Salin Artikel

Program Pemberdayan Hidroponik di Sulsel Diapresiasi Dompet Dhuafa, Mengapa?

KOMPAS.com – Dewan Pengawas Syariah Dompet Dhuafa yang dalam hal ini diwakili Ustadz Izzudin Abdul Manaf mengapresiasi program pemberdayaan hidroponik di Sulawesi Selatan (Sulsel) dikembangkan menjadi agroponik.

Menurutnya, hal tersebut dapat meningkatkan skala produksi lebih luas. Sebab, konsep tersebut meliputi produksi pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan.

Dia mengatakan itu saat meninjau program pemberdayaan hidroponik yang diinisiasi Dompet Dhuafa di Sulteng beberapa waktu lalu.

Rencana terbaru yang akan dimulai oleh manajemen pengelola kebun hidroponik adalah pembukaan budidaya lele dan penanaman rica (cabe).

Hal tersebut akan berpotensi dalam pengembangan skala bisnis kebun hidroponik tersebut.

"Semoga ini benar-benar berjalan dengan manajemen yang baik. Sehingga dapat terealisasi peningkatan levelnya dari hidroponik menjadi agroponik,” dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (7/4/2021).

Izzudin menilai, peningkatan tersebut diharapkan dapat membuat pertumbuhan pendapatan masyarakat penerima manfaat turut terdongkrak.

Dia juga mengatakan, masyarakat berharap program hidroponik tersebut dapat menjadi role model untuk program serupa dan menjadi benchmark bagi para pelaku usaha mikro yang bergerak dalam sektor yang sama.

Untuk menjadi role model, hidroponik harus terus berbenah, seperti penguatan dalam aspek kompetensi sdm petani, kapasitas media produksi dan manajemen produksi.

Dengan begitu, siklus tanam, semai, panen dan sirkulasi produksi bisa teratur. Hal ini penting untuk menjaga konsistensi volume produksi dalam memenuhi kebutuhan pasar.

Adapun, program tersebut merupakan langkah Dompet Dhuafa dalam mengelola amanah para donatur untuk pemulihan ekonomi pasca-gempa, tsunami dan likuifaksi melanda Sulawesi Tengah.

Program hidroponik yang diinisiasi Dompet Dhuafa bekerja sama dengan Care Internasional dan telah berjalan hampir genap setahun, yakni April 2020-April 2021.

Hadirnya program pemberdayaan berhasil membudidayakan komoditi sayur seperti selada, kangkung, sawi dan bayam.

Sejak bergulir, setidaknya sudah 10 kali panen dalam setahun ini. Setiap panen menghasilkan 400 lubang (hidroponik) dan per lubang diserap pasar dengan kisaran harga Rp 5.000.

Dengan begitu, dalam sekali panen, petani hidroponik rata-rata mendapatkan kurang lebih Rp 2.000.000.

Koordinator kebun hidroponik pemberdayaan Dompet Dhuafa Ismail pun bersyukur dengan adanya program ini.

"Alhamdulillah sebagian besar produk yang dihasilkan dari pemberdayaan hidroponik ini diserap langsung oleh salah satu pasar swalayan di Palu Grand Mall,” katanya.

Di luar itu, sudah ada beberapa pengepul sayur partai kecil yang memasarkannya untuk para penjual kebab.

Bahkan, saat ini sudah ada beberapa pihak pemasok pasar di Kota Makassar dan Pemasok Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang mengajukan Memorandum of Understanding (MoU) untuk menyuplai selada 50 kilogram (kg) per dua hari.

Ismail mengatakan, volume tersebut sangat menantang karena pasar sudah menilai dan produk bisa diterima dengan baik oleh konsumen.

Namun, lanjutnya, melihat kemampuan produksi yang belum sesuai harapan, maka permintaan MoU tersebut masih tertunda.

“Tentu ini menjadi cambuk produktif bagi manajemen kebun hidroponik, untuk segera merevitalisasi semua sektor untuk bisa bergerak dan bekerja sesuai harapan" harap Ismail.

https://regional.kompas.com/read/2021/04/07/19533871/program-pemberdayan-hidroponik-di-sulsel-diapresiasi-dompet-dhuafa-mengapa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke