Salin Artikel

Kisah Lo Ngin Buk, Panti Lansia yang Berdiri sejak Era Belanda di Bangka

PANGKAL PINANG, KOMPAS.com — Yohana (80) duduk di atas kursi roda sembari menopang dagu. Pandangan matanya lurus menatap lorong di depannya.

Yohana tidak sendiri di lorong itu. Ada sejumlah lansia lain yang duduk di kursi roda masing-masing.

Yohana bergerak menoleh saat Kompas.com datang menghampiri.

Ia telah menghuni Panti Siti Anna di Selindung Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung, sejak enam tahun lalu.

"Dulunya saya tinggal di Jakarta. Bantu jaga anak ponakan saudara di sana," kata Yohana saat berbincang dengan Kompas.com, Sabtu (24/8/2019).

Yohana tidak punya anak karena tidak menikah. Ia pun mengaku hidup sendiri sebagai jalan hidup yang sudah ditentukan Yang Mahakuasa.

"Soal jodoh dari atas. Teman laki-laki banyak, tapi tidak menikah," ujar Yohana.

Sesekali keluarganya datang menjenguk. Di situ Yohana bisa melepas kerinduan. Bercengkerama dan berbincang banyak.

"Syukur masih sehat di sini," ujar Yohana sembari tersenyum.

Tak lama kemudian seorang perawat datang menjemput. Yohana pun dibawa untuk sarapan pagi.

Pengurus Panti Lansia Siti Anna, Hendra, mengatakan, panti tersebut dikelola biarawati Kongregasi Keluarga Suci (KKS) Pangkal Pinang.

Berdiri sejak 20 tahun lalu panti di bawah Keuskupan Pangkal Pinang ini menampung 51 lansia yang terdiri dari 17 laki-laki dan 34 perempuan.

Rata-rata umur penghuni panti 60 tahun ke atas. Biaya operasional menganut sistem subsidi silang. Besaran iuran tergantung dari kemampuan dan kondisi lansia.

"Keluarga mampu bisa mendonasikan lebih," kata Hendra.

Dia menuturkan, selama di panti, penghuni menjalani rutinitas, seperti senam pagi, fisioterapi, doa ibadah, dan berkebun.

"Kami kembangkan juga sayur-sayuran hidroponik," ucapnya.

Sejak masa Belanda

Pengelolaan panti khusus lansia telah berlangsung sejak zaman kolonisasi Belanda.

Dulunya banyak panti berdiri, tetapi saat ini tinggal satu yang beroperasi, yakni Panti Lansia Siti Anna.

Panti lansia banyak ditutup karena terbatasnya anggaran oprasional.

Seperti di Sei Selan, Bangka, pernah ada panti lansia yang salah satu biayanya diambil dari usaha susu sapi perah.

Belakangan susu sapi kurang diminati masyarakat sehingga penjualan menyusut yang berimbas pada penghasilan panti.

Sejarawan Pangkal Pinang, Akhmad Elvian, mengatakan, pada 1934 pemerintah Hindia Belanda membuat pusat perawatan bagi orangtua atau jompo bekas pekerja tambang timah di Pulau Bangka yang disebut dengan Lo Ngin Buk. 

Selanjutnya pada 1935 pengelolaan Lo Ngin Buk diserahkan kepada gereja Katolik, yaitu kepada bruder-bruder Budi Mulia. 

Lo Ngin Buk yang tersebar di seluruh Pulau Bangka kemudian ditutup.

"Untuk membiayai Lo Ngin Buk, para bruder Budi Mulia memelihara sapi perah, yang hasil susunya kemudian dijual ke masyarakat," kata Elvian.

Peternakan sapi perah di Lo Ngin Buk pada 1980 ditutup karena dinilai tidak ekonomis lagi.

https://regional.kompas.com/read/2019/08/24/12082251/kisah-lo-ngin-buk-panti-lansia-yang-berdiri-sejak-era-belanda-di-bangka

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke