Salin Artikel

Bergoyang-goyang di Udara Menuju Boven Digoel, Tempat Hatta Pernah Dibuang...

TUJUH setengah jam penerbangan plus lima jam waktu transit. Itu waktu yang diperlukan dari Jakarta untuk tiba di Boven Digoel, Papua Selatan. Itu juga baru sampai di Bandar Udara (Bandara) Tanah Merah, Boven Digoel. 

"Para penumpang yang kami hormati, selamat datang di Kabupaten Boven Digoel. Saat ini pesawat telah tiba di Bandara Tanah Merah…," ujar suara perempuan dari pengeras suara di kabin pesawat yang kami tumpangi, Selasa (15/8/2023) siang. 

Tak berselang lama setelah pengumuman itu, suara mesin dan baling-baling pesawat tak lagi terdengar. Pintu keluar pesawat pun dibuka. Pramugari kemudian mempersilahkan para penumpang, untuk keluar dari pesawat.

Saya, Tria Sutrisna, jurnalis Kompas.com, menjejakkan kaki untuk kali pertama ke Boven Digoel, menjadi bagian dari peliputan khusus Kompas.com bertajuk Merah Putih di Perbatasan, sebagai kolaborasi bersama Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP).

Bandara Tanah Merah, tempat kaki menjejak kali pertama di Boven Digoel ini, memiliki ukuran tak besar. Area landasan pacunya hanya bisa dipakai untuk pesawat perintis dan ATR. 

Di area bandara ada satu bangunan utama yang sekaligus menjadi lokasi gerbang atau akses kedatangan dan keberangkatan penumpang. Antara gerbang kedatangan dan keberangkatan penumpang hanya berjarak tak lebih dari 20 meter. 

Selain satu bangunan utama itu, hanya tanah lapang yang dipenuhi rerumputan yang mengitari area bandara. Tanah lapang itu berbatasan langsung dengan jalan raya dan permukiman warga. 

Tak banyak fasilitas yang tersedia di Bandara Tanah Merah. Ruang tunggu pun kecil saja.

Perjalanan dimulai

Sejumlah barang yang sebelumnya disimpan di bagasi pesawat, telah dikeluarkan dan ditata di dekat tangga pintu keluar pesawat oleh petugas.

Bandara Tanah Merah, menjadi titik awal perjalanan menuju Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Yetetkun, Distrik Ninati, Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan.

Menjadi gerbang masuk ke Boven Digoel melalui jalur udara, Bandara Tanah Merah hanya bisa dilandasi pesawat jenis ATR melalui Bandar Udara Sentani, Jayapura. Ini pesawat kecil, sepanjang sekitar 27 meter, berpenggerak baling-baling.

Dari Sentani, penerbangan menuju Bandara Tanah Merah ditempuh selama 1,5 jam. Dalam satu hari, hanya ada satu penerbangan rute Sentani-Tanah Merah. 

Sebagai bagian dari peliputan khusus Merah Putih di Perbatasan, perjalanan ke Papua Selatan dimulai dari Bandara Soekarno Hatta di Tangerang, Banten—lebih sering disebut berada di Jakarta.

Menumpang maskapai pelat merah, penerbangan bertolak pada Senin (14/8/2023) pukul 23.30 Waktu Indonesia Barat (WIB). Terbang selama lebih dari enam jam, pesawat mendarat di Bandara Sentani, Papua, pada Selasa (15/8/2023) pukul 07.15 Waktu Indonesia Timur (WIT) atau pukul 05.15 WIB. 

Dari Bandara Sentani, perjalanan berlanjut ke Boven Digoel menggunakan pesawat ATR, hingga mendarat di Bandara Tanah Merah. Sebentar, ada waktu transit hampir lima jam, antara turun dari pesawat pertama dan naik ke pesawat sambungan. 

Baru sekitar pukul 12.00 WIT ada pesawat ATR tujuan Bandara Tanah Merah tersedia. Bus berkapasitas 30 orang menjemput para penumpang dari ruang tunggu untuk naik ke pesawat. 

Bergoyang-goyang di udara

Sepanjang penerbangan dari Sentani, deru putaran baling-baling di bawah kedua sayap pesawat terdengar nyaring. Guncangan pun sangat terasa bahkan saat pesawat masih meluncur di landasan. Rasanya seperti mengendarai mobil di jalan berkerikil.

Pukul 12.25 WIT, pesawat baling-baling kami mengudara menuju Boven Digoel. Baru terbang sebentar, pesawat terasa bergoyang ke kiri dan kanan, seolah terbawa tiupan angin. Pesawat baru terasa stabil ketika berada di ketinggian 17.500 kaki, sekitar 500-an meter.

Hawa panas juga begitu terasa meski pesawat memiliki pendingin udara. Tak sedikit penumpang menjadikan secarik kertas sebagai kipas karena kegerahan di sepanjang perjalan.

Ada rasa takut yang tak bisa dimungkiri. Penerbangan dari Sentani ke Boven Digoel tak semulus penerbangan sebelumnya dari Bandara Soekarno Hatta ke Sentani. Sudah begitu, pengatur sandaran kursi pun tak berfungsi. 

Namun, perasaan takut dan khawatir ini segera terbayar dengan pemandangan indah yang terhampar di luar jendela pesawat. Tebaran pulau kecil di lautan dan pegunungan menghijau di daratan Papua memenuhi pandangan. 

Dalam benak Kompas.com, inilah tanah tempat Bung Hatta, Sutan Sjahrir, dan sejumlah tokoh pergerakan nasional pernah dibuang pada masa perjuangan kemerdekaan.

Di tanah ini mereka tak patah. Terbayang perjalanan panjang mereka menuju pembuangan, di masa pesawat terbang belumlah tersedia bagi kebanyakan orang.

Dengan sejejak kenangan itu, Kompas.com dan tim BNPP masih akan melanjutkan perjalanan dari Tanah Merah ke kawasan PLBN Yetetkun. Perjalanan menuju perbatasan Indonesia dan Papua Nugini ini kira-kira akan makan waktu empat jam lewat jalur darat. 

Tunggu cerita perjalanan selanjutnya dari Papua Selatan, hingga puncak perayaan dan peringatan kemerdekaan di tepi batas Tanah Air, dalam liputan khusus Merah Putih di Perbatasan....

https://regional.kompas.com/read/2023/08/15/154724778/bergoyang-goyang-di-udara-menuju-boven-digoel-tempat-hatta-pernah-dibuang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke