Salin Artikel

Kisah Gubernur Terjebak 9 Jam di Jalur Rusak Jalan Trans Papua Barat

MANOKWARI.KOMPAS.com - Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan merasakan langsung rusaknya ruas Jalan Trans Papua Barat, yang menghubungkan Kabupaten Manokwari Selatan dengan Kabupaten Teluk Bintuni, tepatnya di Kampung Mameh, Distrik Tahota, Kabupaten Manokwari Selatan.

Hal ini dirasakan Gubernur Papua Barat saat melakukan kunjungan kerja ke Distrik Moskona, Kabupaten Teluk Bintuni, Sabtu (15/6/2019) lalu.

Bahkan, ia mengaku hanya bisa duduk dan tidur di dalam mobil yang ditumpangi, sebelum ditarik keluar dari jalan berlumpur oleh alat berat.

"Sekitar sembilan jam, kami terjebak di jalur berlumpur di Distrik Tahota, dan baru bisa keluar setelah ditarik oleh alat berat," ungkap Dominggus, melalui rilis yang diterima, Jumat (21/6/2019).

Dominggus mengatakan, Jalan Nasional Trans Papua Barat ini memang sudah masuk dalam penanganan Balai Jalan dan Jembatan Papua Barat dan sudah dilakukan penimbunan dan pengerasan.

"Pekerjaan sudah dilakukan oleh pihak Balai Jalan Nasional. Memang ada beberapa titik pengerjaan yang berat. Apalagi di saat kondisi cuaca hujan," terang Dominggus.

Menurut Dominggus, Balai Jalan dan Jembatan Papua Barat mengerjakan perbaikan jalan tersebut sesuai dana yang dianggarkan tahun 2019.

Selain itu, pengerjaan jalan sempat terkendala, karena rute jalan ini juga sering dilalui kendaraan perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang ada di sekitar area, yakni di Distrik Tahota.

“Sempat ada pertemuan dihadiri Deputi Infrastruktur Kepresidenan, bersama perusahaan HPH, Balai Jalan dan Jembatan, serta Pemerintah Provinsi Papua Barat," ucap Dominggus.

"Hasil yang disepakati, perusahaan HPH mengurangi kendaraan beratnya lewati jalan dan perhatikan jenis kendaraannya, ketika nanti jalan telah diaspal," sambung Dominggus.

Sebelumnya, Kepala Satker Pelaksana Jalan Nasional (PJN) Wilayah IV Bintuni, Benny mengatakan kondisi lapangan yang terus diguyur hujan, menyebabkan pekerjaan baru dapat dilakukan sebagian.

"Kerusakannya hanya tersisa 3 kilometer, yang 2 kilometer sudah dikerjakan," ujarnya.

Pihaknya berharap masyarakat berhati-hati saat melintas jalur tersebut dan agar bersabar karena kondisi jalan yang masih rusak.

"Solusinya tinggal tunggu cuaca saja. Kalau cuaca panas atau mendukung baru bisa kerja, kalau tidak yah tetap begini terus," ungkapnya, Sabtu (8/6/2019) lalu.

"Kapan pun dikerjakan dan dikeruk, tetap begini terus. Saya mau coba tambah alat lagi, setidaknya saat hujan, bisa mengurangi kerusakan," terangnya.

Sementara, hal berbeda dialami oleh para sopir angkutan umum, yang harus terjebak hingga terpaksa bermalam di jalur yang dikenal dengan istilah kolam bebek dan kolam pasir ini.

"Kami sudah 3 hari di sini. Makanan sudah tidak ada. Tempat beli makan harus jalan kaki sekitar 3 kilo dengan kondisi jalan berlumpur seperti ini," kata Kama, salah satu sopir.

Selain sudah memakan korban jiwa lantaran lelah berjalan kaki, Minggu (16/6/2019) malam lalu, ada penumpang yang juga pingsan karena lelah berjalan kaki.

Sopir lain, Rahman mengaku, sangat berat melintas ruas jalur itu dengan kondisi jalan berbecek.

Dia tidak terlalu mempersoalkan, namun dia prihatin dengan penumpang ibu-ibu dan membawa anak kecil.

Kerasnya jalur Trans Papua Barat, juga dirasakan langsung oleh 8 wartawan dari media online, koran dan tv.

Bahkan, para jurnalis ini harus ikut berjalan kaki hingga 3 jam lamanya, karena kendaraan yang ditumpangi dari Bintuni-Manokwari tak dapat melewati ruas jalan yang berlumpur.

"Lumpur yang kami lalui dalamnya beragam, dari sebatas betis, lutut, paha hingga pinggang," ujar salah satu wartawan media lokal Manokwari Hendrik Akbar.

https://regional.kompas.com/read/2019/06/21/12280591/kisah-gubernur-terjebak-9-jam-di-jalur-rusak-jalan-trans-papua-barat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke