari 93.000 orang sejak berdiri bulan Juni lalu.

"Saya ingin mengajarkan kepada anak saya sejarah tentang Suharto, biar bisa membedakan zaman Pak Harto dengan zaman sekarang, kalau menurut saya, enak zaman Suharto karena sekarang banyak kerusuhan," kata Sri Murti, pengunjung asal Tempel, Sleman, yang membawa dua anaknya mengunjungi Suharto.

Pengunjung lainnya mengatakan, mereka ditugasi oleh sekolahnya untuk mengetahui sejarah tentang Suharto.

"Saya datang ke sini karena diminta guru di sekolah mempelajari sejarah soal Suharto," kata Junianto, salah satu pelajar yang datang ke museum itu.

Kerinduan sesaat

Museum Memorial Jenderal Besar HM Suharto banyak menghadirkan cerita dan diorama yang menggambarkan keberhasilan Suharto, mulai dari perannya pada peristiwa tiga puluh September, Operasi Trikora di Irian Jaya, hingga keberhasilan pada masa pembangunan lima tahunan.

Namun, Anda tidak akan menemukan catatan kritis seputar Suharto saat dia masih berkuasa.
Bagaimana dia memperlakukan orang-orang yang dituduh sebagai antek komunis atau penjelasan seputar kasus penculikan sejumlah aktivis menjelang Suharto lengser.

Cerita seputar penghentian penyelidikan terkait sejumlah kasus yang dituduhkan kepada Suharto juga tidak akan temui di tempat ini.

Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Muhammad Najib Azca, mengatakan, kerinduan orang terhadap Suharto sebagai pemimpin yang pernah dinilai gagal bukanlah hal aneh jika dilihat dalam konteks kondisi Indonesia yang sedang berada dalam masa transisi.


"Saya kira itu bukan sepenuhnya fenomena yang ganjil, fenomena seperti itu acap terjadi dalam negara yang sedang mengalami fase transisi di mana pada satu titik tertentu ada kejenuhan, di mana proses demokratisasi yang berlangsung menemui kegagalan-kegagalan dan orang menengok ke masa lalu," jelas Najib.

"Dan pada saat itu orang melihat figur pada masa lampau yang pernah menyediakan ketertiban dan kesejahteraan."

Najib menganalisis kondisi inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh elite politik yang menjadi pendukung Suharto untuk kembali mengangkat namanya.

"Saya kira mereka mencoba untuk membalik lembaran sejarah bahwa Suharto atau keluarganya dan rezim Suharto tidak ditulis dalam catatan noda yang kelam dalam sejarah Indonesia. Paling tidak, itu yang mereka inginkan," tambah Najib.

Najib memperkirakan kondisi yang terjadi belakangan ini merupakan upaya yang dilakukan oleh orang-orang dekat Suharto untuk membersihkan nama Suharto dalam sejarah.

"Saya memang tidak melihat ini sebagai ancaman yang gawat, tetapi mereka paling tidak ingin membalikkan sejarah bahwa Suharto atau keluarga Suharto tidak tertulis dengan catatan noda yang kelam dalam sejarah Indonesia," kata Najib.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com