Salin Artikel

Keluh Petani Demak, Februari Gagal Panen, Kini Gagal Tanam, Kerugian Capai Rp 100 Miliar Lebih

Pasalnya, belum pulih dari banjir bandang Februari 2024 lalu, kini para petani harus menanggung kejadian serupa.

Harapan panen raya yang ditunggu-tunggu pupus. Kini semangat tanam hanyut bersamaan dengan busuknya benih yang baru ditabur dan menghijau.

Seolah jatuh tertimpa tangga, begitulah yang dialami Suwarno (55) petani Desa Cangkring Rembang, Kecamatan Karanganyar.

Harta benda hanyut, beban ekonomi keluarga, memaksanya untuk tetap tersenyum di tengah cobaan yang bertubi-tubi.

Banjir Februari lalu, tidak hanya menghanyutkan barang-barang berharga di rumah, namun lahan sawah siap panen juga terendam hingga padi membusuk.

"Hampir panen itu ya kira-kira (usia) tiga bulanan lah, mau panen itu tidak ada semua. Sebagian ada yang diambil," katanya.

"(Padi) hancur semua, bisa (dimakan) tapi tidak enak namanya orang kampung," imbuh Suwarno sembari terkekeh.

Pascabanjir Februari, ia mengaku sempat menanam lagi dengan harapan bisa menyambung perekonomian keluarga.

Namun, lagi-lagi harapan itu sirna ketika tanggul Sungai Wulan di Desa Ketanjung jebol lagi dan menggenangi Desa Cangkring.

"Lebaran susah, saya hampir nyebar padi tiga kali tidak ada semua, banjir terus susah, harapan lebaran tidak ada apa-apa," ungkapnya.

"Sudah kelem semua hancur, nyebar padi sudah umur 20 hari tidak bisa hancur lagi. Tidak ada harapan apa-apa, susah," sambung dia.

Suwarno menyebutkan, ia memiliki sebidang tanah kecil ukuran 250 meter persegi peninggalan orang tuanya.

Sekali tanam, ia sudah menghabiskan uang Rp 500-Rp 600 ribu. Jumlah tersebut belum dihitung biaya pupuk yang membutuhkan 3 kuintal hingga siap panen.

"Itu belum rabuknya. Baru tanam itu sekitar Rp 500-Rp 600 (ribu), rabuk kan mahal habisnya hampir 3 kuintal tidak ketahuan, sekuintal itu sekitar 500 kali tiga kan udah Rp 1,5 juta," terangnya.

Meskipun begitu, Suwarno masih berharap pasca-banjir ini sebidang sawah miliknya bisa ditanam lagi.

"Kalau ada (bantuan) ya sembako, penting uang lah tidak buat belanja lah tidak ada yang dikerjakan, nanti harapannya ya cerah pengen nanam lagi apa-apa mahal, biji aja mahal," ungkapnya.

Sebagai petani kecil, ia tidak banyak memiliki simpanan dan mengandalkan barang-barang berharga untuk dijual dan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Kadang-kadang kalau punya emas ya dijual, untuk belanja lah gimana. Tidak bisa kerja," katanya lagi.

Kerugian mencapai Rp 100 miliar lebih

Sementara, untuk saat ini ia juga memiliki tanggungan lima anak dan satu istri untuk dicukupi.

Meskipun anak sudah menikah, bagi Suwarno selama masih hidup tetap ikut memikirkan anak-anaknya.

"Ya masih orang tua, gimana-gimana orang tua tidak tega," pungkasnya.

Laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Demak, setidaknya 9.442 hektare sawah terendam banjir dampak jebolnya tanggul Sungai Wulan di Desa Ketanjung, Kecamatan Karanganyar, pada Minggu (17/3/2024).

Sementara , banjir Demak dampak tanggul Sungai Wulan jebol pada Februari 2024, menyebabkan 3.427 hektare sawah terendam dan 1.970 puso atau gagal panen.

Potensi kerugian petani dampak banjir Februari 2024 mencapai Rp 100 miliar lebih.

Camat Karanganyar mengatakan, sewaktu banjir harga gabah sedang mahal. Nilai gabah per hektare bisa mencapai Rp 50 juta.

Sedangkan untuk biaya tanam, rata-rata mencapai Rp 10 juta per hektare.

"Kalau puso itu 1.900 artinya kerugian potensinya Rp 100 miliar, hampir Rp 100 miliar. Tapi kalau dihitung tadi biaya (tanam) petani tadi sekitar Rp 20 miliar," kata Ungguh, Kamis (29/2/2024).

https://regional.kompas.com/read/2024/04/03/172650078/keluh-petani-demak-februari-gagal-panen-kini-gagal-tanam-kerugian-capai-rp

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke