Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moch S. Hendrowijono
Pengamat Telekomunikasi

Mantan wartawan Kompas yang mengikuti perkembangan dunia transportasi dan telekomunikasi.

Memahami Kereta Cepat Whoosh Lewat Tahu Bandung

Kompas.com - 25/09/2023, 10:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INDONESIA punya kebanggaan baru, Whoosh, kereta cepat yang bisa melaju hingga 420 km/jam, namun operasionalnya separti dirasakan penumpangnya sekitar 350 km/jam.

Lebih dari cukup sebab dengan rel lebar (gauge) 1.067 mm seperti yang digunakan kereta-kereta milik PT KAI, kecepatan maksimal hanya 150 km/jam, seperti di Jepang dan Afrika Selatan.

Jepang memanfaatkan narrow gauge 1.067 mm untuk kereta antarkota jarak dekatnya, yang kadang kala jalurnya berdekatan dengan Shinkansen, kereta api sekelas Whoosh kita.

Namun rel konvensional yang digunakan PT Kereta Api Indonesia (KAI) belum mampu menyamankan penumpangnya karena guncangan-guncangan yang terjadi di sepanjang perjalanan.

Masa lalu Indonesia punya rel standar yang ukuran lebar gauge-nya 1.435 mm, di sebagian kecil jalur di Jawa Tengah, namun tidak dikembangkan.

Bahkan kereta api di Aceh hingga sebelum dekade 60-an menggunakan rel selebar 100 cm, lebih sempit dibanding yang digunakan oleh KAI saat ini.

Rel standar umum digunakan untuk kereta peluru (bullet train) yang kecepatannya di atas 350 km/jam, seperti TGV (train a grande vitesse) yang dioperasikan SNCF (Societe Nationale des Chemins de Fer Francais – perusahaan kereta api Perancis).

Atau KA Haramain (dua kota Haram – Makkah dan Madinah), Shinkansen punya JR (Japan Railways) Jepang.

Dan sekarang Whoosh (singkatan dari waktu hemat, operasi optimal, dan sistem handal), punya Indonesia yang biaya pembangunannya super mahal Rp 108,14 triliun, padahal untuk proyek sama, Jepang menawar 6,2 miliar dollar AS (Rp 94 triliun) dengan bunga pinjaman 0,1 persen setahun.

China menetapkan bunga untuk pinjaman akibat pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 3,4 persen per tahun.

Rel kereta super cepat tidak boleh terputus-sambung, karena harus tersambung semua sepanjang jalurnya.

Demikian juga rel yang digunakan Whoosh sepanjang 142,3 km dari Stasiun Halim Jakarta Timur hingga Tegalluar, timur Bandung. Tanpa sambungan.

Terangguk-angguk

Namun bukan berarti rel Whoosh sudah sepanjang itu sekeluar dari pabrik di China. Rel masih dalam keadaan sepotong-sepotong masing-masing 100 meter dan setelah tiba di lapangan rel-rel tadi disambung dengan cara dilas.

Cara mengelas rel memang tidak sembarangan karena bisa berakibat kereta terguling atau setidaknya terguncang ketika melewatinya.

Bagi yang sering naik kereta api cepat versi Indonesia, semisal Parahyangan, Senja, Argo Lawu dan sebagainya, pasti pernah merasakan guncangan ke kiri-kanan saat perjalanan, atau atas-bawah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com