Salin Artikel

Duduk Perkara 60 Tenaga Medis Ogan Ilir Mogok Kerja, Berawal dari APD Minim dan Masalah Intensif

Mereka kemudian mendatangi DPRD setempat pada Senin(18/8/2020).

Kedatangan mereka sebagai bentuk protes terkait perlindungan mereka saat menangani pasien Covid-19.

Tak hanya itu. Mereka mempertanyakan terkait transparansi insentif yang mereka dapatkan.

Menurut sumber Kompas.com, risiko yang diterima para petugas medis tersebut tak sebanding dengan kesejahteraan yang diterima.

Gaji yang mereka terima hanya Rp 750.000 per bulan. Sementara alat pelindung diri (APD) di rumah sakit tersebut sangat minim.

Bahkan insetif yang dijanjikan pemerintah daerah setempat dinilai tidak jelas.

“Tenaga paramedis tidak mau melaksanakan perintah pihak rumah sakit karena tidak ada surat tugas, selain itu tidak ada kejelasan soal insentif bagi mereka. Mereka hanya menerima honor bulanan sebesar Rp 750 ribu, sementara mereka diminta juga menangani warga yang positif Covid-19,” jelas sumber tersebut.

“Pertama soal transparansi insentif atau uang lelah yang tidak diketahui rinciannya. Kedua masalah perlindungan karena sebagai garda terdepan penanganan Covid-19 kami butuh perlindungan APD yang standar. Ketiga rumah singgah yang representatif untuk kami berganti pakaian sebelum pulang ke rumah,” kata Dita Puji, Senin.

Ia juga menepis tuduhan pihak manajemen RSUD Ogan Ilir yang mengatakan jika mereka mogok kerja karena takut menangani pasien Covid-19.

“Tidak benar kalau dikatakan kami takut menangangi pasien Covid-19, kami garda terdepan pak, tidak hanya Covid-19 tapi kami menangani seluruh pasien tertular,” jelas Dita Puji.

Hal tersebut menanggapi pernyataan Direktur RSUD Ogan Ilir Roretta Arta Guna Riama, Minggu (17/5/2020).

Roretta sempat membantah berita yang mengatakan bahwa mogoknya tenaga medis itu karena soal insentif, APD yang tidak standar atau soal rumah singgah yang tidak tersedia.

Kala itu Roretta mengatakan penolakan tenaga medis itu karena mereka ketakukan menangani pasien Covid-19.

“Mereka lari ketakutan saat melihat ada pasien yang positif Covid-19," jelas Roretta.

“Tidak ada tenaga dokter, mereka para tenaga medis seperti perawat dan sopir ambulans, mereka itu takut menangani pasien positif Covid-19, itu saja, bukan karena soal lain,” tambah Roretta.

Terkait soal insentif, Roretta mengatakan sudah disiapkan. Namun untuk besarannya ia mengaku lupa.

Sedangkan untuk rumah singgah bagi tenaga medis juga sudah disiapkan sebanyak 35 kamar di Komplek DPRD Ogan Ilir.

“Untuk besaran jumlahnya saya tidak hapal, sedangkan untuk rumah singgah kita siapkan 35 kamar di kompek DPRD Ogan Ilir,” jelasnya.

Roretta membantah jika tenaga medis itu sudah dipecat. Namun ia membenarkan jika mereka tetap tidak masuk kerja maka akan ada sanksi displin.

“Kita tidak memaksa, jika mereka tetap tidak mau masuk kerja ya silakan, kita juga sudah membuka penerimaan untuk tenaga paramedis baru mulai senin, kita tidak bisa menunggu sebab penanganan pasien positf Covid-19 harus tetap berjalan, apalagi Ogan Ilir per hari ini pasien positif Covid-19 sudah mencapai angka 40 orang ” jelas Roretta.

Untuk itu Komisi IV DPRD Ogan Ilir jelas Rizal, akan mencari jalan keluar dan memfasilitasi kedua belah pihak terutama yang berkaitan dengan poin-poin yang menjadi tuntutan tenaga paramedis tersebut.

"Kami menyesalkan adanya kejadian seperti ini," katanya.

"Kami juga sudah menerima perwakilan para tenaga medis, ada beberapa tuntutan yang mereka sampaikan terkait penanganan pasien yang khusus terpapar Covid-19. Ini akan kita fasilitasi ke pemerintah Kabupaten Ogan Ilir."

Rizal juga memberi peringatan kepada RSUD Ogan Ilir, sebelum permasalahan itu selesai, tidak boleh ada pemberhentian satu pun tenaga medis yang mogok.

“Tadi kami sudah memberi warning (peringatan) kepada pihak manajemen RUSD Ogan Ilir agar jangan sampai ada pemberhentian satupun sampai masalah ini selesai,” tegasnya.

Sementara itu usai dipanggil DPRD Ogan Ilir, Senin (18/5/2020), Direktur RSUD Ogan Ilir Dokter Rorreta Arta Guna Riama mengatakan pihaknya ingin tenaga medis yang mogok bergabung lagi dengan tenaga medis lain di RSUD Ogan Ilir.

“Miskomunikasi saja, kami sebenarnya tidak menginginkan mereka berhenti, kami ingin mereka bergabung kembali bersama-sama kami menangani Covid-19 ini, cuma pihak manajemen meminta mereka mau menandatangi surat komitmen bersedia menangani pasien Covid-19,” kata Roretta.

“Apapun tuntutan mereka sudah kami penuhi jadi kalau mau bergabung dengan silahkan datang kembali bekerja,” tegasnya.

Roretta juga membantah bahwa tenaga medis yang mogok itu tidak masuk dalam surat tugas penanganan Covid-19.

Menurut Roretta di dalam SK Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Ogan Ilir ada satu poin yang menyatakan seluruh staf RSUD Ogan Ilir masuk dalam gugus tugas.

“Di dalam SK gugus tugas itu dalam satu poin bahwa seluruh staf (RSUD Ogan ilir) masuk ke dalam gugus tugas, berarti mereka masuk,” terang Roretta.

Roretta meyakinkan bahwa APD yang mereka punya lengkap dan standar termasuk rumah singgah pun sudah disiapkan untuk para medis.

“APD kami sangat lengkap sesuai standar karena APD itu sesuai dengan levelnya 1,2 dan 3, untuk rumah singgah juga siap di komplek DPRD Ogan Ilir dan di guest house, sedang soal insentif yang kami usulkan sebesar Rp 150.000 per hari dengan catatan jika ada kasus,” ungkapnya.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Amriza Nursatria | Editor: Aprillia Ika, Aprillia Ika)

https://regional.kompas.com/read/2020/05/19/06060011/duduk-perkara-60-tenaga-medis-ogan-ilir-mogok-kerja-berawal-dari-apd-minim

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke