Ronny Kaluku, Direktur Operasional Hotel Quality Gorontalo, mengakui kebijakan tersebut membawa pengaruh signifikan terhadap pendapatan hotel. Pasalnya, satu pub dan tempat karaoke di hotel tersebut terpaksa tutup selama sebulan penuh. Karyawan di kedua tempat hiburan itu juga terpaksa diperbantukan pada pos pelayanan lainnya.
Keluhan yang sama dilontarkan pemilik restoran. Hendrik Korin, pemilik restoran "Brantas", mengatakan, jika pada hari biasa, dia bisa mendapat keuntungan antara Rp 1-1,5 juta, pada bulan puasa, pendapatannya menurun hingga 50 persen.
Menurutnya, pendapatan tersebut membuat Hendrik kewalahan membayar gaji, berikut tunjangan hari raya (THR) untuk 30 orang karyawannya. "Apa boleh buat, kalau tidak diberi THR, kita yang salah. Terpaksa nombok dulu," ujarnya.
Selama Ramadhan, lanjutnya, restorannya beroperasi kurang dari dua jam, yakni menjelang buka puasa saja, itu pun fluktuatif. Artinya, jumlah pembelinya pasang surut.
Khusus restoran dan rumah makan, Pemkot Gorontalo menerapkan aturan dilarang beroperasi sejak subuh hingga pukul 16.00 Wita. Seingat Hendrik, kebijakan khas Ramadhan itu mulai diterapkan Pemkot sejak masa pemerintahan Adhan Dhambea atau sekitar lima tahun lalu.
Sebelumnya, Pemkot masih memperbolehkan restoran dan rumah makan berjualan di siang hari selama Ramadhan.
Syaratnya, pemilik harus memasang sekat di rumah makan atau restoran yang bersangkutan agar aktivitas makan dan minum tidak terlihat dari luar. "Dulu hanya diminta supaya tertutup. Tapi, kalau sekarang ditutup, baru bisa buka setelah sore menjelang buka puasa. Apa boleh buat, aturannya sudah begitu," ujar Hendrik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.