Salin Artikel

13 Tahun Penantian, Ratusan Transmigran di Nunukan Tagih Janji Hak Lahan

NUNUKAN, KOMPAS.com – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Nunukan, Kalimantan Utara menegaskan bahwa Pemerintah Daerah terus berjuang untuk memenuhi tuntutan 230 KK warga transmigran SP 5 Sebakis yang menuntut lahan garapan dan lahan plasma.

Sejak 2013 sampai hari ini, warga transmigran SP 5 Sebakis, Nunukan Barat terus berharap bisa menggarap lahan dan memperbaiki nasib mereka di tanah rantau.

Faktanya, sudah 13 tahun mereka ditempatkan di SP 5 Sebakis, lahan garapan mereka tidak ada.

Untuk bertahan hidup, mereka bekerja serabutan dan sebagian menjadi buruh kasar perusahaan.

"Peristiwa ini sudah 13 tahun, dan kita tidak mau berbicara ke belakang karena akan berujung mencari cari kesalahan. Kita fokus bagaimana memenuhi tuntutan warga transmigran untuk memiliki lahan garapan, LU 1 dan LU II," ujar Kepala Disnakertrans Nunukan, Masniadi, Selasa (27/2/2024).

Penempatan 230 KK transmigran di Nunukan juga berdasar adanya kerjasama antara Pemkab Nunukan, Kaltara dengan Pemkab Klaten, Jawa Tengah.

Surat dengan nomor 2 tahun 2013 tentang penyelesaian program transmigrasi di lokasi unit pemukiman Transmigrasi Seimanggaris SP 5 Nunukan Barat yang ditandatangani Bupati Nunukan Drs. H Basri dan Bupati Klaten, Sunarna SE M.Hum tersebut menyatakan bahwa para transmigran menerima jatah lahan pekarangan seluas 0,25 hektar yang siap olah dan diterima saat penempatan.

Menerima lahan usaha 1 seluas 0,75 hektar dan LU II seluas 2 hektar. Dengan ketentuan paling lambat 2 tahun pasca penempatan, hak LU I dan LU II sudah diterima dan digarap para transmigran.

"Sampai sekarang lahan tersebut belum ada, sehingga dituntut oleh transmigran. Kita juga kesulitan menyelesaikan masalah ini, karena fakta di lapangan, lahan disana dikuasai masyarakat. Benturan kepentingan ini yang harus kita jaga," ujarnya lagi.

Dalam sejarahnya, tutur Masniadi, Pemerintah Kabupaten Nunukan pernah mencoba menyelesaikan persoalan lahan yang dalam penguasaan masyarakat.

Namun upaya tersebut tidak berjalan mulus, bahkan sempat terjadi kerusuhan yang berpotensi meluas karena melibatkan masyarakat tempatan.

"Sekali lagi, kita fokus penyelesaian, Disnakertrans Nunukan sudah melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak, ada BPN, Kemenakertrans, Kementrian PDT. Kita sudah sampaikan masalah ini puluhan kali, namun belum ada juga solusi atas masalah ini," sesalnya.

Terakhir kali terjadi pertemuan dengan pejabat fungsional Kemenakertrans, ada opsi untuk menggarap lahan mangrove yang berlokasi tak jauh dari kawasan transmigrasi.

Hanya saja, solusi ini butuh kajian mendalam, karena berhubungan dengan habitat mangrove.

Sementara pembabatan mangrove, memiliki konsekuensi pidana sebagaimana Pasal 50 Undang Undang Kehutanan.

Kalaupun opsi tersebut ada jalan, atau bisa dilakukan demi menyediakan lahan bagi warga transmigran, persoalan lain akan butuh kajian lebih mendalam.

Mulai kondisi lahan eks mangrove akan ditanami apa, berapa biaya yang harus dikeluarkan Pemkab Nunukan, dan lain sebagainya.

"Sama halnya dengan pelepasan lahan trans yang dalam penguasaan masyarakat, tentu seandainya mereka rela melepas, pasti akan meminta ganti rugi. Butuh biaya tidak sedikit dan kalau hanya ditanggung Pemkab Nunukan, tentu tidak fair," jelasnya.

Sejumlah permasalah inilah yang terus menjadi pembahasan di tingkat Daerah sampai pusat.

