Salin Artikel

Terapkan Protokol Kesehatan Ketat, Adat Dhukutan Tetap Digelar Saat Pandemi Covid-19

Di sana nampak warga setempat menggunakan pakaian adat lurik kembangan dan iket membawa sesaji yang terdiri dari pala wija, sayur dan nasi jagung.

Sesaji tersebut sebelumnya telah disiapkan warga Dusun Nglurah sejak Senin (17/1/2020) hingga Selasa (18/1/2020).

Biasanya, saat menyiapkan sesaji, semua warga Dusun Nglurah boleh terlibat, saling membantu, dan memasak beramai-ramai.

Namun, mengingat situasi pandemi Covid-19 belum usai, warga yang membantu dibagi ke dalam kelompok yang terdiri dari lima orang saja.

Sesaji yang telah ditata rapi dalam tampah itu selanjutnya didoakan sesepuh desa, dan diarak warga yang terbagi pada dua kelompok. Kemudian, dua kelompok ini saling melempar sesaji.

Kegiatan tersebut dinamakan prosesi tawur sesaji. Prosesi ini merupakan bagian dari adat Dhukutan.

Bagi masyarakat Dusun Nglurah, Dhukutan merupakan adat upacara ritual turun temurun berupa bersih desa.

Upacara yang dilaksanakan setiap Selasa Kliwon pada penanggalan kalender Jawa ini merupakan peringatan hari pernikahan Kyai Menggung dengan Nyi Rasa Putih. Hal ini tertulis pada situs purbakala Candi Menggung.

Kyai Menggung dengan Nyi Rasa Putih dipercaya warga berhasil mendamaikan warga Nglurah Lor dan Kidul yang sebelumnya selalu bertikai.

Tawur sesaji dalam adat Dhukutan merupakan simbol membuang energi negatif yang selama ini bersemayam dalam tubuh manusia.

Penyesuaian penyelenggaraan selama pandemi

Dalam acara tersebut, perwakilan panitia penyelenggara adat Dhukutan yang juga warga Nglurah, Sugeng (55) mengatakan, Dhukutan kali ini digelar lebih tertutup mengingat pandemi Covid-19 belum usai.

“Dhukutan kali ini digelar khusus untuk warga Nglurah saja, tidak boleh ada tamu dari luar daerah (seperti biasanya),” kata Sugeng dalam sambutannya saat membuka acara Dhukutan di Situs Menggung, Dusun Nglurah, Kabupaten Karanganyar, Rabu (19/1/2021).

Sugeng mengatakan, panitia melibatkan Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 untuk menjaga upacara adat agar tetap berjalan dengan lancar dan terhindar dari risiko terpapar Covid-19.

“Kami juga terus mengingatkan warga Nglurah untuk menerapkan protokol kesehatan, seperti menjaga jarak, menggunakan masker dan mencuci tangan,” katanya.

Menurut Sugeng, meski digelar dengan suasana berbeda, hal ini tidak mengurangi makna adat Dhukutan.

Pada akhir sambutannya, ia juga mengajak seluruh masyarakat untuk berdoa agar pandemi Covid-19 segera berakhir sehingga semuanya bisa kembali normal.

Sementara itu, salah seorang warga Solo, Risang (22) yang sudah datang mengaku kecewa lantaran tidak diizinkan masuk ke Dusun Nglurah untuk melihat upacara adat Dhukutan.

“Sewaktu mau masuk Dusun Ngurah disuruh putar balik dan diberi tahu petugas kalau pendatang tidak boleh ikut melihat Dhukutan,” katanya.

Meski demikian, Risang bisa memaklumi mengingat Covid-19 belum usai. Ia sadar, adat Dhukutan berpotensi menimbulkan kerumunan jika tidak dijaga dengan ketat.

“Biasanya, tamunya pasti dari Solo dan sekitarnya. Pasti banyak (yang datang),” katanya.

Sebelum pandemi, Risang mengaku beberapa kali mengunjungi Dusun Nglurah untuk melihat adat Dhukutan.

https://regional.kompas.com/read/2021/01/21/20292991/terapkan-protokol-kesehatan-ketat-adat-dhukutan-tetap-digelar-saat-pandemi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke