Salin Artikel

Kisah Petani Desa Wadas yang Kebun Kopinya Terancam Digilas Tambang

SEMARANG, KOMPAS.com - "Kopi Wadas, salah satu potensi Jawa Tengah yang mengandung nilai sejarah dan harapan warga Wadas. Karena sampai detik ini kita masih terus berjuang," ungkap Siswanto (30), petani muda di Desa Wadas.

Siswanto pun mengaku resah akan ancaman kerusakan terhadap hasil bumi dari tanah leluhurnya akibat tambang.

Sembari sesekali merapikan topi yang dipakainya, ia bercerita bahwa Desa Wadas memiliki hasil tani dan kebun yang melimpah, khususnya rempah dan buah-buahan.

Dari semua hasil tani yang dihasilkan, salah satu potensi unggulan dari desanya adalah kopi robusta yang tumbuh di lahan perbukitan dnegan ketinggian 450 Mdpl.

"Ada cukup banyak kopi yang tertanam di Wadas, itu turun temurun sampai hari ini," kata Siswanto saat berbincang dengan Kompas.com di Matera Cafe Semarang.

Tak jauh dari bangku tempat perbincangan, tampak deretan kopi yang kemasannya dibalut sentuhan seni para perupa sedang dipamerkan.

Berangkat dari hal itu, ia pun berkeinginan mengenalkan kopi dari tanah kelahirannya di tengah ancaman kerusakan lahan karena penambangan untuk bendungan.

"Kami ingin mengangkat kopi dari Wadas karena memiliki potensi yang bisa dinikmati masyarakat luas. Kami namakan Kopi Wadas agar masyarakat lebih mengenal desa kami yang sedang mati-matian berjuang mempertahankan lahan dari kerusakan lingkungan," ungkapnya.

Ia mengatakan dalam satu tahun para petani kopi di Wadas bisa menghasilkan sekitar 2 ton biji kopi.

"Itu belum semua petani. Karena masih ada petani yang fokusnya ke pengepul, itu yang belum bisa kita tarik. Setelah ini kita berupaya seberapa banyak kopi di Wadas yang bisa kita munculkan. Dan ternyata masih banyak juga," ucapnya.

Untuk itu, warga optimis bahwa Kopi Wadas akan semakin banyak dikenal masyarakat luas sehingga dapat mendukung perjuangan para warga tertuma petani yang menolak tanahnya dirampas.

"Ada sekitar 10 persen petani di Desa Wadas menanam kopi. Akhir-akhir ini justru semakin meningkat karena sudah banyak petani yang siap bertani kopi. Akses menjual mereka jadi mudah dengan munculnya Kopi Wadas ini," ujarnya.

Ia mengaku sampai detik ini warga tetap gigih menolak adanya penambangan batu andesit di Desa Wadas.

Sebab, ada lahan perkebunan kopi yang akan terdampak akibat penambangan yang menyebabkan rusaknya lingkungan.

"Lahan kopi terdampak karena masuk lokasi penambangan kuari sekitar 145 ha di luas sekitar 225 ha. Kalau diperbukitan, kita hampir semua akan kena dampaknya. Itu harapan warga bahwa kita butuh dukungan lewat Kopi Wadas ini," ucapnya.

Ia pun teringat pesan para sesepuh yang diceritakan secara turun temurun kepada anak cucunya.

"Ada salah satu pohon di Wadas umurnya ratusan tahun namanya randu alas. Beberapa tokoh sepuh mengatakan ketika pohon randu alas ditebang maka akan menjadi karang abang istilah artinya banjir darah," jelasnya.

Menurutnya, meskipun hal itu terkait mitos namun ada pesan mendalam yang dituangkan ke generasinya.

Untuk itu, warga selalu menjaga kelestarian alam di Desa Wadas untuk kelangsungan hidup generasi berikutnya.

"Ketika ini terjadi maka akan ada pertumpahan darah di desa ini. Maka warga betul-betul komitmen menjaga sejarah itu. Jangan sampai terjadi penambangan. Ketika terjadi efeknya bukan hanya di Wadas tapi desa lainnya juga berdampak," pungkasnya.

Berangkat dari rasa solidaritas, 22 perupa dari berbagai daerah pun menuangkan hasil karyanya ke dalam kemasan Kopi Wadas.

Hasil penjualan Kopi Wadas dengan sentuhan karya lukis mereka akan didonasikan untuk mendukung perjuangan warga Wadas mempertahankan ruang hidupnya.

Kopi Wadas dengan bermacam kemasan yang menarik itu dipamerkan dalam acara bertajuk "Kepada Tanah" dan berlangsung 16-23 Februari 2022 di Matera Cafe Semarang.

Sebelumnya, pameran serupa digelar di Bali dan Batu. Setelah Kota Semarang, pameran akan berlanjut ke Kota Jakarta, Bandung dan Yogyakarta.

22 perupa yang terlibat dalam pameran ini antara lain Agugn, Agung Prayogi, Bambang Nurdiansyah, Benny Ibrahim, Bobomagz, Bodhi IA, Chrisna Fernand Gegerboyo, Ican Harem, Melaju Studio, Morrgth, Mufti Priyanka (Amenk), Muhammad Fatchurofi, Rio Krisma, Ruth Marbun, Sirin Farid Stevy, Suvi Wahyudianto, Taring Padi, Timoteus Anggawan Kusno, Toni Malakian, Uji ‘Hahan’ Handoko, Ykha Amelz.

https://regional.kompas.com/read/2022/02/20/201816978/kisah-petani-desa-wadas-yang-kebun-kopinya-terancam-digilas-tambang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke