Salin Artikel

Perlawanan 50 Nelayan Bumbang, Lombok Tengah, terhadap Penggusuran Perusahaan untuk Properti

LOMBOK TENGAH, KOMPAS.com - Siang itu aktivitas nelayan di pesisir Pantai Bumbang, Dusun Bumbang, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) nampak sepi, Senin (10/4/2023)

Nelayan tidak beraktivitas seperti biasanya. Kapal-kapal mereka terparkir berjejer di pesisir pantai yang berbentuk teluk dengan pasir putih yang bersih.

Di depan rumah para nelayan tampak jala-jala menggantung. 

Sepinya aktivitas nelayan tersebut bukan tanpa sebab. Para nelayan ternyata sedang berkumpul musyawarah di halaman mushala.

Mereka membahas nasibnya yang terancam digusur oleh perusahaan yang diduga menguasai tanah kampung halamannya itu.

Dari halaman mushala, sorak semangat orangtua, bapak-bapak dan ibu-ibu, dan pemuda meneriakkan pekik; "Hidup rakyat, tak bisa dikalahkan. Tolak penggusuran".

Setidaknya ada 50 kepala keluarga (KK) dengan 200 jiwa di kampung nelayan Dusun Bumbang, terancam digusur oleh PT Bumbang Citra Nusa untuk membangun properti di kawasan tersebut.

Diketahui, PT Bumbang Citra Nusa mengklaim memegang Hak Guna Bangunan (HGB) atas tanah yang ditempati masyarakat itu.

Salah seorang warga setempat, Budi (30), mengungkapkan, ia bersama beberapa warga lainnya sempat diancam dengan dipaksa untuk menerima uang tali asih, dan jika tidak mau menerima, pihak perusahaan akan menggusur paksa.

"Kalau tidak mau menerima tali asih, kita akan digusur paksa, itu kan ancaman bagi kita yang mencari hidup sebagai nelayan," kata Budi kepada Kompas.com, Senin (10/4/2023).

Budi mengatakan, tanah Bumbang sudah ditempati masyarakat lebih dari 20 tahun. Sebagian pekerjaan mereka adalah nelayan dan peternak.

"Kami ini nelayan sudah 20 tahun lebih tinggal di sini, beranak pinak, mencari hidup dengan nelayan, kalau kami digusur kita mau cari makan di mana selain nelayan," kata Budi.

Budi dengan tegas menyatakan akan tetap akan mempertahankan kampung halamannya, apapun yang akan dilakukan oleh perusahaan nanti.

"Kita menolak untuk digusur, kita menolak menerima tali asih, tetap akan bertahan, apapun nanti yang akan terjadi," kata Budi.

Penasihat hukum warga, Tajir Syahroni menilai, rencana penggusuran masyarakat dari tanah Bumbang oleh perusahaan merupakan tindakan tidak bijak.

"Jangan main-main dengan kekerasan, dengan cara gusur paksa, itu justru merugikan pihak PT. Saya sarankan berbaik-baiklah dengan masyarakat, jangan macam-macam apalagi sampai menggusur paksa," tegas Tajir.

Menurut Tajir, lokasi sempadan pantai tidak boleh ada yang mengklaim baik oleh perusahaan maupun masyarakat.

"Tanah ini bukan milik PT, tapi ini tanah sempadan pantai. Masyarakat juga tidak ada yang mengaku memiliki, tapi karena sudah lama mendiami sebagai nelayan. Nelayan tidak ada yang mengaku punya sertifikat, mereka hanya bermukim di sini karena memang, pekerjaannya sebagai nelayan," kata Tajir.

Disampaikan Tajir, karena mata pencaharian sebagai nelayan, sebagian besar nelayan di Indonesia dan juga dunia tinggal di pesisir pantai.

Secara terpisah, General Manager PT Bumbang Citra Nusa, Satria Wardi mengungkapkan, kliennya sudah mempunyai hak atas tanah tersebut dengan status HGB sejak tahun 1996.

"Sejak tahun 1996 sudah mempunyai HGB jumlah lahan 60 hektar, termasuk di kawasan itu (tempat warga). Tapi sebelum mulai dibangun, warga sudah masuk di sana," kata Wardi melalui sambungan telepon.

Wardi menyebutkan, semua sempadan pantai, termasuk yang ditempati masyarakat Bumbang, merupakan hak kliennya karena sudah tersertifikat HGB.

Menurutnya, beberapa tahun ke depan pihak perusahaan akan membangun properti di lokasi itu. Namun karena di lahan itu ada yang bermukim, maka perusahaan kesulitan untuk membangun.

"Selama beberapa tahun ke depan ini, pihak PT mau membangun, tapi kesusahan masyarakat yang tinggal di situ," kata Wardi.

https://regional.kompas.com/read/2023/04/11/073822978/perlawanan-50-nelayan-bumbang-lombok-tengah-terhadap-penggusuran-perusahaan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke