GROBOGAN, KOMPAS.com - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah mencatat ada sebanyak 44 desa di 12 kecamatan di wilayahnya mengalami krisis air akibat kemarau panjang.
Data itu adalah akumulasi desa terdampak kemarau hingga Sabtu (29/7/2023).
Baca juga: Duka di Papua Tengah, 6 Warga Meninggal akibat Kekeringan dan Kelaparan
Kepala Pelaksana BPBD Grobogan Endang Sulistyoningsih mengatakan, sejauh ini sudah ada 28 desa terdampak kemarau yang diberikan bantuan air bersih.
"Dropping air bersih bertahap. Saat ini total ada 44 desa yang meminta bantuan air bersih akibat kemarau," kata Endang saat dihubungi melalui ponsel, Sabtu.
Baca juga: Bantuan Disebut Sudah Tiba di Lokasi Kekeringan Puncak Papua Tengah
Menurut Endang, krisis air yang melanda wilayah pedesaan di Grobogan mulai terpantau sejak dua bulan terakhir.
Sumur tadah hujan yang menjadi andalan warga sudah kering kerontang. Demikian pula dengan sungai setempat yang telah gersang.
Diperkirakan puncak bencana kekeringan di Grobogan terjadi pada Agustus - September 2023.
"Belum mengajukan status tanggap darurat karena masih bisa melayani dropping air bersih, didukung pula oleh Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan," paparnya.
Endang menjelaskan, kekeringan di wilayah terpencil yang tidak terakses pasokan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) membutuhkan solusi jangka panjang.
Apalagi, kata dia, riset geologi menyebut wilayah Kabupaten Grobogan adalah kawasan yang minim pasokan air tanah.
"Banyak yang harus dilakukan terkait mata air, sumur artesis, dan penampung air hujan. Tapi butuh dana sangat besar," pungkas Endang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.