Dan pada akhirnya, Pemkab Nunukan menemukan opsi lain, dimana ada 43 hektar lahan transmigrasi yang sempat digarap perusahaan PT SIL/SIP yang sudah selesai digarap dan tidak diperpanjang masa izinnya.

"Kita berusaha sedikit demi sedikit memenuhi tuntutan mereka. Kita coba beri yang 43 hektar ini, meski baru sedikit, setidaknya sebagian mereka bisa menggarap lahan dan memiliki penghasilan," kata Masniadi.

Warga SP 5 menangis dan berharap perhatian Presiden Jokowi

Nasib tragis para transmigran SP 5 Sebakis, mencuat manakala seorang warga setempat bernama Yudha Adjie, mengunggah beberapa video berisi kisah para transmigran di grup facebook Peduli Nunukan, pada Juli 2023 lalu.

Video yang diunggah Yudha Adjie, semua merupakan percakapan yang berisi keluhan dan harapan para transmigran SP 5 Sebakis, yang sudah lebih 10 tahun lamanya menanti pembagian lahan garapan.

Para transmigran tersebut semua menumpahkan kesedihan, kekecewaan, serta kemarahan mereka atas kondisi yang sama sekali di luar ekspektasi mereka, saat mendaftar sebagai transmigran.

"Banyak dari mereka yang hanya makan dengan daun ubi atau kangkung yang direbus. Dari mana mereka mendapat uang kalau tidak diberi lahan garapan," kata Yudha, saat dikonfirmasi.

Yudha juga memvideokan kondisi rumah rumah transmigran di SP 5, yang sudah lapuk dan tidak layak.

Dari sejumlah unggahan video Yudha Adjie, ada dua video yang membuat hati bergetar.

Rangkaian kalimat ibu-ibu transmigran, yang sarat akan harapan, disertai tetes air mata sebagai tanda beratnya kehidupan yang mereka jalani. Semua mengisyaratkan kerinduan akan rumah yang demikian dalam.

"Pak Jokowi, andaikata saya punya uang, saya datang sendiri, memberanikan diri datang ke Istana Negara. Benar Pak Jokowi, tapi apa mau dikata, uang buat makan saja enggak ada, apalagi buat naik kapal atau pesawat. Kalau bukan Pak Jokowi yang menyelamatkan kami siapa lagi," kata salah seorang ibu dalam video.

Si ibupun dengan suara bergetar dan serak, menangkupkan kedua tangannya ke wajah, lalu menangis histeris.

Dalam isak tangisnya, ibu transmigran tersebut berteriak, "kalau bukan Pak Jokowi, siapa lagi yang bisa menolong kami". "Tolongilah Pak, tolong warga transmigran Nunukan, sudah sepuluh tahun lebih, lahan LU dan plasma belum dikasih. Mohon ya sebelum Pak Jokowi berhenti jadi presiden segera diurusin, mohon banget Pak Jokowi," kata dia masih menangis, sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Sementara video yang kedua, si ibu transmigran bahkan sampai pingsan akibat tak kuat menahan sesak di dadanya setelah menuturkan nasib dan keinginnya mendapat lahan garapan.

Kondisi transmigran SP 5 Sebakis, memang sangat memprihatinkan. Para transmigran terkadang harus berkeliling menawarkan jasanya, entah untuk menyiangi rumput, sekedar memijat, atau mengumpulkan kayu bakar.

Dari upah itulah mereka bisa membeli bumbu dapur atau sedikit lauk untuk menu makan mereka.

Video juga berkisah tentang penuturan adanya warga transmigran meninggal dunia di sana, sebuah visual yang menjadi potret buram SP 5 Sebakis yang berjarak sekitar 1 jam perjalanan sungai dan darat, dari Kabupaten Kota Nunukan.

"Mohon Pak Jokowi memperhatikan kami di SP 5 Nunukan Pak. Kok kami ini menderita terus begini," tutur si ibu yang tiba-tiba bersimpuh, bersujud dan akhirnya pingsan.

https://regional.kompas.com/read/2024/02/28/084013378/13-tahun-penantian-ratusan-transmigran-di-nunukan-tagih-janji-hak-lahan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke