Salin Artikel

Selama 13 Tahun, 600 Rekomendasi BPK Belum Ditindaklanjuti Pemprov Sumut

Hal itu ditegaskan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumut R Sabrina, Kamis (19/7/2018). Dia mengharapkan Pemprov Sumut bersama pemerintah kabupaten dan kota menindaklanjuti rekomendasi hasil pemeriksaan (RHP) BPK.

Menurutnya, Pemprov Sumut dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK masih berkisar 76 persen dibanding kabupaten dan kota.

"Ada daerah yang sudah 90 persen yaitu Kabupaten Samosir. Khusus temuan yang menyebabkan kerugian daerah, banyak yang belum terselesaikan sejak 2005-2018, ada sekitar 600 rekomendasi," kata Sabrina, Kamis.

BPK sendiri memberikan kesempatan agar sejumlah rekomendasi yang belum terselesaikan tersebut dialihkan menjadi piutang, yang kemudian ditetapkan dengan penetapan oleh gubernur, bupati atau wali kota.

“Ada beberapa rekomendasi yang dibukukan menjadi piutang sehingga dianggap selesai. Ini jalan keluar yang baik, tapi ganti rugi yang belum terbayarkan akan tetap ditagih," ucapnya.

Kesempatan ini juga mempercepat tindaklanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK terkait penyebab kerugian daerah. Pihaknya akan melakukan sosialisasi hal ini ke sekretariat daerah, inspektorat, BPKAD dan biro hukum supaya mempercepat penyelesaian rekomendasi tersebut.

Kepala BPK Perwakilian Provinsi Sumut Vincentia Moli Ambar Wahyuni membenarkan kalau pihaknya memberikan kesempatan kepada pemeritah daerah se-Sumut agar segera menyampaikan hasil penetapan oleh kepala daerah atas nilai-nilai kerugian yang diusulkan Majelis Pertimbangan Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TP-TGR).

“Biar bisa ditindaklanjuti BPK. Temuan-temuan di pemerintah Provinsi Sumut dan kabupaten/kota-nya banyak yang belum terselesaikan dalam waktu yang cukup lama, sejak sebelum 2005,” kata Ambar.

Dirinya mengingatkan seluruh pemda di Sumut agar menyelesaikan paling lambat pada 25 Juli 2018. Pihaknya akan menunggu tindaklanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK dengan SK Penetapan Kepala Daerah.

"Kami berharap tahun ini capaian tindaklanjut rekomendasi hasil pemeriksaan BPK mencapai 95 persen,” kata Ambar.

272 kasus korupsi

Hasil penelitian sewindu (8 tahun) tren penindakan korupsi di Sumatera Utara yang dilakukan Sentra Advokasi untuk Hak dan Pendidikan Rakyat (Sahdar) mencatat masifnya gerakan pemberantasan korupsi yang dilakukan aparat penegak hukum (APH).

Selama delapan tahun terakhir, Sumatera Utara menderita 272 kasus korupsi dengan 716 pelaku dan total uang yang dikorupsi diperkirakan menembus angka Rp 1 triliun lebih.

Kasus yang mencuat sebagian besar ditangani kejaksaan, total 172 kasus. Sementara yang ditangani polisi sebanyak 93 kasus dan KPK sebanyak 12 kasus.

Modus operandi terbanyak adalah mark up dengan total 67 kasus, penyalahgunaan anggaran 66 kasus, penggelapan 58 kasus, penyalahgunaan wewenang 21 kasus, sisanya tersebar mulai suap, pungli, laporan fiktif, dan proyek fiktif.

"Selama delapan tahun terakhir ini, kasus korupsi yang masuk dalam tahapan penyidikan di Sumut secara kontinum terjadi di tiga sektor utama, yaitu keuangan daerah dengan 56 kasus, kesehatan 38 kasus dan pendidikan 30 kasus," kata Kordinator Sahdar Ibrahim, Kamis (19/7/2018).

Tiga sektor tersebut, menurutnya, menjadi arena korupsi yang sangat berdampak secara langsung dengan kehidupan masyarakat, ujung tombak dari pelayanan publik di Sumut. Menjadi modal capital yang penting dalam mencapai kesejahteraan.

"Khusus untuk jumlah kasus korupsi yang terjadi di sektor kesehatan, menempatkan Sumut sebagai daerah dengan kasus korupsi kesehatan terbanyak di Indonesia," ucap Ibrahim.

"Kalau dilihat secara garis besar total 134 kasus, kerugian mencapai Rp 723 miliar. Di bidang infrastruktur sebanyak 131 kasus dengan total kerugian Rp 529 miliar."

Bila dikelompokkan berdasarkan wilayah kota dan kabupaten, Pemerintahan Provinsi Sumut nomor satu dengan jumlah kasus terbanyak yang disidik APH ada 33 kasus. Diikuti dengan Kota Medan dengan 29 kasus dan Kabupaten Deliserdang sebanyak 24 kasus.

Sementara secara koheren data di atas menunjukan bahwa lembaga pemerintahan yang paling parah terdampak masalah korupsi adalah birokrasi daerah dengan total 171 kasus, rumah sakit umum daerah, serta BUMN dan BUMD.

Hal ini juga mengidentifikasikan bahwa pemerintahan daerah perlu bekerja lebih giat dalam melakukan penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

Kinerja penindakan dan penyidikan kasus korupsi yang dilakukan APH pun mengalami fluktuasi. Pada 2010 terdapat 36 kasus korupsi yang masuk tahap penyidikan.

Fluktuasi terendah penindakan terjadi pada 2011 dengan hanya 20 kasus yang masuk tahap penyidikan. Angka fluktuasi tertinggi kinerja penindakan berada di 2013 dan 2017 dengan masing-masing 49 kasus dan 40 kasus.

"Terjadinya peningkatan yang cukup signifikan terhadap kasus korupsi dan penindakan yang terjadi, kami duga karena berdekatan dengan periode tahun politik," kata Ibrahim. 

Penurunan tren penyidikan terhadap kasus korupsi yang dilakukan kejaksaan pada 2011-2012 dan kepolisian pada 2014-2015 disebabkan karena pergantian kepemimpinan.

"Sementara secara khusus terkait dengan penindakan oleh KPK terlihat cenderung stabil selama delapan tahun terakhir," pungkas Ibrahim.

https://regional.kompas.com/read/2018/07/20/05380771/selama-13-tahun-600-rekomendasi-bpk-belum-ditindaklanjuti-pemprov-sumut

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke