Salin Artikel

Lestarikan Adat, Keraton Surakarta Gelar Wilujengan Nagari Mahesa Lawung

SOLO, KOMPAS.com - Sejumlah nasi tumpeng lengkap dengan ubo rampe (lauk-pauk) tertata rapi di atas meja Bangsal Siti Hinggil Pagelaran Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat di Solo, Jawa Tengah, Kamis (25/1/2018).

Para abdi dalem, Pakasa (Paguyuban Kawula Surakarta), putri narpa wandawa, pawiyatan budaya Surakarta, dan trah darah dalem Hamangkurat IV sampai dengan Pakubuwono (PB) XIII Keraton Surakarta duduk bersila di bangsal tersebut sambil menunggu kedatangan peserta lainnya.

Mereka terlihat rapi dengan memakai busana tradisional khas Jawa, yakni Jawi Jangkep Padintenan (sehari-hari) putih dan hitam. Mereka juga mengenakan selendang merah kuning (samir) yang diikat di leher serta pin simbol keraton.

Sementara itu, dari arah utara bangsal terlihat prajurit keraton dan abdi dalem berbaris rapi berjalan menuju Bangsal Siti Hinggil sambil membawa kepala kerbau yang ditutup kain putih, kelapa muda (degan), pisang, ayam, bunga, dan sesaji lainnya.

Kepala kerbau tersebut untuk persembahan upacara adat Wilujengan Nagari Mahesa Lawung Keraton Surakarta. Kepala kerbau dikubur di Hutan Krendawahono yang terletak di Kecamatan Gondangrejo, Karanganyar, Jawa Tengah, sebagai puncak upacara adat yang telah berlangsung sejak Sinuhun PB II.

Kepala kerbau itu didoakan ulama Keraton Surakarta dengan diamini para abdi dalem dan Pakasa Keraton Surakarta di Bangsal Siti Hinggil sebelum diarak menuju Hutan Krendawahono.

"Wilujengan Nagari Mahesa Lawung bukan hanya untuk Keraton Surakarta, tapi juga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena Keraton Surakarta berada di dalam wilayah NKRI," kata Wakil Pengageng Sasana Wilapa Keraton Surakarta, Kanjeng Pangeran (KP) Winarno Kusumo alias Kanjeng Win, sebelun upacara dimulai, Kamis.

Upacara adat Wilujengan Nagari Mahesa Lawung dihelat pada hari ke-100 setelah 17 Sura yang bertepatan pada Senin atau Kamis pada akhir Jumadilakhir atau Rabiulakhir kalender Jawa. Upacara adat ini sebagai ucap syukur Sinuhun PB II kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa Keraton Surakarta sudah bisa ditempati.

"Kerbau memiliki makna dalam istilah orang Jawa itu bodo langa-longo koyo kebo. Kerbau adalah simbol kebodohan. Maknanya, kita ingin menghilangkan sifat bodoh yang ada pada diri manusia dengan menanam kepala kerbau, kotoran, dan yang tidak layak dimakan di sana (Hutan Krendawahono)," ujar Kanjeng Win.

Selain ucap syukur atas keselamatan perpindahan Keraton Surakarta, Kanjeng Win menambahkan, Sinuhun PB II menghendaki kerbau sebagai lambang kekuatan yang luar biasa dari masyarakat kecil. Masyarakat kecil yang sudah menyatu (bersatu) akan menjadi kekuatan besar.

"Makanya keraton selama ini tidak pernah melupakan kerbau. Kerbau labang masyarakat kecil (petani) dan sebagai penolak bala (bahaya)," terang Kanjeng Win.

https://regional.kompas.com/read/2018/01/25/16050461/lestarikan-adat-keraton-surakarta-gelar-wilujengan-nagari-mahesa-lawung

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke