Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Layanan Kesehatan untuk ODHA di Banyuwangi Memprihatinkan

Kompas.com - 24/03/2014, 22:06 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Kondisi penderita HIV/ADIS di Banyuwangi cukup memprihatinkan. Selain harus merahasiakan penyakitnya, orang dengan HIV/AIDS (ODHA) juga tidak bisa mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit karena tidak mempunyai biaya.

YM (32), pengidap HIV/ADIS tinggal di rumah sederhana bersama kedua orangtuanya yang sudah tua di Banyuwangi. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, ia menerima jahitan dari tetangga sekitarnya.

"Kalau nggak ada jahitan, yang ngerjain apa saja yang dimintai tolong sama tetangga. Ya, bersih-bersih rumah atau bantu di kebun," jelasnya kepada Kompas.com.

YM adalah ibu rumah tangga yang terdeteksi HIV/AIDS sejak tahun 2012. Suami dari pernikahan pertama dan kedua telah meninggal dunia.

"Saat suami yang pertama meninggal, saya tidak tahu penyakitnya. Namun jika suami saya kedua meninggal dengan penyakit yang sama dengan saya saat ini di awal tahun 2012, termasuk anak saya yang berusia 5 tahun," jelasnya.

Akhirnya secara mandiri YM melakukan Voluntary Counseling Test (VCT) untuk mengetahui kondisi kesehatannya.

"Awalnya saya takut tapi saya juga ingin tahu kondisi saya. Saat mengetahui hasilnya positif, saya hanya mengucapkan istghfar. Saya sempat berpikir dosa apa saya. Tapi saya terima kenyataan. Sayangnya, saya tidak bisa menyelamatkan anak saya. Dia meninggal lebih dahulu di tahun 2012 lalu," tuturnya.

Saat terdeteksi, YM mengaku sering mengunjungi klinik VCT di RSUD Genteng. Namun, sejak 3 bulan terakhir, dia sudah jarang memeriksakan diri ke RSUD Genteng karena alasan biaya.

"Kalau ke sana saya kan harus naik bus. Pulang pergi sudah berapa uang yang harus dikeluarkan. Mau minta antar tetangga segan. Apalagi pernah ke sana saya dimintai biaya 25 ribu rupiah. Biasanya gratis," jelasnya.

Ia mengaku lupa kapan ke rumah sakit terakhir kali untuk mengambil obat. "Jangankan untuk bayar transport dan bayar 25 ribu, saya sehari dapatkan uang 5.000 saja susah. Karena tidak mungkin mengandalkan orangtua saya yang hanya buruh tani dan juga sudah sepuh," jelasnya.

Ia juga menyembunyikan penyakitnya itu dari kedua orangtuanya. "Agar mereka tidak kepikiran. Cukup saya saja yang menanggung penyakit ini," katanya.

Secara fisik, YM terlihat sehat seperti orang pada umumnya. Dia berusaha menjaga pola hidup sehat walaupun berat tubuhnya turun drastis.

"Gimana caranya tidak terlalu capek. Rasanya pingin sekali sembuh, tapi lagi-lagi saya nggak ada biaya," jelasnya dengan suara pelan.

Saat ditanya apakah ia mempunyai kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dia menggeleng kepala dan mengaku tidak tahu. "Saya nggak paham," tutur perempuan lulusan SMP tersebut.

Hal senada juga diungkapkan G (37). Ia terdeteksi HIV AIDS sejak 2011. Saat ini, pria yang sebelumnya bekerja sebagai nelayan itu tinggal bersama kerabatnya. Istri dan anak-anaknya pergi meninggalkan G saat mereka tahu penyakit yang dideritanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com