Salin Artikel

Cerita Prajurit TNI 9 Hari Tidur di Hutan untuk Padamkan Api Karhutla

Bahkan, pasukan berseragam loreng ini terpaksa bermalam di hutan demi memadamkan api.

Danramil 01/Rengat Kapten Inf Legimin mengatakan, masih kesulitan mengatasi kebakaran lahan gambut.

"Sekarang di Pulau Gelang masih terbakar. Kami malam di hutan, dan sudah memasuki malam ke sembilan," kata Legimin, saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (10/9/2019). 

Dia menyebutkan, sebanyak 25 prajurit tidur di hutan dengan mendirikan satu tenda.

Prajurit itu terdiri dari Koramil 01/Rengat jajaran Kodim 0302/Inhu dan BKO dari Arhanud 13 B Pekanbaru.

Prajurit, kata Legimin, selama bermalam di hutan dibekali dengan senjata api untuk berjaga-jaga dari binatang buas.

"Karena yang namanya hutan kan pasti banyak hewan buas. Salah satunya beruang yang sering dilihat masyarakat setempat," kata Legimin.

Tapi selama bermalam di hutan, dia mengaku prajurit belum ada menjumpai hewan buas tersebut. Meski begitu, prajurit tetap selalu waspada.

Apalagi lokasi karhutla berada di sekitar kawasan hutan Suaka Margasatwa (SM) Kerumutan, yang merupakan habita harimau sumatera, beruang, buaya dan sebagainya.

"Kalau Kerumutan memang masih jauh, tapi anggota tetap berjaga-jaga dengan dibekali senjata," sebutnya.

Legimin menjelaskan, luas hutan dan lahan yang terbakar di Desa Pulau Gelang sudah mencapai ratusan hektar. Rata-rata lahan yang terbakar milik masyarakat.

Pemadaman kebakaran seluas itu, prajurit harus bertaruh nyawa. Mereka terpaksa meninggalkan istri hingga makan seadanya di hutan.

Legimin mengaku, hal seperti itu sudah biasa bagi seorang prajurit TNI.

"Ya, itulah apa adanya, namanya juga di hutan. Kalau kami sih udah biasalah, tapi yang penting keselamatan dulu yang kami utamakan," ungkap Legimin.

Dia mengatakan, prajurit bermalam di hutan karena jarak tempuk ke titik api sangat jauh. Tidak hanya jalan darat, tapi juga harus melewati sungai menggunakan perahu.

Untuk lokasi pertama, jarak tempuh sekitar 30-45 menit naik perahu. Jika masuk dari Desa Sukajadi sekitar 15 menit naik perahu.

Tambah dia, dengan bermalam di hutan, pemadaman karhutla bisa lebih cepat dilakukan untuk mengatasi penyebaran titik api. Pemadaman dilakukan dengan menggunakan mesin pompa air.

Selama lebih kurang sepekan digempur, ujar Legimin, sebagian besar api dipermukaan lahan gambut sudah berhasil dipadamkan. Namun, bara api yang masih ada di dalak gambut terus mengeluarkan asap.

"Kita memang sangat terkendala apabila asap tebal. Karena tidak mudah memadamkan api di dalam gambut," akuinya.

Upaya pemadaman tidak hanya dilakukan oleh prajurit TNI saja, tapi juga  bergabung dengan tim lainnya, dari kepolisian, Manggala Agni, BPND dan masyarakat tempatan.

Namun, sangat jarang bertemu dengan tim lainnya karena pemadaman dilakukan dengan cara terpisah-pisah.

"Kalau kami pemadaman di sisi barat, gabung sama masyarakat dan pemilik kebun (yang terbakar). Di sisi timur ada BPBD, Manggala Agni dan Polres Inhu. Jadi kami jarang bertemu," kata Legimin.

Menurutnya, hingga saat ini tidak ada kendala yang signifikan di lokasi pemadaman. Hanya saja pemadaman api dalam gambut membutuhkan waktu yang sangat lama.

Untuk sumber air cukup. Kendalanya hanya asap tebal.

Ditanya sampai kapan prajurit bermalam di hutan demi memadamkan api, Legimin mengaku belum bisa memastikan

"Ya, belum bisa dipastikan. Tergantung intruksi dari komandan Kodim lah nanti. Tapi kalau masih terbakar, gak ada hujan, ya masih malam di hutan," akuinya.

Selain di Desa Pulau Gelang, pemadaman karhutla juga sedang dilakukan di Desa Sungai Guntung, Kecamatan Rengat, Inhu.

Diketahui di sekitar Sungai Guntung kembali terjadi kebakaran. Bahkan sudah memasuki hutan penyangga (SM) Kerumutan.

Upaya yang dilakukan petugas gabungan saat ini yakni dengan membuat penyekatan untuk mencegah meluasnya kebakaran.

"Kita hanya bisa menyekat kepala api. Kalau kita pemadaman di tengah susah, karena asap pekat dan juga beresiko tinggi," kata Legimin.

Sementara itu, dampak dari karhutla menyebabkan kabut asap sudah merata menyelimuti Bumi Lancang Kuning.

Sedangkan dampak kabut asap, mengakibatkan banyak warga yang menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

Bahkan, sejak dua hari terakhir, di Kota Pekanbaru, Riau, kabut asap semakin pekat. Jarak pandang pada pagi hari hanya sekitar satu kilometer.

Akibat kabut asap yang pekat, dan udara tidak sehat, sekolah di Pekanbaru diliburkan, karena bahaya bagi kesehatan anak-anak.

Pemerintah Provinsi Riau juga mengimbau masyarakat untuk mengurangi aktivitas di luar rumah, agar tidak terpapar asap.

https://regional.kompas.com/read/2019/09/10/15073891/cerita-prajurit-tni-9-hari-tidur-di-hutan-untuk-padamkan-api-karhutla

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke