Cucu Yumilah menghitung tiga lembar uang kertas Rp50.000 yang segera ia selipkan di dompetnya.
Di hari ketiga Ramadan, Kamis (14/03), perempuan 44 tahun itu bergegas pergi ke Pasar Saeuran, pasar tradisional di Jalan Gatot Soebroto Kota Bandung, tak jauh dari lokasi tempat tinggalnya.
Beras di rumahnya telah habis dan lauk pauk untuk berbuka puasa nanti, belum tersedia.
Dengan berbekal uang Rp150.000 di dompetnya, Cucu berniat membeli beras sebanyak lima kg.
Namun beras yang dikiranya masih berharga Rp13.000 per kg dengan kualitas cukup baik, ternyata tidak ditemukan di pasaran. Ia hanya menemukan beras berharga Rp16.000 dengan kualitas yang menurutnya jelek.
Baca juga: Kurang dari 30 Menit, Paket Sembako Murah di Cirebon Ludes, Warga Minta Tambah Daging Murah
Kenaikan harga juga terjadi pada telur yang tadinya Rp29.000 menjadi hingga Rp34.000 per kg.
Minyak goreng curah sebelumnya Rp10.000 kini Rp16.000 per liter.
Kenaikan harga yang cukup drastis terjadi pada cabe merah tanjung yang naik dari Rp30.000-an menjadi Rp120.000 per kg. Juga tomat yang naik dari harga Rp12.000 menjadi Rp25.000 per kg.
Menurut ibu satu anak itu, kenaikan harga di Ramadan tahun ini lebih parah dibanding tahun sebelumnya.
“Kalau dulu, kenaikannya juga tidak besar banget, tidak sampai 25%. Kalau sekarang dihitung-hitung sekitar 10-25% drastisnya. Kalau dulu sedikit naiknya, paling seribu. Kalau sekarang kan Rp2-3.000 dari beras saja. Itu baru dari beras, belum dari yang lain. Beras biasanya beli lima kilogram, sekarang 1-2 kilogram, diecer belinya."
Baca juga: Heru Budi Pastikan Pasar Sembako Murah Tetap Ada Selama Ramadhan
"Parah banget kalau Ramadan sekarang,” keluh Cucu saat ditemui wartawan Yuli Saputra yang melaporkan ke BBC News Indonesia, di kediamannya, di Kota Bandung, Kamis.
‘Bawa uang Rp150.000 buat belanja enggak ada sisanya," katanya.
Sebelumnya, menurut Cucu, uang sebesar itu bisa membeli lebih banyak lagi bahan pokok.
Kenaikan harga yang terjadi, dicurigai Cucu tidak hanya disebabkan faktor cuaca atau meningkatnya kebutuhan di bulan Ramadan, tetapi akibat permainan politik yang melibatkan pengusaha.
“(Disebabkan) faktor cuaca, bisa jadi. Tapi, menurut saya, ada permainan politik, permainan pengusaha-pengusaha. Mereka main itu. (Apalagi) setelah pemilu (kenaikan harganya) parah-parah,” ungkap Cucu.
Baca juga: Bantu Jaga Inflasi Pangan, Sampoerna Sediakan 1.000 Paket Sembako Murah
Ia berharap pemerintah segera berupaya menstabilkan harga terutama kebutuhan pokok karena sangat berdampak pada masyarakat kecil.
Cucu menyontohkan dirinya sebagai korban dari kenaikan harga tersebut dengan hilangnya mata pencaharian sebagai penjual makanan yang omset bulanannya bisa mencapai Rp2-3 juta per bulan.
Modal usahanya tidak mampu mengejar meroketnya harga-harga bahan baku dagangannya. Alhasil, Cucu berhenti jualan sejak bulan lalu lantaran kehabisan modal.
Kini, Cucu hanya mengandalkan penghasilan suami yang berprofesi sebagai supir sebesar Rp3,6 juta per bulan.
Bulan Ramadan semestinya membuat pedagang telur dan sembako seperti Helmina meraup untung. Namun yang terjadi, setiap hari omset penjualan perempuan 43 tahun itu menurun hingga 50% sebagai buntut dari kenaikan harga bahan pokok.
“Misalnya sehari dapat Rp4 juta, sekarang jadi Rp2 juta,” ucap Helmina.
Baca juga: Berjasa Antarkan Sumbawa Raih Adipura, Pasukan Kuning Dihadiahi Sembako
“Ya sangat berpengaruh [kenaikan harga]. Kalau [naiknya] terlalu tinggi, pembelinya jadi kurang. Tadinya mau beli telur sekilo, jadi seperempat. Pembeli suka tanya dulu harganya. Disebutkan harganya, terlalu mahal. Mundur lagi enggak jadi beli. Itu yang bikin [pembeli] berkurang,” katanya.
Pedagang sayur mayur, Ai, juga merasakan hal yang sama. Terlebih lagi, hampir semua komoditas sayuran meningkat harganya.
Ai mengaku kehilangan omzet penjualan sebesar Rp1-2 juta per hari.
