SUKABUMI, KOMPAS.com - Buruh dan pengusaha di Kabupaten Sukabumi menolak Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Ketua Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI) Kabupaten Sukabumi, Mochamad Popon menilai, kebijakan tersebut akan memberatkan kalangan buruh.
“Tapera sangat merugikan bagi kaum buruh, apalagi saat ini upah buruh yang masih belum layak atau di bawah kebutuhan hidup layak, dan diperparah lagi dengan biaya kebutuhan yang semakin tinggi, harga-harga juga semakin naik,” kata Popon, melalui pesan WhatsApp, Kamis (30/5/2024) malam.
Menurut Popon, keadaan buruh hari ini sudah tercekik. Kondisi itu juga diperparah dengan kewajiban bulanan untuk membayar iuran BPJS, ditambah dengan cicilan pribadi yang dimiliki masing-masing pekerja.
“Kami menduga ini sebagai akal-akalan untuk menutupi defisit keuangan Negara, serta membayar program pemerintahan baru."
"Seperti makan siang dan minum susu gratis yang jelas-jelas memerlukan anggaran Negara yang besar, sementara kondisi keuangan negara sedang defisit,” kata Popon.
Baca juga: Pengembang Rumah Rakyat: Gaduh Tapera karena Sosialisasi Minim
Dalam pandangan Popon, jika program Tapera ini murni untuk masyarakat, maka bisa dilakukan sukarela tanpa ada unsur paksaan, sebab pendapatan para buruh sudah berat menaggung kebutuhan hidup.
“Pendapatan mereka (buruh) dengan tidak dipotong iuran Tapera aja udah kecil, apalagi harus menanggung beban kebutuhan hidup yang semakin hari semakin tinggi,” sebut Popon.
Popon lantas mendesak Pemerintah agar membatalkan dan mencabut PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera, di tengah kondisi buruh yang sedang tercekik.
“Mendesak Pemerintah untuk membatalkan pemberlakuan Tapera yang mewajibkan pekerja atau buruh untuk membayar iuran Tapera sebesar 2,5 persen dari upah, dan pengusaha sebesar 0,5 persen dari upah.”
“Akan ada gerakan masa secara nasional maupun di daerah (untuk penolakan PP Tapera),” tegas Popon.
Baca juga: Ricuh soal Tapera, Wapres Maruf Sebut Karena Kurang Sosialisasi
Sudarno Rais, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kabupaten Sukabumi, turut menyuarakan penolakan soal PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera.
Menurut Sudarno, skema Tapera akan sangat memberatkan, apalagi kondisi dunia usaha masih dalam transisi akibat pandemi Covid-19 lalu.
“Tambahan beban labor cost dan operational cost bagi pengusaha dalam situasi kondisi usaha dan industri sekarang kasih belum pulih dan stabil akibat dampak pandemi Covid-19, serta resesi ekonomi global,” kata Sudarno via WhatsApp, Jumat (31/5/2024) pagi.
Sudarno meyakini, program Tapera tak menjadi solusi yang dapat memjamin para buruh bisa memiliki rumah.