Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aryo S Eddyono
Dosen

Doktor Kajian Budaya dan Media UGM. Dosen Magister Ilmu Komunikasi UBakrie. Mengamati Isu-isu Jurnalisme dan Demokrasi, Media dan Budaya Populer, dan Komunikasi Politik.

Pers Lokal yang Tidak Baik-baik Saja

Kompas.com - 27/07/2023, 11:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEPANJANG Januari hingga Juni 2023, saya mendapat kesempatan mengamati kondisi pers lokal di beberapa provinsi di Indonesia. Saya banyak berjumpa dan berdiskusi dengan pelaku pers lokal.

Artikel ini berisi catatan saya mengenai kondisi pers lokal, terutama dari sisi bisnis pada akhir pandemi Covid-19.

Pers lokal adalah pers yang hadir di berbagai daerah memberitakan perstiwa-peristiwa yang didominasi isu lokal di daerah masing-masing. Fokus khalayaknya adalah masyarakat setempat, meski juga dibaca oleh masyarakat di luar itu.

Pendapatan utamanya berasal dari iklan atau kerjasama instansi pemerintah maupun swasta yang ada di daerah di mana pers itu berada.

Posisi pers lokal berbeda dengan pers nasional yang jangkauannya lebih luas, bahkan berjejaring atau bercabang di banyak daerah.

Dewan Pers mencatat jumlah perusahaan pers di Indonesia pada 2019 mencapai sekitar 47.000 media yang tersebar di seluruh Indonesia. Sayangnya, data terbaru belum muncul, apakah terjadi peningkatan atau penurunan.

Anggota Dewan Pers Atmaji Sapto Anggoro dalam suatu kesempatan, menyebut bahwa 12 persen dari jumlah media pers di Indonesia ada di Riau, disusul Kepulauan Riau (11 persen) dan DKI Jakarta (7 persen).

Hingga Januari 2023, masih menurut Dewan Pers, sebanyak 1.711 perusahaan pers telah terverifikasi. Sebanyak 902 perusahaan merupakan media digital.

Persoalan pers lokal cukup beragam. Lepas dari cengkeraman Orde Baru, bukan berarti bebas dari masalah.

Haryanto (2011) melihat pers lokal cenderung partisan dalam kontestasi Pilkada. Bahkan ada pihak yang sengaja mendirikan perusahaan pers untuk dijadikan kendaraan politik atau mendukung kekuasaan tertentu. Jikapun bermotif ekonomi, aktivitasnya tidak profesional.

Tidak semua perusahaan pers lokal hidup dengan bisnis yang sehat.

Sutrisno (2011) menambahkan, kemudahan mendirikan media pasca-Orde Baru tidak seiring dengan kualitas wartawan dan isi pemberitaan.

Merujuk pada hasil Indeks Kemerdekaan Pers (IKP), riset memotret kondisi pers di Indonesia yang dilakukan oleh Dewan Pers, dari tahun ke tahun persoalan pers lokal yang muncul adalah itu-itu saja.

Selain yang dikemukan di atas, ada juga kasus kekerasan terhadap wartawan yang tidak pernah lenyap, selalu saja ada.

Bisnis tak sehat

Covid-19 membuat situasi perekonomian dunia hancur lebur. Seluruh wilayah di Indonesia ikut merasakan dampaknya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com