Salin Artikel

Hutan Desa Rimbo Pusako Terancam "Illegal Logging" dan Ekspansi Perusahaan HTI

Hutan desa seluas 2.752 hektar ini merupakan penyangga Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD).

Warga Desa Jelutih, Kecamatan Bathin XXIV, Kabupaten Batanghari, Jambi berharap pemerintah turun tangan dengan membuat regulasi, agar hutan desa dapat dikelola secara mandiri dan berkelanjutan.

"Kami berharap pemerintah hadir, agar perambahan hutan desa dapat dihentikan," kata Ketua Lembaga Hutan Desa (LPHD) Rimbo Pusako Jelutih, M Rofi melalui pesan singkat, Selasa (3/11/2020).

Dia mengakui masyarakat memang mengalami kesulitan di masa pandemi dan harga karet turun. Kondisi ini, seharusnya bukan menjadi alasan untuk merambah hutan.

Dia mengatakan potensi hasil hutan kayu memang besar di dalam hutan desa Rimbo Pusako. Semenjak 2011 lalu, keluar izin pemerintah, belum pernah dilakukan pemanfaatan hasil hutan.

Hutan desa Rimbo Pusako, sambung Rofi telah mengalami tekanan kuat dari pelaku perambahan dan illegal logging.

“Perlu penataan kegiatan hasil hutan kayu dari hutan desa, untuk menghentikan aktivitas perambahan hutan desa,” kata Rofi menjelaskan.

Hasil evaluasi perhutanan sosial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama pemerintah daerah, September lalu, merekomendasikan perlunya LPHD yang dapat memanfaatkan hasil hutan kayu secara berkelanjutan.

LPHD sangat mengharapkan adanya revisi rencana pengelolaan hutan desa sesuai rekomendasi KLHK.

Menurutnya, LPHD ingin sekali dapat mengelola hutan desa secara mandiri.

Masuk kawasan hutan produksi

Terkait permintaan masyarakat, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Kabupaten Batanghari, Andri Yushar mengatakan jika tuntutan masyarakat sangat bisa dilakukan.

Pasalnya, hutan desa Rimbo Pusako, berada pada kawasan fungsi hutan produksi.

Dia menekankan agar pengelolaan nantinya mengikuti regulasi, dengan tidak menebang kayu alam.

"Boleh dipanen, asalkan dari tanaman sendiri oleh LPHD yang merupakan masyarakat sekitar hutan," kata Andri menjelaskan.

Merespons adanya perambahan dan ilegal logging, Andri sudah melakukan pencegahan dan menghentikan penjualan kayu dengan barcode asal usul kayu.


Cegah ekspansi HTI

Asrul Aziz Sigalingging, Koordinator Projek KKI Warsi, mengatakan dibutuhkan penguatan pemegang izin perhutanan sosial.

Dia khawatir area perhutanan sosial sekarang, rentan menjadi sasaran ekspansi perusahaan HTI.

Dugaan Aziz, regulasi perhutan sosial menghambat perusahaan HTI, untuk leluasa mendapatkan izin penguasaan hutan. Bahkan memanfaatkan area hutan di luar konsesinya.

Menurut Aziz, perusahaan berpeluang 'menunggangi' masyarakat yang memiliki izin perhutanan sosial, dengan kerja sama menanam tanaman perusahaan HTI.

Ketika ditanya apakah pola kerja sama antara perusahaan HTI dan masyarakat pemegang izin itu melanggar aturan, Aziz mengatakan tidak adan undang-undang yang melarang.

“Namun prosedur kerja sama kemitraan itu memang harus dilalui dengan proses yang benar dan akuntabel,” kata Aziz.

Aziz mengingatkan jangan sampai terjadi perusahaan di balik izin perhutanan sosial.

"Karena perhutanan sosial itu kan, pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Jangan izinnya saja punya masyarakat tapi pengelolaan real-nya malah di tangan korporasi,” terang Aziz.

Untuk itu, Warsi mendorong pengelola hutan desa Rimbo Pusako, memahami tata kelola hasil hutan kayu, sebelum masyarakat merevisi rencana pengelolaan hutan desa mereka.

Secara akses dan topografi hutan desa Jelutih ini sangat berpotensi tapi pada saat bersamaan juga sangat rentan dimanfaatkan jadi areal ekspansi HTI Apalagi hutan desa Jelutih merupakan penyangga bagi TNBD.

“LPHD Rimbo Pusako Jelutih harus paham ketentuan pemanfaatan hasil hutan kayu di area perhutanan sosial terutama dalam skema hutan desa,” tutup Azis.

https://regional.kompas.com/read/2020/11/03/21035961/hutan-desa-rimbo-pusako-terancam-illegal-logging-dan-ekspansi-perusahaan-hti

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke