LABUAN BAJO, KOMPAS.com - Pahitnya hidup sangat dirasakan oleh Maria Evin (42). Betapa tidak, ia bersama 3 anaknya sudah bertahun-tahun tinggal di gubuk reyot yang nyaris ambruk.
Maria Evin adalah warga Dusun Heso, Desa Golo Wune, Kecamatan Lamba Leda Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, NTT.
Wanita single parents ini sudah bertahun-tahun menghidupi keluarganya seorang diri. Peliknya hidup tak bisa ia elakkan.
Ia dan ketiga anaknya menempati gubuk reyot berukuran 2 x 3 meter. Kondisinya sangat parah. Dinding gubuk reyot yang terbuat dari pelepah bambu sudah usang termakan usia.
Baca juga: Kisah Pemuda Miskin Ekstrem Asal Sumbawa yang Lumpuh 25 Tahun, Butuh Bantuan...
UPDATE : Kompas.com membuka kesempatan para pembaca untuk membantu kisah Maria. Uluran tangan Anda dapat disalurkan dengan cara klik di sini
Dinding gubuk itu kini lebih banyak bolongnya, termasuk di bagian atap. Akibatnya, saat hujan, ia dan anak-anaknya terpaksa harus mengungsi ke rumah tetangga.
Selain itu, gubuk reyotnya itu tidak memiliki sekat kamar tidur. Segala aktivitas dilakukan di ruangan sempit yang juga menyatu dengan dapur.
Mama Maria dan anaknya juga tidur di tenda beralaskan tikar usang tanpa spon ataupun kasur. Kondisinya menyedihkan.
Di gubuk reyot itu pula mereka hidup tanpa listrik. Padahal di dusun itu sudah tersedia jaringan listrik negara. Namun, karena keterbatasan biaya, Mama Maria belum bisa memasang listrik.
Untuk penerangan malam, mereka masih menggunakan lampu pelita dengan bahan bakar minyak tanah.
“Saat hujan kami tidak bisa tidur karena di sini bocor. Kalau hujannya lama, kami terpaksa lari ke rumah keluarga atau tetangga,” tutur Maria kepada Kompas.com, Minggu (18/2/2023).
Ia mengaku sudah belasan tahun menempati gubuk reyot itu. Ia tak mampu memperbaiki rumahnya karena kondisi ekonomi serba terbatas.
Suaminya sudah lama merantau ke Kalimantan, tetapi tidak pernah ada kabar apalagi mengirimkan mereka uang.
“Mau perbaik rumah atau beli makan sehari-hari. Mau makan saja kami ini susah,” ujarnya.
Untuk bisa makan, lanjut dia, ia harus banting tulang dengan bekerja harian membersihkan kebun orang dengan upah Rp 25.000. Pekerjaan itu pun tak menentu.