Salin Artikel

Menjaga Langit Tetap Biru di Kawasan Debu Pabrik Semen

Saat itu, matahari terbilang terik. Namun rerimbunan pohon tinggi yang ada di halaman rumahnya, membuat Suniatun cukup nyaman menyapu halaman dari sampah dan debu.

Berbeda dengan beberapa bangunan yang tak jauh dari rumahnya, deretan rumah kosong itu terlihat sumpek, gersang, dan berdebu.

Seusai menyapu, Suniatun duduk menyender. Dia mengaku bisa menyapu lima kali bahkan lebih dalam sehari.

Sudah menjadi risiko memiliki rumah di pinggir jalan dan berseberangan dengan pabrik semen Indocement. Hanya terpisah jalan raya. Sementara itu, total jarak dari gerbang pabrik ke pabriknya sendiri hanya sekitar 500 meter.

Maka, Suniatun harus siap dengan debu yang tiada habisnya.

“Kalau rajin, sehari bisa nyapu lima kali atau lebih dalam sehari. Tapi kalau enggak, diam saja di dalam rumah,” ujarnya mengawali perbincangannya dengan Kompas.com di teras rumahnya, awal April lalu.

Suniatun mengaku tidak terganggu dengan debu tersebut karena sudah terbiasa. Namun bagi yang tidak biasa, seperti saudaranya dari Bandung, akan mengeluh.

Mereka mengeluhkan udara yang panas, udara sesak, dan debu. Mungkin karena itu, saudaranya tidak pernah menginap di rumahnya.

Ketua RW 02 Siti Julaeha mengatakan, kondisi debu saat ini jauh lebih baik dibanding 3-4 tahun lalu.

“Dulu debunya bisa 2 cm di halaman dan lantai. Bukan debu dari pabrik (semen) saja, tapi juga dari batubara dan pabrik kapur,” tuturnya.

Debu dari semen dan kapur berwarna putih, bentuknya halus. Namun debu batubara berwarna hitam, biasanya nempel dan sulit dibersihkan.

Hal ini membuatnya tak pernah lepas dari sandal. Bahkan dia menyimpan jemuran di ruang tertutup, bagian belakang rumahnya. Jika tidak, debu akan menempel pada baju.

Setelah pabrik batu bara dan kapur tutup, udara menjadi lebih baik. Debu yang menghinggapi rumahnya sangat sedikit.

Hal serupa juga disampaikan Husmawati (47). Dia mengaku, kondisi sekarang jauh lebih baik dibanding dulu. Bahkan di masjid samping rumahnya tersimpan alat untuk mengukur debu dan mengetahui kondisi udara di daerahnya.

“Dulu warga sini sampai demo karena debunya mengganggu banget. Terus Indocement ngasih kompensasi Rp 100.000 per rumah per tahun. Tapi hanya sekali, setelah itu enggak ada lagi,” tuturnya.

Selain masalah debu, dia berharap, Indocement juga menyediakan lebih banyak lowongan pekerjaan untuk level yang lebih tinggi.

Sebab saat ini, sebagian besar warga di sekitar pabrik Indocement hanya dipekerjakan sebagai kuli angkut dan sopir. Status mereka pun bukan karyawan tetap.

Pabrik Indocement dibangun di Palimanan tahun 1990-an. Plant 9 merupakan hasil akuisisi pada 1991, dan plant 10 selesai dibangun pada 1996.

Pada pertengahan 2000, terjadi penolakan warga terhadap pabrik. Media lokal mencatat, saat itu, warga 6 desa di sekitar pabrik, berunjuk rasa beberapa kali.

Mereka berunjuk rasa ke DPRD Kabupaten Cirebon dan rumah dinas Bupati Cirebon. Tak hanya itu, pengunjuk rasa mendatangi pabrik Indocement.

Mereka mendobrak gerbang pabrik dan merusak sejumlah fasilitas. Tuntutan yang diusung adalah Indocement harus menghentikan pencemaran lingkungan.

Ketegangan menurun saat pihak pabrik mengirimkan alat yang menurut warga berfungsi untuk mengurangi debu. Seiring waktu, pabrik kapur di sekeliling Indocement tutup.

Pihak Indocement mengaku terus berbenah. Salah satunya dengan mengganti alat penangkap debu (dust collector), electrostatic precipitator (EP), dengan bag filter pada 2016.

Assistant to General Manager PT Indocement Tunggal Prakarsa Palimanan, Otto Ahadijat, mengatakan, EP adalah alat pengendali pencemar partikulat yang didasari pada konsep presipitasi akibat gaya elektrostatik.

EP, lanjut dia, dipengaruhi oleh listrik. Ketika ada gangguan listrik, debu bisa lolos. Apalagi jika listrik mati, banyak debu bisa lolos.

“Itu yang akhirnya menimbulkan keresahan masyarakat, meskipun hal tersebut jarang terjadi," katanya.

Sementara itu, bag filter merupakan unit pengendali pencemaran udara yang disisihkan melalui mekanisme impaksi, intersepsi dan difusi. Alat ini menggunakan bahan filter tertentu seperti nilon atau wol untuk menyisihkan partikel dari aliran gas.

Bag filter tidak terpengaruh perubahan listrik. Jadi meski listrik mati sekalipun, debu akan terjebak. Menurut Otto, perbedaan EP dengan bag filter bisa dikatakan sangat signifikan.

