Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eki Baihaki
Dosen

Doktor Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad); Dosen Pascasarjana Universitas Pasundan (Unpas). Ketua Citarum Institute; Pengurus ICMI Orwil Jawa Barat, Perhumas Bandung, ISKI Jabar, dan Aspikom Jabar.

Advokator Publik Citarum Harum

Kompas.com - 27/06/2023, 14:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERTANYAAN mendasar kenapa Sungai Citarum perlu diadvokasi, dibela agar tetap harum?

Prof Pius Suratman Kartasasmita, P.hD menjawab secara filosofis bahwa semakin modern masyarakat, maka semakin eksploitatif sikapnya terhadap alam, oleh karena itu semakin serius pula kerusakan yang ditimbulkannya.

Fenomena yang terkonfirmasi terjadi di Sungai Citarum, yang hingga saat ini masih dirundung nestapa.

Usaha manusia untuk merawat dan melestarikan Sungai Citarum belum sebanding dengan dengan besarnya nafsu untuk mengeksploitasi dan memanfaatkan bahkan tanpa merasa berdosa ketika mencemarinya.

Baik yang mengatasnamakan pemenuhan kebutuhan hidup dasar (basic needs) maupun yang berupa pelampiasan nafsu mengeruk keuntungan secara berlebihan (excessive greeds).

Belum terbangun kesadaran solid secara bersama akan nilai vital dan strategisnya Sungai Citarum bagi kehidupan dan pengembangan peradaban bangsa.

Kita perlu belajar dari negara Mesir, dalam memelihara Sungai Nil. Sungai yang memiliki panjang lebih dari 20 kali Sungai Citarum, tepatnya 6.853 kilometer yang telah menjadi urat nadi utama penggerak peradaban Mesir 5.000 tahun lalu hingga saat ini.

Di antaranya berkat adanya pranata nilai masyarakat yang didukung instrumen hukum yang efektif, sekalipun terhadap publik figur.

Meski hanya melakukan pencemaran verbal terhadap sungai, seorang penyanyi terkenal Mesir diberi hukuman pidana yang mampu membuat efek jera, apalagi melakukan pencemaran secara nyata.

Pengadilan Etika Moqattam, Kairo telah menghukum penyanyi tersohor Mesir, Sherine Abdel Wahab enam bulan penjara atas tuduhan "menghina Mesir" pada Selasa (27/2/2018).

Dia juga harus membayar denda sebesar 10.000 pound Mesir (sekitar Rp 7,8 juta) ditambah uang jaminan sebesar 5.000 pound (sekitar Rp 3,9 juta).

Kasusnya berawal pada November 2017, saat video konser Sherine di Sharjah, beredar viral di media sosial.

Dalam video tersebut sang penyanyi diminta untuk membawakan lagu berjudul "Mashrebtesh Men Nilha?" (Sudahkah Kau Minum Air dari Sungai Nil?)

Kala itu Sherine menjawab permintaan penonton sambil berkelakar. "Jangan, nanti kau kena bilharzia. Minum Evian, itu lebih baik!" jawab Sherine sambil menyebut merek air kemasan dan nama demam yang disebabkan oleh parasit yang hidup di air, bilharzia.

Majelis Umum Persatuan Profesi Musikal Mesir juga menskors penyanyi ini untuk tidak diperbolehkan menyanyi dan tampil di Mesir untuk dua bulan, hingga 14 Januari 2018.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com