PURBALINGGA, KOMPAS.com - Agus Miswanto hanyalah polisi biasa berpangkat bintara.
Sehari-hari, dia bertugas sebagai Kepala Urusan Perawatan Personel Bagian Sumber Daya Manusia (SDM) Polres Purbalingga, Jawa Tengah.
Namun di kampungnya, Agus tak ubahnya tokoh pemuka agama. Karena usai bertugas sebagai polisi, dia langsung pulang ke rumahnya di Desa Brobot, Kecamatan Bojongsari dan lanjut mengajar mengaji.
Senin (7/8/2023) sore, ia bergegas pulang mengendarai sepeda motornya.
Baca juga: Sejarah Permen Davos, Kembang Gula Legendaris Asal Purbalingga
Seperti biasa, di halaman mushala depan rumah Agus sudah berjejer puluhan santri yang sedari tadi menanti kepulangannya.
Tanpa sempat berganti seragam, Agus langsung mengenakan peci dan menyalami para santrinya.
Setelah mengambil wudu dan shalat asar, dia lantas mengajar para santri mengaji, mengahafal Al-Quran, dan doa sehari-hari.
“Keseharian saya saat ini, setelah pulang dari bertugas di Polres Purbalingga, di rumah mengajar ngaji,” katanya kepada Kompas.com.
Agus Miwsanto menjadi anggota Polri pada tahun 2003, pangkatnya saat ini adalah Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda).
Pria kelahiran Purbalingga, 30 Agustus 1984 ini menikah dengan Rahayu Murfisari yang berprofesi sebagai bidan.
Awalnya, Agus merintis Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) sejak tahun 2016. Saat itu, santirnya baru sekitar 10 anak dari lingkungan sekitar.
Lambat-laun, tak hanya anak-anak yang belajar kepada Agus, namun ibu-ibu di sekitar rumahnya juga berbondong-bondong mendaftar ngaji di mushala.
Sebab, selain metode yang digunakan cukup mudah, Agus juga tidak memungut biaya sama sekali dari santrinya.
Baca juga: Mahasiswi 21 Tahun Tipu 7 Orang di Purbalingga Modus Lolos CPNS, Korban Rugi Ratusan Juta Rupiah
“Saya menggunakan metode Yanbua, salah satu metode membaca huruf hijaiah,” terang dia.
Agus sendiri memperoleh ilmu agama setelah belajar dari beberapa ulama.
Antara lain almarhum KH Arifin Ilham di Gunung Sindur, KH Umar Kedungparuk Purwokerto, Kiai Khotibul Umam Sirandu dan Kyai Ibrahim Kalimanah Purbalingga.
Saat itu, Agus sempat kewalahan karena santrinya semakin banyak dan tak cukup ditampung di musala.
Akhirnya pada 2022, orangtua Agus mewakafkan sebidang tanah untuk dibangun masjid kecil di sebelah rumahnya.