“Pembeli sama mengeluh ‘aduh mahal-mahal teuing.’ Kadang-kadang kalau beli maunya sekilo, jadi seperempat,” kata Ai.
Baca juga: Kunjungi Pasar Kramat Jati, Mendag Temukan Harga Cabai Merah Naik Jadi Rp 100.000 Per Kg
Ai dan Helmina mengaku tidak tahu persis penyebab dari kenaikan harga yang tinggi. Mereka hanya mengikuti harga yang dipatok penyuplai.
Helmina sendiri tidak yakin kondisi tersebut disebabkan pengaruh cuaca buruk.
“Kita kurang tahu yah. Katanya pengaruh cuaca. Tapi, kalau cuacanya kurang bagus, pasti pasokannya berkurang.”
“Ini pasokannya masih ada. Cuma kalau dari bandarnya [harganya] naik, ya kita ikut naikan juga,” beber Helmina.
Beras premium, harga rata-rata nasionalnya adalah Rp16.460 per kg. Harga tertinggi sebesar Rp25.000 di Papua Pegunungan dan terendah Rp14.650 per kg di Aceh.
Harga beras premium ini masih di atas HET yang ditetapkan pemerintah, yaitu Rp14.900 per kg hingga Rp15.800 per kg, tergantung wilayahnya.
Harga beras ini juga meningkat hampir Rp3.000 jika dibandingkan Maret 2023 yang berada di angka Rp13.530.
Baca juga: Paket Sembako Murah di Brebes, Antrean Warga hingga 100 Meter
Harga daging ayam ras juga melambung jauh lebih tinggi dari Rp33.890 pada Maret 2023, menjadi Rp38.660 pada 14 Maret 2024.
Harga daging ayam tertinggi di Papua Pegunungan sebesar Rp62.530 per kg dan terendah di Sulawesi Selatan Rp30.490.
BPS mencatat daging ayam ras pada pekan pertama Maret 2024 meningkat 4,34% dibandingkan bulan sebelumnya.
Kemudian harga telur juga masih berada di harga Rp31.890 per kg, meningkat lebih dari Rp3.000 jika dibandingkan Maret tahun sebelumnya.
Bahkan menurut BPS, wilayah kabupaten atau kota yang mengalami kenaikan harga telur ayam naik dari sebelumnya 229 menjadi 271 wilayah atau 69,44%.
Begitu juga dengan gula yang meningkat dari Rp14.380 menjadi Rp17.760.
Baca juga: Bey Minta Pemkab dan Pemkot di Jabar Salurkan Bansos Sembako Jelang Ramadhan
Lalu, daging sapi murni kini berada di harga Rp135.120, naik tipis dari Rp134.700 pada Maret 2023.
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, mengatakan kenaikan itu salah satunya disebabkan oleh fenomena El Nino sehingga masa panen mundur di tahun 2024 dan stok beras lokal menipis.
"Musim tanamnya bergeser, jadi harusnya kita Januari-Februari sudah panen raya, nah ini panen rayanya mundur kira-kira sekarang sudah tapi belum masuk panen raya kemungkinan April dan Mei jadi panen rayanya April dan Mei," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR secara virtual, Rabu (13/03).
Selain pengaruh cuaca tersebut, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut kenaikan harga beras juga disebabkan oleh menurunnya luas tanam padi dari 7,44 juta hektare menjadi 5,49 juta hektare pada Februari 2024.
Baca juga: 4 Pencuri Mentega Senilai Rp 200 Juta di Gudang Sembako Jakut Ditangkap, 3 Pelaku Lain Masih Buron
Faktor lain yang mempengaruhi, tambah Amran, adalah turunnya volume pupuk subsidi sebesar 50% dari 9,55 juta ton menjadi 4,7 juta ton pada 2024.
Sehingga, katanya, produksi produksi beras pada Juni hingga Oktober 2024 dikhawatirkan tidak dapat memenuhi kebutuhan beras nasional.
Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, mengatakan harga beras yang meroket salah satunya disebabkan karena harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani masih tinggi.
"Kemarin [harga GKP] sampai dekat-dekat Rp9.000, maka sulit harga beras untuk Rp13.900 seperti HET. Delapan bulan terakhir sampai Februari 2024, produksi versus konsumsi itu memang terus negatif," ujarnya dalam rapat kerja bersama Komisi IV di DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (13/03).
Baca juga: Mentan: Kalau Ada yang Bilang Beras Mahal, Hari Ini Sudah Turun
Arief meyakini harga GKP akan turun secara perlahan karena panen raya pada April mendatang.
"April pasti akan terkoreksi karena GKP akan terkoreksi. Kita harus jaga GKP tidak turun karena sebelumnya Rp8.600, Rp8.700, hari ini Rp7.200. Beberapa tempat angkanya sudah di bahwa, sekarang sudah Rp6.950," tambahnya.
Sepanjang Maret hingga April 2024, Bapanas memperkirakan akan terjadi panen raya gabah petani setara dengan 8,46 juta ton beras.