Salin Artikel

Cerita Zola, Gadis Penjelajah Hutan yang Membawa Misi Penting

Gadis kelahiran Nagari Attar, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, yang akrab disapa Kajol ini suka menjelajah hutan.

Masuk hutan berhari-hari, jauh dari penerangan listrik, tanpa internet, bagi Zola adalah bagian dari refreshing.

Meski begitu, perjalanan ke hutan selalu membawa misi.

Mengidentifikasi flora dan fauna atau menghitung potensi hutan menjadi keahlian 'Kartini milenial' ini.

Tamat dari Fakultas MIPA Universitas Andalas pada 2017, perempuan yang memilih studi biologi ini semakin membulatkan tekadnya untuk mengabdikan ilmu bagi pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.

Jiwa penjelajah Zola mulai diasah sejak masih berada di kampus dan tergabung dalam Mapala Raflesia.

Saat masuk dunia kerja, Zola aktif di Komunitas Konservasi Indonesia Warsi.

"Saya suka hutan. Berada dalam hutan membuat tenang dan bahagia," kata Zola melalui pesan singkat, Rabu (21/4/2021).

Ia mengatakan, hutan dengan berbagai tipe sudah pernah dikunjungi, mulai dari kerapatan rendah, sedang, hingga tinggi. Berbagai medan, mulai dari yang landai sampai yang menjulang tinggi sudah pernah dijelajahi.

Zola meyakini, dengan bergabung bersama komunitas Konservasi Indonesia Warsi sejak 2018, misinya untuk menjelajah hutan akan mudah terwujud.

Di lembaga yang mengusung moto konservasi bersama masyarakat ini, penyelamatan hutan tersisa dan pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan menjadi fokus utama.

Tercatat sebagai biodiversity specialist, Zola ditugaskan untuk melakukan survei-survei ke dalam hutan.

“Kalau misalnya suatu kawasan hutan akan diminta untuk suatu perizinan atau untuk mendukung pengelolaan berkelanjutan, tentu perlu adanya survei potensi hutan. Dari sini kita masuk untuk melakukan servei, sehingga kita punya dokumen, hutan tersebut bagaimana kondisinya, tegakan pohonnya, faunanya dan kondisi lain yang kita jumpai selama di lapangan,” kata Zola.

Survei yang dilakukan ini kemudian menjadi pijakan untuk merumuskan suatu permohonan maupun pengelolaan kawasan.

Sebagai contoh, ada kawasan hutan di Kabupaten Bungo yang posisinya berada di antara Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dengan Hutan Lindung Bukit Panjang Rantau Bayur atau Bujang Raba.

Sesuai fungsinya, kawasan itu merupakan hutan produksi.

Artinya, suatu waktu bisa diberikan hak pengelolaan pada pihak lain untuk dijadikan kawasan produksi.

Sementara untuk struktur hutan yang tersisa, blok tersebut seharusnya menjadi kawasan perlindungan.

Untuk menguatkan dukungan ini, dasar ilmiahnya adalah hasil survei potensi sumber daya hutan di kawasan tersebut.

“Yang kita lakukan adalah memasang sejumlah kamera trap di dalam hutan, melakukan analisis dan membuat dokumen untuk melengkapi data yang didapatkan. Dari sini kemudian bisa diketahui potensi sumber daya hutan, sehingga ketika kita mendorong perubahan status blok pada kawasan itu, juga terlihat jelas,” kata Zola.

Selama pemasangan kamera trap, Zola tentu tidak sendiri menjelajahi hutan.

Zola akan berangkat bersama tim survei yang terdiri dari sejumlah penduduk lokal.

Selama survei, bisa jadi hanya dia sendirian yang perempuan.

“Kadang takut juga sih, kalau di hutan hanya perempuan sendiri. Apalagi kita kegiatannya sampai berhari-hari. Alhamdulillah selama ini perjalanan saya selalu lancar, bahkan kalau kita sendirian perempuan, dijagain betul sama tim yang lain,” kata Zola sambil tersenyum.

Selama menjelajah hutan, sudah pasti tidak ada sinyal telepon, apalagi internet.

“Itu malah kadang asyik, kita benar-benar fokus melakukan pekerjaan, tidak perlu terkena virus-virus informasi yang tidak perlu,” kata Zola.

Selama menjelajah hutan, Zola punya manajemen yang baik.

