Salin Artikel

Menengok Sekolah di Perbatasan Indonesia-Timor Leste Menjelang Peringatan Kemerdekaan...

BERTANDANG ke Atambua, Belu, Nusa Tenggara Timur, Kompas.com tertarik untuk menengok sekolah-sekolah di perbatasan Indonesia dengan Timor Leste ini.

Sayangnya, waktu bertandang tidak terlalu tepat, justru karena menjelang peringatan dan perayaan hari kemerdekaan Indonesia.

Semula, Kompas.com hendak meliput ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) Motabenar di Silawan, Tasifeto Timur, Belu. Menurut keterangan Kepala Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motaain, Engelberthus Klau, sekolah itu berada di desa yang tepat berbatasan dengan Timor Leste.

"Sekolah itu paling dekat dengan PLBN (Motaain), jaraknya (bisa ditempuh selama) sekitar 5 menit," ungkap Engelberthus tentang SD itu, Rabu (16/8/2023).

Tak dinyana, kegiatan di SD tersebut usai lebih cepat dari jadwal. Murid-muridnya pulang awal untuk bersiap menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Republik Indonesia.

Tak mau pulang dengan tangan kosong, Kompas.com mencari tahu lagi sekolah lain yang berlokasi relatif dekat dengan perbatasan. Ada. Sekolah lain ini adalah SMPN 1 Tasifeto Barat yang ada di Kecamatan Kakuluk Mesak, Belu.

Lokasi SMPN 1 Tasifeto Barat berjarak sekitar 22 kilometer dari PLBN Motaain. Dari penginapan Kompas.com selama ada di Atambua, Ibu Kota Kabupaten Belu, sekolah ini berjarak sekitar 16 kilometer.

Memakan waktu sekitar 30 menit perjalanan, Kompas.com sampai ke SMPN 1 Tasifeto BaraT. Lagi-lagi, kegiatan sekolah sudah usai dengan alasan yang sama.

Beruntung, kali ini masih ada sejumlah siswa dan guru di sekolah. Mereka ada di sini karena harus berlatih untuk persiapan lomba pada hari kemerdekaan di Kantor Kecamatan Kakuluk Mesak.

Kompas.com sempat berkeliling menengok kondisi SMPN 1 Tasifeto Barat. Tampak, tembok sekolah berkelir hijau, lengkap dengan papan keterangan yang menunjukkan peruntukan ruangan.

Bangku kayu ditumpuk di atas meja, sementara lantai putihnya terlihat telah dibersihkan. Di dalam kelas ada pula ornamen berlambang hati bernuansa merah-putih. Adapun di dinding hijau sekolah tertempel rangkaian huruf bertuliskan "Dirgahayu RI".

Kembali ke sejumlah siswa yang masih ada di sekolah, Kompas.com dapati mereka sedang berlatih gerakan bendera semafor (semaphore). Di bawah rindang pepohonan, mereka berdiri di lapangan sekolah sambil memegang tongkat bambu berkelir merah-putih.

Para murid itu bersemangat memeragakan setiap formasi semafor dari huruf A hingga huruf Z. "A, B, C, D, E, F,...," seru mereka kompak.

Tak hanya murid, semarak menjelang HUT ke-78 RI di sekolah ini dirayakan pula oleh para guru. Mereka berlatih senam, untuk ikut lomba yang sama esok hari di kantor kecamatan.

Para guru dari SMPN 1 Tasifeto Barat terlihat sibuk menggerakkan tubuh. Sesekali mereka tampak malu dan tertawa cekikian di tengah latihan senam. Meski begitu, tak surut semangat mereka untuk memeriahkan HUT ke-78 RI esok hari.

Di sela waktu istirahat, Kompas.com berbincang dengan Cece (15 tahun), murid kelas IX yang mengikuti latihan Pramuka. Anak perempuan itu mengaku senang bisa bersekolah di SMPN 1 Tasifeto Barat.

"Sekolah di sini rasanya menyenangkan, bagus. Pokoknya senang. Biasanya di sini belajar, ada kegiatan pengembangan diri, ada bermain juga," ujar Cece.

Lokasi sekolah ini berada di dekat jalan arteri. Jalanan yang berkelok dan sering dilintasi kendaraan mulai sepeda motor hingga truk kadang membuat para murid was-was.

Kata Cece, dia merasa lebih aman berjalan bersama teman-temannya, baik ketika berangkat maupun pulang sekolah.

"Takut juga karena ramai kendaraan, tetapi kadang enggak takut kalau bareng teman-teman. Menyeberangnya juga harus hati-hati, lihat kanan dan kiri," jelas dia.

Kepala SMPN 1 Tasifeto Barat, Bernardine Meitty Laack mengatakan total ada 13 ruang kelas yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar. Dari total 13 kelas, jelas Meitty, satu kelas dikhususkan untuk sekolah terbuka di kelas IX. 

Merujuk laman situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sekolah terbuka di tingkat SMP  merupakan alternatif subsistem pendidikan formal yang menerapkan prinsip pembelajaran secara mandiri.

Di SMP Terbuka, siswa belajar dengan bantuan seminimal mungkin dari guru atau orang lain dan menggunakan modul sebagai bahan ajar utama.

SMP Terbuka bertujuan memberikan kesempatan belajar yang lebih luas kepada anak-anak lulusan SD/MI atau sederajat yang tidak dapat mengikuti pendidikan SMP reguler karena berbagai hambatan yang dihadapinya.

"Jumlah murid seluruhnya 340 (siswa) dengan 13 ruang kelas itu," ucap Meitty.

Menurut Meitty, semua murid yang bersekolah di SMPN 1 Tasifeto Barat merupakan Warga Negara Indonesia (WNI). Orangtua mereka, kata Meitty, memilih menjadi WNI saat terjadi refrendum pada 1999.

"Mereka dulu menetap di Timor Leste, lalu pada 1999 pindah ke NTT, begitu juga keluarganya," tutur Meitty.

Untuk diketahui, tim Kompas.com ada di Belu untuk meliput pelaksanaan upacara HUT ke-78 Republik Indonesia di PLBN Motaain. Rencananya, upacara akan dipimpin oleh Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) John Wempi Wetipo.

Seperti apakah suasana dan nuansa peringatan hari kemerdekaan di perbatasan Indonesia-Timor Leste ini?

Tunggu cerita perjalanan selanjutnya dari PLBN Motaain hingga puncak perayaan dan peringatan kemerdekaan di tepi batas Tanah Air, dalam liputan khusus Merah Putih di Perbatasan.

https://regional.kompas.com/read/2023/08/16/192905678/menengok-sekolah-di-perbatasan-indonesia-timor-leste-menjelang-peringatan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke