PALEMBANG, KOMPAS.com - Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 untuk menarik iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dari pekerja dari sektor swasta.
Adapun besaran pemotongan yang wajib dibayarkan pekerja sebesar 3 persen, di mana 2,5 persen ditanggung pekerja dan 0,5 persen ditanggung perusahaan.
Kelompok buruh yang tergabung Federasi Serikat Buruh (FSB) Niaga, Informatika, Keuangan, Perbankan, dan Aneka Industri (Nikeuba) Kota Palembang, menolak keras aturan tersebut.
Baca juga: Kepala Bappenas: Tapera Bersifat Sukarela Mirip Tabungan Haji
Ketua FSB Nikeuba Palembang, Hermawan mengatakan, iuran Tapera tersebut akan sangat membebani para buruh.
Ia menilai, upaya pemerintah untuk "memeras" keringat buruh terus dilakukan. Sebelumnya pemerintah memaksakan Undang-undang Omnibuslaw Cipta Kerja dan kini mewajibkan pemotongan gaji lewat Tapera.
"Ini jelas memberatkan para pekerja, Tapera bagi buruh itu belum dibutuhkan," kata Hemawan melalui sambungan telepon, Rabu (29/5/2024).
Baca juga: Ditahan 3 Hari, Dokter yang Cabuli Istri Pasien di Palembang Kena DBD
Hermawan menyebut, buruh sebelumnya mengusulkan kenaikan upah 15 persen tahun ini. Namun kenyataannya, kenaikan hanya 1,55 persen atau Rp 52.000.
Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan harga pangan yang terus melonjak. Terlebih, harga beras beberapa waktu belakangan ini melambung tinggi sehingga memberatkan masyarakat.
Belum puas, pemerintah kembali lagi menggodok aturan baru untuk mewajibkan para pekerja membayar iuran Tapera.
"Upah saja hanya naik Rp 52.000, jelas Tapera ini menambah beban financial pekerja. Kami menilai Tapera ini tidak tepat dan sangat memberatkan. Terlebih lagi yang sudah menikah berusia di atas 20 tahun akan sangat sulit," ujarnya.
Dalih pemerintah Tapera sebagai salah satu kebijakan penyediaan rumah untuk pekerja tidaklah tepat. Semestinya, pemerintah lebih memerhatikan kondisi rumah subsidi, sehingga kebijakan perumahan untuk pekerja akan lebih terakomodir.
"Kalaupun pemerintah ingin merumuskan kebijakan perumahan bagi buruh maka penyediaan rumah subsidi lah yang harus didorong," ungkap dia.
Sementara itu, Abdul Toriq (28), salah seorang pekerja di Palembang menilai, Tapera akan memberatkan mereka.
Sebab sebelum adanya peraturan tersebut, telah ada pemotongan bulanan yang rutin dilakukan perusahaan, seperti potongan pajak, BPJS Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan.
"Saya sudah ada rumah, Tapera ini buat apalagi. Kalau mau potong gaji lagi tiap bulan ya saya juga berat, ini semestinya dipikirkan pemerintah," keluh Toriq.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.