“Misalnya tentang pakaian, berapa yang dibawa dan jenisnya gimana, supaya pas kita jalan di hutan tidak terlalu dibebani dengan barang-barang pribadi," kata Zola.

Bahkan, ketika akan tidur di hutan, juga perlu perhitungan untuk menentukan daerah yang aman.

"Kita lihat dulu kondisinya, biasanya di pinggir sungai. Tapi dilihat lagi kriterianya sungai, jangan sampai nanti kita tidur, sungainya malah meluap dan lain sebagaianya,” kata Zola.

Ketika masuk hutan, apalagi saat melakukan survei potensi satwa, Zola terkadang bertemu dengan satwa liar dan berbahaya.

“Khawatir tentu saja, pernah ketemu ular berbisa yang kalau menurut jenisnya mematikan. Untungnya ular tersebut tidak menggigit,” kata penggemar buku-buku sejarah ini.

Menurut Zola, sebelum masuk hutan ada serangkaian kegiatan yang dilakukan.

Misalnya melakukan riset untuk memahami kriteria hutan yang akan dimasuki.

Kemudian memahami larangan dan pantangan yang sudah ditetapkan masyarakat setempat.

“Tiap daerah berbeda pengetahuan mereka tentang hutan. Kita yang datang ke daerah itu tentu menyesuaikan saja. Misalnya karena saya perempuan, ada daerah yang dilarang masuk ke dalam hutan kalau lagi halangan, kita ikuti saja aturan itu," kata Zola.

Meneliti soal karbon

Perdagangan karbon memang masih sangat baru. Bagi banyak negara, praktiknya masih belum terlalu lancar.

Di Indonesia sudah ada beberapa yang berjalan dan berhasil mendapatkan manfaat dari perdagangan karbon. Salah satunya adalah Bukit Panjang Rantau Bayur di Kabupaten Bungo.

Dengan skema imbal jasa karbon sukarela, Hutan Lindung Bukit Panjang Rantau Bayur atau Bujang Raba mampu mendatangkan uang miliaran rupiah untuk masyarakat pengelolanya.



Inisiatif baik ini yang coba direplikasikan Warsi di berbagai tempat. Langkah awalnya adalah menghitung cadangan karbon di suatu wilayah.

Survei soal karbon mengantarkan Zola untuk melakukan perhitungan karbon di banyak lokasi hutan di Sumatera, bahkan Kalimantan.

Perjalanan ke banyak hutan dengan beragam tipe ini membuat semangat di hati Zola kian besar.

“Sumber daya alam kita masih banyak dan harus kita jaga dengan baik. Cara menjaganya melalui pengelolaan yang berkelanjutan. Skema perdagangan karbon, bagaimanapun nanti pengelolaannya yang ditetapkan pemerintah merupakan langkah maju mengelola hutan. Hutan tetap terpelihara, namun masyarakat di sekitarnya dan negara mampu untuk mendapatkan pendapatan dari stok karbon yang tersimpan di dalamnya,” kata Zola.

Zola yang sejak setahun ini aktif melakukan survei, semakin bersemangat untuk terus meneliti cadangan karbon di dalam suatu kawasan.

“Hutan dengan kerapatan tinggi, seperti hutan Kalimantan, cadangan karbonnya jauh lebih tinggi. Ketika masuk ke pasar karbon, tentu juga nilainya akan baik,” kata Zola.

Zola mengatakan, sebagian hutan di Sumatera berada dalam ancaman alih fungsi, sehingga tantanganya juga semakin kuat untuk menjaga dan mempertahankan.

“Insentif yang diterima masyarakat penjaga hutan adalah suatu peluang untuk mempertahankan hutan. Nilainya di situ, itu yang harus terus kita pelihara dan tentu butuh dukungan kita semua,” kata Zola.

Zola mengatakan, sumber daya hutan yang terus menipis membutuhkan langkah kolektif dari semua pihak, sehingga nantinya hutan mampu memberikan nilai tambah untuk masyarakat, tanpa harus kehilangan pepohonan.

"Bersama kita bisa menjaga hutan. Hutan lestari, masyarakat sejahtera,” kata Zola.

https://regional.kompas.com/read/2021/04/22/100635878/cerita-zola-gadis-penjelajah-hutan-yang-membawa-misi-penting

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke