KETAPANG, KOMPAS.com - Mantan Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar) Sugiarto, yang menjadi terdakwa kasus dugaan pungutan liar dana alokasi khsusus (DAK) divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Ketapang Panter Rivay Sinambela mengatakan, sidang putusan perkara tersebut digelar pada Kamis (30/5/2024).
"Sudah putusan, terdakwa Sugiarto divonis penjara 5 tahun serta denda Rp 200 juta,” kata Panter saat dihubungi, Jumat (31/5/2024).
Baca juga: 10 Kasus Korupsi dengan Kerugian Negara Terbesar di Indonesia
Panter menerangkan, dalam perkara tersebut, tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) adalah pidana 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.
Panter menjelaskan, terdakwa dituntut dengan Pasal 12 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHPidana.
“Apakah akan banding atau tidak, masih kami pertimbangkan,” ungkap dia.
Baca juga: Kasus Korupsi Dirut PT Taru Martani dan Potensi Adanya Tersangka Baru
Baca juga: Pro Kontra Wacana Hukuman Mati bagi Koruptor...
Sebelumnya, terdakwa Sugiarto ditetapkan tersangka oleh Kejari Ketapang pada Oktober 2023.
Panter mengatakan, SG juga langsung ditahan di Lapas Kelas IIB Ketapang untuk persiapan proses persidangan.
“Jumat kita panggil dan periksa, kemudian ditetapkan sebgai tersangka dan langsung ditahan,” kata Panter saat dihubungi, Sabtu (14/10/2023).
Baca juga: Sederet Orang yang Divonis Hukuman Mati di Indonesia
Panter melanjutkan, SG ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan lantaran diduga melakukan pungutan liar pengelolaan dana alokasi khusus (DAK) fisik di Dinas Pendidikan Ketapang.
"Tersangka dijerat Pasal 12 Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman penjara minimal 4 tahun,” ungkap dia.
Sewaktu diperiksa pada Rabu (30/8/2023), Sugiarto mengaku mengetahui adanya pungutan namun dia membantah telah memerintah stafnya untuk mengambil pungutan.
"Saya tidak mengarahkan staf untuk lakukan pungutan, tapi saya mengarahkan agar staf berkomunikasi dengan para kepala sekolah untuk kerelaan membantu," kata Sugiarto kepada wartawan, Rabu.
Baca juga: Kapan Hukuman Mati Dilaksanakan?
Menurut Sugiarto, pungutan yang dilakukan untuk menutupi keperluan alat tulis kantor, fotocopy serta pengandaan berkas.
"Jadi itu menjadi beban kami, makanya saya mengarahkan staf agar berkomunikasi dengan kepala sekolah," ungkap dia.
Kendati demikian, Sugiarto menegaskan uang hasil pungutan tidak dinikmatinya. Dia hanya mengetahui hasil pungutan dari laporan staf.
"Saya cuma dapat laporan yang terkumpul berapa dan terserap untuk biaya ATK berapa. Di luar itu saya tidak bisa menerka-nerka," jelas Sugiarto.
Baca juga: Pro dan Kontra Hukuman Mati
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.