Solusi jangka pendek yang kini dilakukan pemerintah adalah menambah kuota impor beras untuk mengintervensi lonjakan harga di pasaran.
"Oleh karena itu pasar dibanjiri oleh Bulog juga beras SPHP [Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan] dan beras medium harganya dijamin pemerintah SPHP Rp11.000 kurang sedikit beras medium Rp 14.000 per kg," kata Mendag Zulkifli Hasan.
Baru-baru ini, Perum Bulog mengaku telah menyelesaikan kontrak impor sebanyak 300.000 ton dari Thailand dan Pakistan.
Padahal, beberapa waktu sebelumnya, pemerintah telah merealisasikan impor beras sebanyak 500.000 ton.
Artinya, hanya dalam tiga bulan terakhir, pemerintah telah mengimpor 800.000 ton, dari total kuota tahun 2024 sebanyak 3,6 juta ton.
Baca juga: Ini Alasan Badan Pangan Nasional Naikkan HET Beras Premium
BPS mencatat Indonesia mengimpor beras sebesar 3,06 juta ton pada tahun 2023.
Kini stok cadangan beras pemerintah (CBP) di Bulog per 7 Maret 2024 berjumlah 1.13 juta ton dan stok komersial sebanyak 14.559 ton.
Selain beras, Mendag Zulkifli mengaku, harga telur dan daging ayam juga mulai menurun.
Kenaikan komoditas yang disebabkan karena meningkatnya harga jagung itu kata Zulkifli berada di kisaran harga Rp 30.000-31.000 per kg untuk telur dan sekitar Rp 39.000 per kg untuk ayam.
Fakta ini kontras dengan penghargaan yang diterima Presiden Jokowi dari International Rice Research Institute (IRRI) karena Indonesia berhasil mencapai swasembada beras 2019-2021.
Pekan lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintah telah mempersiapkan diri untuk menjaga ketersediaan bahan pokok jelan bulan Ramadan dan hari raya Idulfitri.
Baca juga: Kunjungi Pasar Kawat Tanjungbalai, Jokowi: Harga Beras Baik, Cabai Naik
Jokowi mengatakan, seperti beras, stok cadangan pemerintah dalam kondisi aman, sedangkan komoditas lagi dia mengatakan akan melakukan pengecekan ke lapangan.
Selain itu, Kemendag juga meluncurkan Gerakan Pangan Murah (GPM).
“Masyarakat jangan khawatir bahwa kami dari pemerintah siap untuk peningkatan ketersediaan bahan pangan baik di pasar tradisional, pasar modern, maupun melalui Gerakan Pangan Murah yang dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota dan provinsi,” jelas Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan Isy Karim, Senin (04/03).
Satuan Tugas Pangan Polri juga dikerahkan ke lapangan untuk memastikan ketersediaan pangan dan memantau kestabilan harga.
Di tengah beragam upaya yang dilakukan, faktanya hingga kini harga kebutuhan pokok masih tinggi.
Baca juga: Pilih Beras atau Rokok?
Angka ini tiga kali lebih tinggi dari inflasi umum sekitar 2,75%, pada Februari 2024.
Kenaikan ini, kata Faisal, sangat berdampak bagi kehidupan masyarakat kelompok menengah hingga miskin.
Faisal, merujuk data Badan Pusat Statistika (BPS), menyebutkan bahwa dari 55 juta masyarakat miskin di Indonesia, rata-rata proporsi belanja untuk membeli pangan terhadap total pengeluaran mencapai 62%.
“Artinya lebih dari separuh pendapatan mereka dibelanja untuk pangan. Sehingga peningkatan seratus hinga seribu rupiah itu sangat mempengaruhi kehidupan kelompok miskin secara signifikan,” kata Faisal.
Senada, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengatakan kenaikan harga itu juga telah dan akan menggerus daya beli masyarakat.
Pendapatan mereka, tambahnya, akan digunakan semakin lebih banyak untuk membeli makanan.
Dampak lanjutannya, kata Esther, akan berimplikasi pada pelambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Karena pertumbuhan ekonomi di Indonesia, sekitar 53% didorong dari konsumsi rumah tangga, Dan itu juga menjadi salah satu indikasi upah riil kita juga lebih rendah,” katanya.
Baca juga: Harga Daging Ayam di Pasar Bukit Duri Terus Naik sejak Awal Ramadhan
Upah Riil menggambarkan daya beli dari pendapatan yang diterima buruh dibagi dengan Indeks Harga Konsumen (IHK).
“Contoh kalau dari pendapatan Rp1 juta bisa lebih beras dan telur 10 kilogram, tapi karena harga lebih mahal dapatnya lebih sedikit. Artinya upah riilnya menurun,” kata Esther.
Caranya bisa melalui operasi pasar, menambah impor, hingga meningkatkan produksi.
“Kalau dilihat dari komoditi beras, sekitar April baru panen raya, dan sekarang masih awal Maret. Berarti kita tidak bisa mengandalkan produksi beras, mau tidak mau impor,” ujarnya.
Setelah pasokan mampu dijaga, kata Esther, pemerintah harus membenahi regulasi dan tata niaga dari bahan-bahan pangan yang bermasalah.
Tujuannya agar kejadian ini tidak terus berulang setiap tahun. Harga pangan bisa terkontrol walaupun ada dinamika peristiwa tahunan yang terjadi.
Baca juga: Bima Arya: Kami Kerja Keras Jaga Stabilitas Harga Sembako di Pasar Jelang Ramadhan
“Karena kalau di luar negeri itu, katakan yang saya tahu di Belanda, harga pangan relatif stabil, mau Natal atau Tahun Baru. Bahkan justru saat Natal banyak diskon. Itu karena pemerintahnya punya regulasi yang tegas,” katanya.
Esther mencontohkan dari sisi distribusi pangan. Menurutnya para pemain atau distributor pangan di Indonesia hanya dikuasai oleh segelintir orang yang pasti ada menyebabkan persaingan tidak sempurna.
“Contoh di beras. Pemerintah kalau mau beli harga gabah, misalnya Rp5.000, mereka berani beli Rp6.000, dan seterusnya.
"Kondisi ini tidak berubah dari kondisi berapa puluh tahun yang lalu sampai sekarang,” katanya.
Apalagi, menurut Faisal, Bulog paling banyak menyimpan 20% dari total cadangan beras. Selebihnya dikendalikan oleh swasta. Hal serupa juga terjadi di komoditas pangan lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.