Dalam Laporan Berkelanjutan PT Indocement tahun 2017, hasil pengukuran emisi debu dari penggunaan EP sebelumnya mencapai 23,3 persen di bawah baku mutu 70 mg/Nm3, yaitu mencapai 53,7 mg/Nm3.

Dengan penggunaan bag filter, emisi debu bisa ditekan hingga 9,3 mg/Nm3 atau 86,7 persen lebih rendah dari baku mutu.

Melalui penerapan bag filter secara bertahap, Indocement berhasil mengurangi emisi debu sebesar 42 persen pada 2017 dari target 80 persen pada 2030.

Adapun realisasi pengurangan Sox dan Nox mencapai 39 persen dari target 40 persen pada 2030.

Selain pemasangan bag filter, perseroan menerapkan proses negative pressure, yaitu tekanan di dalam proses lebih kecil dari satu atmosfer.

Sistem ini akan mencegah debu keluar dari proses karena apabila terjadi kebocoran, udara yang dari luar akan terhisap masuk dalam proses.

Pengawasan emisi debu secara visual dilakukan pabrik untuk membantu operator memantau emisi debu yang keluar dari cerobong.

“Cek saja cerobong kami, bersih. Cerobong kami enggak ngebul. Tapi bukan berarti, enggak ngebul enggak masak ya. Kami produksi 3,8 juta-4 juta ton per tahun,” ucapnya.

Environment Section Head Indocement Palimanan, Erna Lestianingrum, mengatakan, selain menggunakan bag filter, pihaknya melakukan pemantauan debu jatuhan di 16 titik di desa sekeliling pabrik.

Hasilnya, semua di bawah baku mutu yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup. Begitupun dengan debu ambien, hasil pemeriksaan di bawah baku mutu.

“Secara teknologi, debu tidak akan sampai ke masyarakat,” tuturnya seraya mengatakan, semua hasil tersebut membawa perusahaanya pada proper hijau.

Erna mengungkapkan, bukan hanya menyediakan teknologi yang mumpuni, Indocement juga memberikan berbagai fasilitas gratis untuk masyarakat, mulai dari Puskesmas Keliling hingga klinik yang dilengkapi dengan IGD dan ruang rawat inap.

Data yang diperoleh, penyakit yang dialami masyarakat, di antaranya infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).

“Kalau dibilang ISPA tinggi karena semen, enggak adil. Karena kami tinggal di daerah tropik dengan kelembaban tinggi dan berdebu. Jadi tanpa pabrik semen pun memang banyak debu,” pungkasnya.

Untuk mengetahui pengaruh polutan terhadap kualitas udara di daerah industri semen harus dilakukan menyeluruh dari berbagai sisi.

Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) Insitut Teknologi Bandung (ITB), Prof Puji Lestari, mengatakan, bisa jadi sumber polusi udara bukan hanya dari industri.

“Harus penelitian menyeluruh. Sumber lain ada apa saja, bus atau truk yang lewat, debu jalan yang naik ke atas, itu bisa jadi salah satu sumber masalah. Tentunya meneliti industrinya juga,” tutur Puji.

Pasalnya, lanjut Puji, teknologi bag filter atau Fabric Filter (FF) yang digunakan Indocement Palimanan memiliki efektivitas menangkap debu mencapai 99,99 persen.

Puji mengatakan, sebelumnya Indocement menggunakan electrotastic precipitator yang efektivitasnya dalam menangkap debu mencapai 99,9 persen.

“Sebenarnya kedua alat tersebut sangat bagus. Partikel yang halus pun bisa ditangkap EP. Hanya kita tidak tahu kalau umur EP-nya berapa tahun,” ucapnya.

Selain itu, karakteristik EP adalah long lasting. Namun jika umur EP yang digunakan sudah lama, efektivitasnya menurun 98-99 persen.

Penggantian EP dengan bag filter, menurut Puji, sebagai upaya Indocement untuk memenuhi baku mutu yang dicanangkan pemerintah.

Sebab tangkapan debu bag filter lebih efektif. Namun yang perlu diperhatikan Indocement adalah perawatan kantung harus rutin.

ITB, lanjut Puji, sedang membuat perencanaan untuk melakukan kajian di sekitar industri mengenai pengaruh polutan industri terhadap masyarakat sekitar.

Penelitian akan dilakukan secara komprehensif dari berbagai sisi. Namun pihaknya belum memutuskan apakah meneliti daerah pembangkitan atau industri semen.

“Kita juga ingin membantu industri menyelesaikan masalahnya, untuk pengendaliannya, dan mengurangi emisinya,” tutur Ketua Kelompok Keahlian Pengelolaan Udara dan Limbah tersebut.

Hal serupa disampaikan dosen FMIPA Universitas Padjadjaran (Unpad), Iwan Hastiawan. Bag filter untuk sementara ini merupakan teknologi yang paling canggih bagi industri semen.

Persoalannya, apakah pabrik semen mau memenuhi aturan atau tidak. Jika mereka diketahui melebihi ambang batas tinggal dimarahi.

“Sudah sesuai enggak dengan baku mutu, itu yang bisa dilakukan untuk mengecek kualitas udaranya,” tuturnya.

Untuk masyarakat yang tinggal di daerah pabrik semen, dia menyarankan menjalankan pola hidup dan makan sehat, misalnya dengan mengonsumsi susu kacang hijau.

https://regional.kompas.com/read/2019/05/10/20042841/menjaga-langit-tetap-biru-di-kawasan-debu-pabrik-semen

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke