Ketiga sungai ini disebutkan sebagai entitas hukum memiliki hak juga kewajiban. Bagi suku Maori yang merupakan penduduk asli Selandia Baru, Sungai Whanganui atau Te Awa Tupua (dalam bahasa lokal) memiliki arti yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari, terutama dalam hal kehidupan spiritual.
Suku Maori menganggap Sungai Whanganui sebagai cikal bakal lahirnya Suku Maori yang berhubungan dengan perjuangan leluhur mereka.
Ketika para pendatang datang dan menguasai Selandia Baru, keberadaan Sungai Whanganui sebagai sungai yang memiliki nilai sakral terpinggirkan.
Sejak saat itu dimulai perjuangan Suku Maori untuk mempertahankan keberadaan sungai Whanganui sebagai bagian dari kehidupan spiritualitas mereka.
Perjuangan Suku Maori ini tercatat sebagai upaya advokasi dan litigasi yang terpanjang dalam sejarah hukum Selandia Baru yang memakan waktu hingga 180 tahun.
Terinspirasi perjuangan advokator sungai di Selandia Baru dan India, kedepan diperlukan instrumen hukum yang mampu menjaga dan merawat Citarum tetap harum.
Ada sangsi pidana dan etika yang jelas bagi pihak yang mencemari Sungai Citarum dan kesadaran masyarakat untuk peduli dan terlibat menjaganya.
Citarum tidak sekadar sungai biasa, tapi Citarum harum harus juga dikembangkan menjadi filosofi dan kearifan lokal merawat alam.
Merawat Citarum tidak akan bisa terwujud kalau hanya dibebankan unsur pemerintah saja. Ada tugas historis kedepan bagi akademisi, pegiat lingkungan dan media untuk serius mengawal dan membantu pemerintah dan unsur bisnis agar tetap istiqomah berkomitmen menjaga Citarum tetap harum.
Merusak Citarum hakikatnya adalah merusak kemanusiaan dan peradaban, sementara merawat Citarum hakikatnya merawat kemanusiaan dan peradaban unggul bangsa, bagi kesejahteraan anak cucu kita semua kelak. Semoga!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.