DEMAK, KOMPAS.com - Tahun ini menjadi tahun yang berat bagi para petani di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Rabu (3/4/2024).
Pasalnya, belum pulih dari banjir bandang Februari 2024 lalu, kini para petani harus menanggung kejadian serupa.
Harapan panen raya yang ditunggu-tunggu pupus. Kini semangat tanam hanyut bersamaan dengan busuknya benih yang baru ditabur dan menghijau.
Baca juga: Banjir Demak, Beban Ekonomi Masyarakat, dan Ancaman Utang...
Seolah jatuh tertimpa tangga, begitulah yang dialami Suwarno (55) petani Desa Cangkring Rembang, Kecamatan Karanganyar.
Harta benda hanyut, beban ekonomi keluarga, memaksanya untuk tetap tersenyum di tengah cobaan yang bertubi-tubi.
Banjir Februari lalu, tidak hanya menghanyutkan barang-barang berharga di rumah, namun lahan sawah siap panen juga terendam hingga padi membusuk.
"Hampir panen itu ya kira-kira (usia) tiga bulanan lah, mau panen itu tidak ada semua. Sebagian ada yang diambil," katanya.
"(Padi) hancur semua, bisa (dimakan) tapi tidak enak namanya orang kampung," imbuh Suwarno sembari terkekeh.
Baca juga: Beras Mahal, Petani di Demak Pungut Gabah Busuk untuk Konsumsi
Pascabanjir Februari, ia mengaku sempat menanam lagi dengan harapan bisa menyambung perekonomian keluarga.
Namun, lagi-lagi harapan itu sirna ketika tanggul Sungai Wulan di Desa Ketanjung jebol lagi dan menggenangi Desa Cangkring.
"Lebaran susah, saya hampir nyebar padi tiga kali tidak ada semua, banjir terus susah, harapan lebaran tidak ada apa-apa," ungkapnya.
"Sudah kelem semua hancur, nyebar padi sudah umur 20 hari tidak bisa hancur lagi. Tidak ada harapan apa-apa, susah," sambung dia.
Baca juga: Nasib Pedagang Pasar Karanganyar Demak, Kios dan Rumah Tenggelam, Lumpur Setinggi 5 Sentimeter
Suwarno menyebutkan, ia memiliki sebidang tanah kecil ukuran 250 meter persegi peninggalan orang tuanya.
Sekali tanam, ia sudah menghabiskan uang Rp 500-Rp 600 ribu. Jumlah tersebut belum dihitung biaya pupuk yang membutuhkan 3 kuintal hingga siap panen.