Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Petani Samosir Kesulitan Bertani

Kompas.com - 13/11/2013, 07:47 WIB

Perubahan alam itu diyakini petani sebagai dampak dari kerusakan lingkungan, terutama hutan di sekitar Danau Toba. Hutan yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air dibabat perusahaan pengolahan kayu. Air hujan tidak dapat lagi tersimpan. Akibatnya, saat kemarau, warga mengalami kekeringan dan saat musim hujan, sawah kebanjiran. Puluhan mata air di sekitar Danau Toba pun mati.

Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Utara Halen Purba menilai, vegetasi yang tersisa di sekitar Danau Toba seluas 12 persen sampai 15 persen dari total luas daerah tangkapan air mencapai 365.800 hektar. Kerusakan tersebut antara lain akibat alih fungsi lahan menjadi hunian, ladang, dan kebun serta perubahan dari hutan alam menjadi hutan tanaman industri (HTI). HTI mengubah tanaman hutan yang heterogen menjadi monokultur, yakni Eucalyptus, bahan baku bubur kertas (pulp).

Akibatnya, larian (run off) air tinggi sebab jumlah pohon dan belukar terus berkurang. Banjir dan kekeringan pun kerap melanda lantaran air tak dapat tersimpan lama di areal hutan.

Tingginya larian air juga terlihat dari permukaan air Toba yang tidak stabil. Awal Juni lalu ketika Kompas mengunjungi Samosir, hujan lebat mengguyur hingga 12 jam. Air Danau Toba meluap sampai ke jalan, seperti terlihat di Pangururan, Kabupaten Samosir. Namun, awal November lalu, permukaan air danau menurun 1 meter dibandingkan pada bulan Juni.

Dampak lain kerusakan hutan ialah aneka satwa hutan kehilangan tempat tinggal dan harus berebut dengan warga. Babi hutan, dalam bahasa Batak Toba disebut aili, kerap memakan tanaman warga. Aili tinggal di hutan di perbukitan yang mengelilingi Danau Toba, termasuk di perbukitan Sianjur Mula Mula.

Selain menanam padi, warga di desa-desa Sianjur Mula Mula menanam ubi sebagai bahan pokok makanan. Ubi menjadi tameng ketahanan pangan ketika padi gagal panen, juga sebagai makanan pokok ternak babi.

Namun sejak 10 tahun lalu, aili-aili itu turun dari bukit-bukit yang mengelilingi Sianjur Mula Mula, merusak dan memakan ubi yang ditanam warga. Dalam semalam, belasan hektar kebun ubi ludes dimangsa. Belakangan, aili tak takut lagi masuk persawahan dan perkebunan pada tengah hari. Hama itu makin agresif.

Serangan aili meluas hingga desa lain. Warga tidak lagi berani menanam ubi karena itu sama saja mengundang aili. Ubi pun langka dan kini hilang dari Sianjur Mula Mula. Warga harus membeli dari Pangururan, ibu kota Samosir, jika membutuhkan ubi. Itu berarti, kerusakan hutan mengancam kedaulatan pangan warga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com