Salin Artikel

Kisah Perajin dan Pemusik Sasando, Menangis Saat Pertama Kali Terima Bantuan

Perajin sekaligus pemain musik petik Sasando asal Desa Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang itu, kini telah terbantu dengan mesin modern untuk membuat alat musik asli Kabupaten Rote Ndao itu.

Selama ini, Djitron hanya mengandalkan beberapa peralatan sederhana untuk pembuatan Sasando.

Peralatan itu peninggalan dari sang ayah, almarhum Yeremias Aogust Pah sejak 1970-an.

Yeremias Aogust Pah tercatat pernah dianugerahi gelar maestro (seniman senior) Sasando oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata pada 2007 silam.

Adapun, peralatan yang diterima Djitron di antaranya mesin bor, mesin gurinda, mesin pintal senar, mesin jahit juki dan mesin pemipih.

Ada juga mesin gergaji ukir jigsaw, papan nama neon box, meja kerja dan lemari pajangan.

Sejumlah peralatan itu, diserahkan langsung oleh empat orang dosen Politeknik Negeri Kupang.

Rasa bahagia Djitron tak bisa Ia sembunyikan. Pria berusia 35 tahun itu terus tersenyum sambil mencoba semua peralatan baru itu satu per satu.

Djitron bersama saudaranya menghuni rumah peninggalan orangtuanya di Jalan Timor Raya kilometer 22, Desa Oebelo.

Kanan dan kiri rumah berbahan kayu itu cukup tandus. Hanya daun kelapa dan pohon lontar yang menjadi pewarna halaman tempat usaha Djitron.

Lokasi pembuatan Sasando menempel persis di sisi kiri rumah. Bengkel tersebut cukup sederhana.

Dindingnya terbuat dari bambu dan lantainya masih berupa tanah. Ukurannya 3×5 meter.

Aneka perkakas seperti gunting, obeng, dan tang tertata rapi di sebuah meja kayu yang berukuran 1×2 meter.

Dari usaha pembuatan Sasando itu, Djitron mempekerjakan lima orang karyawan termasuk kerabatnya.

"Tadi waktu kasih turun mesin di sini, saya terharu dan saya cari tempat untuk menangis. Tadi ada karyawan saya yang tanya kenapa menangis, saya bilang terharu bukan karena sedih, tapi bahagia," ujar Djitron, saat diwawancarai Kompas.com, Selasa sore.

Djitron pun bersyukur, karena akhirnya bisa memiliki peralatan modern setelah puluhan tahun bekerja memproduksi Sasando dengan peralatan manual yang sederhana.

Djitron mengakui bahwa jika menggunakan peralatan sederhana, pembuatan satu buah Sasando memakan waktu lama, sehingga banyak pesanan dari para pembeli terpaksa ditolak.

Menurut Djitron, peminat alat musik Sasando bukan hanya dari dalam negeri saja, tapi juga dari luar negeri seperti Asia, Eropa dan Amerika.

"Kalau menggunakan peralatan sederhana, produksinya sangat lambat. Malah banyak pesanan yang kita tidak bisa terima, karena berhubung waktu," kata Djitron.

Djitron mencontohkan, jika menggunakan peralatan sederhana, dalam seminggu hanya bisa produksi satu sasando berukuran besar.

Namun, jika menggunakan alat yang baru ini, dia optimistis bisa memproduksi lima sampai enam Sasando dalam sepekan.

"Kita akan produksi mulai dari souvenir hingga Sasando ukuran besar. Sasando yang kita produksi ini ada 15 bentuk atau ukuran,"sebut Djitron yang sudah berkeliling dunia dengan bermain Sasando.

Untuk suvenir kata Djitron, dijual mulai Rp 25.000 hingga ratusan ribu rupiah. Sedangkan, alat musik Sasando, dijual mulai dari Rp 2,5 juta hingga Rp 15 juta.

Menurut Djitron, selama ini ia belum pernah mendapat perhatian dari pemerintah daerah.

Salah satu bantuan yang dibutuhkan adalah peralatan modern untuk membuat Sasando.

Meski begitu, Djitron tetap yakin usaha yang digelutinya bisa berhasil dan meningkatkan kehidupan ekonomi.

Djitron pun berharap, usaha pembuatan Sasando ini bisa juga diproduksi oleh banyak orang, sehingga Sasando bisa dikenal luas.

"Saya ingin Sasando bisa mendunia seperti gitar," kata Djitron.

program kemitraan masyarakat melalui Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

"Ini bantuan dari Kemenristek Dikti, khusus untuk program pengembangan produk unggulan daerah yang menyentuh produk-produk yang diharapkan bisa dieskpor," ujar Melsiani.

Menurut Melsiani, tujuan dari bantuan peralatan ini agar mitra usaha kecil menengah, pangsa pasarnya bisa lebih luas.

"Sebenarnya alat musik Sasando ini sesuatu yang luar biasa. Namun, produksinya sangat manual, sehingga kita terpanggil untuk membantu peralatan produksi.

Melsiani berharap, peralatan yang diberikan itu bisa dijaga, dipelihara dan difungsikan dengan baik dan benar.

"Kalau rusak, tentu mereka bisa koordinasi dan kosultasi dengan kami. Kami ini sebagai mitra dan akan berkelanjutan programnya," kata Melsiana.

https://regional.kompas.com/read/2019/08/29/07000081/kisah-perajin-dan-pemusik-sasando-menangis-saat-pertama-kali-terima-bantuan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke