KOMPAS.com - Kenaikan harga bahan pokok dari beras, telur, daging, dan kebutuhan pangan lainnya pada awal Ramadan menyebabkan inflasi harga pangan bergejolak atau volatile food mencapai lebih dari 8%. Angka ini tiga kali lebih tinggi dari inflasi umum yang di bawah 3%.
Kenaikan ini, menurut ekonom, sangat menghantam kehidupan kelompok masyarakat miskin. Rata-rata 62% dari penghasilan mereka digunakan untuk membeli makanan sehari-hari.
Hal ini dirasakan oleh Astria, seorang warga Makassar, Sulawesi Selatan. Astria merasa bulan puasa tahun ini lebih berat dari tahun-tahun sebelumnya.
Dia dan keluarganya mengaku hanya bisa sahur dan berbuka dengan mi instan dan putih telur akibat harga pangan yang meningkat. Daging ayam dan daging sapi, katanya, adalah kemewahan yang sulit diperoleh.
Baca juga: Ombudsman RI Minta Bantuan Pangan Beras Diperpanjang
Senada, Cucu Yumilah di Bandung, Jawa Barat mengaku Ramadan tahun ini lebih sulit dibanding tahun sebelumnya.
Uang sebesar Rp150.000 yang dibawa Cucu saat belanja hampir tidak tersisa, hanya untuk membeli beras tiga kilogram (kg), telur satu kg, sebungkus tahu, minyak goreng satu liter, bahan kolak, dan cabe merah.
Melambungnya harga pangan, menurut ekonom, disebabkan tata kelola niaga pangan yang bermasalah, perhelatan pemilu yang menyerap pasokan sembako dalam jumlah besar untuk kampanye, fenomena El Nino, serta permintaan yang meningkat selama bulan Ramadan.
Pemerintah pun melakukan beragam upaya untuk mengontrol kenaikan bahan pangan, mulai dari operasi pasar hingga menambah kapasitas impor.
Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pemerintah telah mempersiapkan diri untuk menjaga ketersediaan bahan pokok pada bulan Ramadan dan menjelang hari raya Idulfitri.
Baca juga: Beras Porang, Alternatif Kaya Manfaat Ketika Harga Beras Putih Meroket
Namun hingga kini harga pangan tidak kunjung turun.
Menurut data Badan Pangan Nasional (Bapanas), pada Kamis (14/03), harga beras premium dan medium berada di harga Rp16.460 dan Rp14.330 per liter. Angka itu meningkat lebih dari Rp3.000 jika dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Bukan hanya beras, harga daging ayam juga melambung tinggi dari Rp33.890 pada Maret 2023, menjadi Rp38.660 pada Maret 2024.
Selain itu, harga kebutuhan pangan lainnya, seperti gula, daging sapi, telur ayam juga masih tinggi.
Astria dan keluarganya tinggal di sebuah rumah panggung, lorong belakang Gereja Toraja, Kecamatan Panakkukang.
"Mi saja sama telur, karena tidak sempat juga pergi ke pasar karena apa-apa mahal," kata Astria saat ditemui wartawan Darul Amri di Makassar yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu petang (13/03).
Astria mengaku Ramadan kali ini jauh lebih berat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
"Mi beli di warung. Telur dari kakak. Dia bikin kue jadi bawa pulang putih telurnya," sambung Astria yang merupakan orang tua tunggal.
Baca juga: Jokowi: Kalau Beras Turun Dimarahi Petani, Kalau Naik Dimarahi Ibu-ibu
Sehari-hari, Astria menjual camilan untuk anak-anak hingga manisan kedondong di depan rumahnya.
Pendapatannya kurang dari Rp1 juta per bulan.
Astria bercerita bahwa dia dan anak-anaknya lupa kapan terakhir kali makan ayam, apalagi daging sapi.
Dia mengaku hanya bisa mencicipi daging jika kakak atau orang dermawan yang memberinya.
"Saya tidak pernah makan [daging, ayam], belum pernah. Makan sahur [pertama] mi sama telur, [sahur] sama mama," katanya.
Hari kedua puasa, Astria tak ada rencana ke pasar untuk membeli makanan berbuka.
Baca juga: Sidak di Pasar Cipinang, Ombudsman RI: Stok Beras Melimpah, 50 Persen dari Impor
"[Dua hari puasa] pengeluaran sudah Rp50.000. Itu karena pas juga beli beras yang habis."
"Saya tidak dapatan bantuan [pemerintah] cuma dijamin KIS. Bantuan dua bulan di kantor lurah saya tidak dapat, tidak pernah, saya sudah ambil surat tidak mampu," tambah Astria.
Seorang ibu rumah tangga di Makassar, Andi Rahmawati (32 tahun) juga mengaku, kenaikan harga beras sangat berdampak ke kebutuhan pokok lainnya sehari-hari.
Rahmawati menyebutkan, selama ini dia membeli beras di harga Rp8.000 sampai Rp9.000 per liter.
Tapi, lanjutnya, dalam satu bulan terakhir harganya kini menyentuh Rp14.000 per liter
"Iya merasa [beras] mahal. Dulu saya beli lima sampai 10 kilogram, sekarang beli sedikit-sedikit saja," jelasnya.
Baca juga: Di Pasar Kramat Jati, Mendag Temukan Harga Beras Lokal Naik Jadi Rp 95.000 Per 5 Kg
Kenaikan harga kebutuhan pokok juga dirasakan oleh seorang pedagang ayam potong bernama Haji Kulle di di Pasar Panakkukang, Kota Makassar.
Selama 30 tahun menjual ayam potong, dia mengaku baru kali ini merasakan kenaikan harga daging ayam yang sangat tinggi.
"Sekarang harga ayam Rp55.000 sampai Rp60.000 per ekor," jelas Kulle dari rata-rata sebelumnya sekitar Rp40.000.
Kenaikan itu, katanya, membuat para pembeli pun menawar dengan ‘sadis’.
"Ada yang menawar sadis, karena dia ingat [tahu] waktu dulu [sebelum naik] tapi kan ini naik baru berapa hari."
"Ini tertinggi, kalau naik daging, sudah naik itu [susah] turun," ungkap Haji Kulle saat ditemui di pasar.
Baca juga: Info Pangan 15 Maret 2024, Harga Beras, Telur, Daging Ayam, Bawang Merah Naik
Selain itu, dia mengaku, pemasukannya juga menurun akibat melambungnya harga pangan.
"Biasa orang bisa beli dua ekor, sekarang satu ekor saja. Mahal barang-barang, beras mahal."
”Itu penjual nasi kuning [dulu] beli enam [ekor] tapi ini beli tiga, kadang-kadang, begitu. Selama mahal, turun [pemasukan] karena tidak seperti biasa," tambahnya.