Salin Artikel

Penjelasan Kemensos soal Penolakan Hibah Tanah SLB yang Diajukan Pemprov Jabar

KOMPAS.com – Kementerian Sosial Republik Indonesia (Kemensos RI) memastikan telah mengantongi bukti sah berupa sertifikat kepemilikan atas tanah dan aset di lokasi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna Jalan Pajajaran No 51 dan 52, Bandung.

“Kami pastikan bahwa aset berupa tanah dan bangunan di Jalan Pajajaran No. 51 dan 52 tersebut, secara yuridis milik Kemensos dengan bukti sertifikat yang sah,” kata Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Edi Suharto, di Jakarta, Jumat (9/8/2019) seperti rilis yang diterima Kompas.com.

Edi menjelaskan, di dalam lokasi BRSPDSN Wyata Guna, memang berdiri Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) A Kota Bandung, di bawah pengelolaan pemerintah daerah.

Edi mengatakan, Kemensos telah memberikan hak pinjam pakai kepada SLBN A Kota Bandung, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor: 78/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara dengan tidak mengubah fungsi dari pelayanan rehabilitasi sosial.

Menurut Edi, hal ini sesuai dengan permintaan Yayasan SLBN A Kota Bandung untuk melakukan pinjam pakai melalui surat Nomor 4 tahun 2019 tertanggal 18 Januari 2019.

Dalam perkembangannya, lanjut Edi, pemerintah Provinsi Jawa Barat mengirimkan surat permohonan hibah tanah 15.000 m2 dengan surat Nomor 032/2942/BKD/07/2019 tanggal 9 Juli 2019.

Kementerian Sosial juga telah merespon surat permohonan hibah tersebut dengan Surat Tanggapan Atas Hibah Tanah dan Bangunan Jalan Pajajaran No. 51 dan 52, dengan surat No. 96.MS/C/07/2019 pada tanggal 25 Juli 2019.

Pada surat tanggapan tersebut, antara lain Kemensos menyatakan bahwa tanah dan bangunan yang berlokasi di Jalan Pajajaran Nomor 51 dan 52 tercatat sebagai milik Kementerian Sosial.

Kemensos juga menjelaskan, di lokasi tersebut akan segera dikembangkan Balai Rehabilitasi Sosial Disabilitas Terpadu berstandar internasional.

“Nantinya, akan disiapkan fasilitas sebagai kajian model, penanganan disabilitas bagi pelayanan kesejahteraan sosial seluruh Indonesia,” kata Edi.

Edi menambahkan, kebijakan terminasi atau penghentian layanan merupakan bagian penting dalam tahapan rehabilitasi sosial dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.

“Kemensos memastikan, kebijakan terminasi sudah menempuh semua prosedur tersebut. Selain mengacu pada regulasi yang berlaku, terminasi juga untuk menciptakan kesempatan sama bagi penyandang disabilitas lain yang belum tersentuh layanan,” ujarnya.

Perihal kelangsungan SLBN A yang selama ini beraktivitas di Balai Wiyata Guna dengan sistem pinjam pakai, diharapkan Pemda Jabar bisa membantu mencari solusi dan jalan keluarnya, sehingga semuanya berjalan dengan baik.

Revitalisasi balai bisa dilaksanakan Kemensos, dan kelangsungan SLBN A bisa tetap berjalan dengan di fasilitasi oleh Pemda Jabar.

Lakukan pendekatan persuasif

Sementara itu, Kepala BRSPDSN Wyata Guna Bandung Sudarsono mengatakan, menghentikan layanan terhadap penyandang disabilitas dengan pendekatan persuasif.

“Kami pastikan dilakukan dengan pendekatan persuasif tanpa ada tindakan kekerasan. Layanan rehabilitasi di balai ini kan berbatas waktu. Sementara ada beberapa penerima manfaat yang sudah melewati masa pembinaan, bahkan mereka sudah 17 tahun di sini. Itu pun sebelumnya masih kami beri toleransi untuk tinggal,” katanya di Bandung, Jumat.

Sudarsono mengatakan, ada Penerima Manfaat (PM) yang sudah terlalu lama menghuni balai dan sudah memasuki masa kuliah.

“Masa pembinaan terhadap mereka berakhir pada Juni 2019. Namun, kami masih toleransi sampai Juli 2019. Nah setelah masuk bulan Agustus, karena masa layanan sudah selesai, tentu kami hentikan layanannya. Termasuk pemberian makanan,” katanya.

Selanjutnya mereka diminta dengan persuasif untuk meninggalkan balai, karena cukup banyak penyandang disabilitas yang menunggu untuk mendapat layanan.
“Kami punya daftar pemohon layanan. Cukup banyak. Dan di antara waiting list ini ada yang menunggu selama 5 tahun,” katanya.

Ia memastikan, untuk PM yang masih bersekolah di tingkat SD, SMP dan SMA, masih mendapat layanan.

Peran Pemda

Di bagian lain, Sudarsono menyatakan pembinaan terhadap penyandang disabilitas tidak hanya berada di pundak Kemensos. Pihak lain yang juga punya kontribusi adalah orangtua, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Pada Februari 2019 lalu, balai sudah mengundang unsur-unsur Pemda seperti Kepala Dinas Sosial di lingkungan tugas BRSPDSN Wyata Guna, Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS). Kami menjelaskan peran dan tanggung jawab Balai, peran Pemda, dan masyarakat bagaimana bersama-sama melakukan pembinaan terhadap penyandang disabilitas

Pada UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengamanatkan, pengelolaan layanan dasar penyandang disabilitas merupakan kewenangan daerah yang diselenggarakan melalui panti.

Salah satu ketentuan dalam UU No. 23 Tahun 2014 mengatur bahwa layanan dasar untuk penyandang disabilitas, dilaksanakan oleh Pemda. Adapun Kemensos lebih ditekankan pada pembinaan layanan lanjut.

Kemensos sudah menyerahkan 120 panti yang awalnya dikelola sendiri kemudian diserahkan kepada Pemda. Dengan langkah ini, Panti – panti tersebut sudah menjadi kewenangan dan aset Pemda sepenuhnya.

https://regional.kompas.com/read/2019/08/10/18523871/penjelasan-kemensos-soal-penolakan-hibah-tanah-slb-yang-diajukan-pemprov

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke