Salin Artikel

Kisah Pelaku UMKM Bangkit di Tengah Pandemi: Manfaatkan Platform Digital, Hidupkan Bisnis Kuliner Rumahan

SOLO, KOMPAS.com - Dering notifikasi di ponsel pintar Wulandari tiada
berhenti kala jam dinding menunjukkan pukul 22.00 WIB.

Menjelang tengah malam, warung Rice Katsu yang dia kelola justru kian kebanjiran
orderan.

Wulandari adalah salah satu pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM)
di Kota Solo, yang masih berjuang bertahan menghadapi kerasnya krisis
akibat pandemi Covid-19.

Sebelum pandemi Covid-19 menerjang, Wulandari aktif berjualan makanan
di depan salah satu sekolah swasta di Solo.

Omzet yang dia dapatkan selama berjualan sana pun cukup tinggi.

Sedikitnya, Rp 500.000 bisa dia kantongi setiap hari dengan menjajakan
beraneka olahan mie instan.

Namun, pandemi Covid-19 membuat sekolah-sekolah ditutup dan siswa
diharuskan belajar di rumah. Para penjual makanan di sekitar sekolah
pun otomatis kehilangan mata pencaharian.

Kondisi tersebut sempat membuat Wulandari terpuruk. Dia hanya bisa
menggantungkan kebutuhan keluarga dari pendapatan suaminya yang
pas-pasan.

Padahal, ada tiga anak yang harus dibiayai pendidikannya. Belum lagi,
mereka harus membayar beragam cicilan bulanan.

Selama lebih dari satu tahun, Wulandari tidak bisa berjualan dan
menghasilkan pendapatan tambahan untuk keluarganya.

Akhirnya, di tengah keterpurukan ekonomi akibat pandemi, perempuan 42
tahun itu mulai bangkit.

Platform digital

Pada September 2021, Wulandari mencoba peruntungan dengan membuka
warung di rumahnya dengan mengandalkan pemasaran lewat platform
digital.

Warung sederhana itu dia namai Rice Katsu Laweyan, sesuai dengan menu
yang menjadi andalannya, yakni rice bowl dengan chicken katsu.

Selain chicken katsu, warung ini juga menyediakan berbagai menu lain,
seperti nasi goreng, ayam geprek, mie iblis, hingga aneka camilan.

Tidak ada kursi pelanggan berderet layaknya sebuah warung makan atau
restoran di Rice Katsu Laweyan milik Wulandari.

Hanya ada sebuah stand booth kecil dan papan nama sederhana yang
dipasang di depan rumahnya.

Sementara itu, aktivitas memasak dan menyiapkan pesanan pelanggan dia lakukan di dapur sederhana rumahnya.

Wulandari memanfaatkan dua platform digital untuk menjajakan makanan
dari warung rumahan miliknya.

Kini, usaha yang didirikan dengan modal minim itu mampu berkembang di
tengah pandemi.

Wulandari pun mampu menghasilkan pendapatan tambahan
untuk menopang perekonomian keluarganya.

"Dulu karena pandemi sempat satu tahun lebih nganggur, enggak bisa
jualan. Lalu anak-anak memberi ide untuk jualan makanan online.
Ternyata lumayan juga," kata Wulandari saat dijumpai Kompas.com di
rumahnya, Kamis (23/12/2021).

Pada awal membuka warung, Wulandari mengaku, usahanya tidak berjalan
lancar. Tidak banyak pesanan yang masuk ke warung Rice Katsu Laweyan
dalam satu bulan pertama.

Namun, seiring berjalannya waktu, usaha kuliner rumahan yang didirikan
di Jalan Pakel, Kerten, Laweyan, Solo itu, mulai mendapatkan
pelanggan.

Uniknya, sebagian besar pesanan berdatangan saat malam hari. Wulandari
memang sengaja membuka warungnya hingga tengah malam dan memanfaatkan
peluang saat restoran-restoran lain tutup.

"Iya kalau malam begini malah laris, banyak sekali pesanan masuk.
Bahkan, pernah saat pukul 00.30 dini hari WIB, ada yang pesan belasan
paket ricebowl dan nasi goreng," tutur Wulandari sembari tertawa.

"Mungkin, karena warung-warung lain tutup, jadi pelanggan yang
kelaparan di tengah malam jadi pesan ke kami. Jadi, celah itu kami
manfaatkan. Kami buka warung sampai larut malam," ujar dia
menambahkan.

Wulandari mengakui, keberadaan platform digital amat membantu pelaku
usaha kuliner rumahan untuk berkembang di tengah pandemi.

Dengan adanya platform digital, penguasaha kuliner tidak perlu lagi
menghabiskan banyak modal untuk mendirikan restoran. Hanya dengan
mengandalkan dapur di rumah, mereka bisa menjajakan berbagai menu
makanan.

Wulandari memanfaatkan modal usaha dari pinjaman Kredit Usaha Rakyat
(KUR) BRI untuk mengembangkan bisnis kuliner rumahan miliknya.

Cicilan ringan yang ditawarkan KUR BRI pun cukup meringankan beban penguasaha
UMKM.

"Iya mulai berkembang sedikit-sedikit, mulai bisa beli freezer box
untuk berjualan frozen food dan peralatan-peralatan memasak lainnya,"
ujar Wulandari.

"Dulu pas awal buka, omzetnya Rp 150.000 per hari, sekarang bisa Rp
500.000 hingga Rp 600.000 per hari. Kalau sedang ramai omzet bisa
sampai Rp 750.000 per hari. Biasanya paling ramai pas malam Minggu,"
kata ibu tiga anak itu menambahkan.

https://regional.kompas.com/read/2021/12/24/200829678/kisah-pelaku-umkm-bangkit-di-tengah-pandemi-manfaatkan-platform-digital

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke