Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesal Tak Diberi Jalan, Oknum PNS Aniaya Mahasiswi

Kompas.com - 25/02/2016, 16:39 WIB
Kontributor Pontianak, Yohanes Kurnia Irawan

Penulis

PONTIANAK, KOMPAS.com - Oknum pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemkot Pontianak, RS, yang menganiaya Veronica, mahasiswi kampus Widya Dharma, kembali menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Pontianak, Kamis (25/2/2016).

Dalam sidang yang berlangsung singkat tersebut, RS mengaku spontan menganiaya korban karena kelelahan usai lembur bekerja. Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Rita Komalasari, didampingi dua hakim anggota, Jauras dan Retno, pun mencecar berbagai pertanyaan kepada terdakwa.

Peristiwa penganiayaan tersebut terjadi pada 9 November 2015, berawal saat korban yang saat itu baru pulang kuliah. Korban saat menggunakan sepeda motor menuju kosnya di Komplek Universitas Tanjungpura. Ketika kendaraan yang dibawanya hendak keluar kampus, tiba-tiba ada klakson dari mobil yang dikendarai pelaku.

“Kayaknya dia minta jalan, tapi saya enggak bisa bergerak karena saat itu ramai, karena anak mahasiswa WD itu memang jadwalnya pulang kuliah,” ujar Veronica beberapa waktu lalu.

Kemudian mobil tersebut kembali memberikan klakson panjang. Tak lama berselang akhirnya korban menyingkir dan memberikan jalan untuk mobil tersebut.

“Namun saat tiba di jalan Gusti Sulung Lelanang, pengendara mobil itu marah-marah dan langsung mencaci maki saya. Tapi saya tetap tidak menghiraukan dan tetap melanjutkan perjalanan pulang,” ungkapnya.

Ketika memasuki kawasan Auditorium Untan, pelaku yang mengendarai Nissan Juke merah bernomor polisi KB 777 HX tersebut langsung meminta dirinya berhenti. Tanpa basa-basi, pelaku kemudian menghampiri korban dan langsung meludah. Tidak hanya itu pelaku juga memukul wajah korban sebanyak satu kali, hingga hidungnya mengeluarkan darah.

“Karena tidak terima malam itu juga saya datang melapor ke kantor Polisi Polsek Pontianak selatan," kata Veronica.

Usai mengalami penganiayaan tersebut, korban sempat menjalani perawat di rumah sakit hingga selama lebih dari satu minggu.

Dalam sidang yang berlangsung singkat tersebut, berbagai pertanyaan dapat dijawab terdakwa, baik mengenai pemukulan dan ucapan tidak pantas.

Dalam sidang yang ketiga kalinya itu, terdakwa berdalih perbuatannya itu dilakukan lantaran kesal dengan korban yang saat itu mengeluarkan kata-kata tidak sopan kepadanya, hingga membuatnya emosi.

Jaksa Penuntut Umum (JPU), Rudi, usai persidangan mengatakan sesuai dengan yang ada di dalam persidangan terdakwa telah mengakui perbuatannya, dan menyesal telah melakukan penganiayaan terhadap korban.

“Menurut terdakwa, perbuatan itu dilakukan kerena spontan akibat kelelahan lembur kerja,” kata, Rudi, Kamis (25/2/2016) usai persidangan.

Rudi menuturkan, sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada 3 Maret mendatang denga agenda pembacaan tuntutan. Rudi mengatakan, terdakwa dikenakan pasal 351 ayat 1 dengan ancaman pidana penjara dua tahun delapan bulan dan ditambah dengan pasal penghinaan yakni 310 dengan ancaman pidana penjara sembilan bulan.

Sementara itu, kuasa hukum korban, Stepanus Paiman, mengatakan ada yang aneh dalam persidangan kali ini, khususnya pada penggunaan ayat oleh jaksa kepada terdakwa.

Saat proses pemeriksaan di Polsek Pontianak Selatan, terdakwa saat itu yang masih berstatus sebagai tersangka dikenakan pasal 351 ayat dua yang ancaman pidana penjaranya lima tahun.

"Menjadi aneh, di tahap persidangan ayat pada pasal berubah menjadi pasal 351 ayat satu yang ancamannya terkesan lebih ringan," ungkap Stepanus.

“Harus diingat bahwa perbuatan terdakwa telah menyebabkan korban mengalami luka, harus dirawat inap selama delapan hari di rumah sakit dan harus rawat jalan yang menyebabkan korban tidak bisa menjalankan aktivitas,” tambahnya.

Stepanus berharap hakim dapat melihat perkara tersebut secara adil dan dapat memutusakan vonis maksimal, yakni melebihi tuntutan jaksa.

“Kalau memang putusanya sangat meringankan tentu kami tidak akan tinggal diam, biarkan jaksa banding tapi kami akan mengambil langkah melaporkan jaksa ke Jaksa Pengawas dan Hakim ke Komisi Yudisial dengan bukti-bukti yang ada,” tegas Stepanus yang juga sebagai Ketua Forum Relawan Kemanusian Pontianak (FRKP).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com