Salin Artikel

Kisah Lansia Kakak Beradik di NTT, Tinggal di Rumah Reyot, Andalkan Belas Kasih Tetangga

SIKKA, KOMPAS.com - Bernadeta Betu (71) dan Agnes Soka (67), dua kakak beradik, sedang duduk di teras rumahnya, Kampung Paga, Desa Mbengu, Kecamatan Paga, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), Minggu (27/2/2022) siang.

Rumah berukuran 4x6 meter itu sudah reyot. Dindingnya terbuat dari pelupu yang sebagian sudah lapuk dan berlubang. Atap rumah itu juga banyak lubang. Sementara di bagian lain hanya ditutupi seng bekas.

Bernadeta dan Agnes sudah lama hidup menjanda. Agnes berujar, suaminya, Wihelmus Wedu meninggal sejak 10 tahun lalu. Almarhum dimakamkan persis di depan rumah mereka.

"Kami tidak punya tanah lain lagi. Hanya ini yang kami punya. Terpaksa almarhum dikuburkan di depan rumah," ujarnya.

Alami lumpuh

Agnes mengaku, sang kakak, Bernadeta lumpuh sejak 33 tahun lalu. Saat itu, putri semata wayang Bernadeta, Maria Nonalina Ndeo (35) masih berusia dua tahun.

Beberapa bulan berselang, ia berinisiatif mengajak Bernadeta untuk tinggal bersamanya di Kampung Paga. Sebab, kondisi Bernadeta sangat parah. Suaminya juga sudah meninggal dunia.

"Saya dan Maria kemudian datang Kampung Nuaria, Kecamatan Tanawawo untuk jemput kakak," tuturnya.

Agnes mengaku, sejak kecil Maria tinggal bersamanya. Namun, ia bersama suami tidak bisa menyekolahkan Maria. Sebab, Maria mengalami gangguan penglihatan.

"Saya tidak bisa melihat orang dari kejauhan makanya dari dulu sampai sekarang saya tidak pernah mengenal sekolah. Saya dulu hanya ikut sekolah minggu di gereja," kata Maria.


Meski demikian, Maria tumbuh menjadi gadis dewasa yang baik hati dan berbakti.

Ia bersama Agnes banting tulang, bekerja serabutan demi menyambung hidup keluarga.

"Tetapi kalau hasilnya tidak ada, hanya bisa berharap belas kasihan dari tetangga," ujarnya.

Rumah nyaris roboh

Empat tahun lalu, kenang Agnes, mereka mengalami situasi pilu. Rumah mereka nyaris roboh akibat diguyur hujan deras dan angin kencang.

"Kami terpaksa mengungsi ke rumah tetangga. Atap rumah kami rusak. Kami sangat takut saat itu," katanya.

Peristiwa itu membuat Agnes dan keluarga menjadi trauma. Takut jika hal serupa kembali terjadi. Apalagi, rumah mereka saat ini sudah rapuh.

Tetangga Agnes, Emilia Simplisia (40), menuturkan, saat peristiwa itu terjadi, warga sekitar berjibaku untuk membantu memperbaiki atap rumah yang diterjang banjir.

"Kami tetangga di sini tidak tutup mata. Bahkan, kalau ada rezeki lebih kami sering membantu mereka," katanya.

Emilia mengatakan, ia sering dibantu Maria membuat kue dan gorengan untuk dijual di sekitar kampung dan beberapa sekolah di desa itu.

Meski hasilnya tidak seberapa, namun ia bersyukur bisa membantu Maria dan keluarga.

"Maria sekarang sudah bisa buat kue dan gorengan tetapi dia tidak punya modal usaha. Harapannya ada yang bisa membantu," katanya.


Harusnya jadi KPM PKH

Duta kemanusiaan NTT, Makrianus Alfred Mere (36), mengatakan, kondisi yang dialami Agnes dan keluarga harus menjadi perhatian serius pemerintah.

Pasalnya, kata dia, selama bertahun-tahun mereka hidup dengan segala keterbatasan. Namun, Maria hanya mendapat Bantuan Langsung Tunai (BLT) selama tiga bulan.

"BLT yang mereka terima sampai bulan Desember 2021 lalu," ujarnya.

Ia menilai, Agnes dan keluarga sangat layak diakomodir menjadi salah satu keluarga penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH).

"Tetapi belum ada sampai sekarang. Kami berharap selain diakomodir sebagai penerima PKH ada juga bantuan rumah untuk Mama Agnes," katanya.

https://regional.kompas.com/read/2022/02/28/073408378/kisah-lansia-kakak-beradik-di-ntt-tinggal-di-rumah-reyot-andalkan-belas

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke