KOMPAS.com - Musik sayup-masuk mengalun dari pengeras suara di ruang bernama Linimasa, seakan mengiringi langkah pengunjung meniti sejarah Lokananta.
Linimasa menjadi ruangan pertama yang disinggahi pengunjung ketika mengikuti tur Galeri Lokananta.
Seperti namanya, Linimasa menyajikan sejarah panjang Lokananta sebagai perusahaan rekaman, antara lain mulai dari peresmiannya pada 29 Oktober 1956, hingga masa-masa gelapnya di akhir '90-an.
Di ruangan ini juga menampilkan dokumen maupun arsip yang berhubungan dengan kegiatan rekaman di Lokananta pada masa silam. Salah satunya adalah dokumen administrasi untuk keperluan proses rekaman penyanyi keroncong legendaris, Waldjinah dan Orkes Bintang Surakarta.
Baca juga: Lokananta Tuntas Direvitalisasi, Siap Jadi Pusat Wisata Musik dan Kreatifitas Para Musisi
Ya, semenjak direvitalisasi, sejumlah ruang lawas di Lokananta dipoles menjadi lebih ciamik. Saat memasuki ruangan-ruangan itu, pengunjung seperti diajak memasuki mesin waktu untuk mengarungi sejarah musik dan rekaman di Indonesia.
Beberapa ruangan bahkan diset dengan tampilan kekinian, sehingga selain bisa menyerap informasi, pengunjung dapat memenuhi kebutuhan estetisnya.
Ketika memasuki ruangan BengawanSolo, pengunjung akan disambut ilustrasi di dinding yang menceritakan proses perekaman karya musik di Lokananta.
Diiringi lagu "Bengawan Solo" ciptaan Gesang, pengunjung dapat menilik alur tatkala musisi hendak menelurkan karya, mulai dari rekaman hingga distribusi.
Selain itu, pengunjung bakal menemui benda-benda yang berhubungan dengan proses rekaman. Salah satu yang dipajang ialah gramofon His Master's Voice. Alat ini dipakai Lokananta untuk menguji coba piringan hitam shellac yang diproduksi selama tahun 1960-an.
Baca juga: Erick Thohir Buka Kans Musisi Indonesia Bisa Rekaman di Lokananta yang Selesai Direvitalisasi
Di sebelah ruang BengawanSolo terdapat Anekanada. Ruangan ini dipenuhi oleh rekaman-rekaman yang diproduksi Lokananta dalam bentuk piringan hitam dan kaset, mulai dari gending, keroncong, musik hiburan, dan genre musik lainnya.
Selain itu, ruangan ini juga terdapat rilisan bersejarah, antara lain piringan hitam lagu "Indonesia Raya" dan suvenir untuk tamu negara yang hadir dalam Asian Games 1962.
Salah satu aset penting lainnya yang tersimpan di Lokananta adalah pidato Proklamasi. Ada sebuah ruangan, bernama Proklamasi, yang khusus menampilkan suara Sukarno membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Di ruangan ini, pengunjung akan memperoleh informasi bahwa suara Sukarno saat membacakan proklamasi kemerdekaan Indonesia, merupakan hasil rekonstruksi rekaman.
Dahulu, ketika Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, suara asli Sukarno sewaktu membacakan Proklamasi tidak sempat direkam.
Lalu, Yusuf Ronodipuro selaku Kepala Stasiun Radio Republik Indonesia (RRI) tahun 1950, membujuk Sukarno untuk merekam pembacaan teks proklamasi kemerdekaan.
Yusuf berkeinginan supaya generasi mendatang bisa mendengar suara asli Sukarno membacakan naskah Proklamasi.
Meski awalnya menolak usulan tersebut, Sukarno akhirnya melakukan rekaman itu. Rekaman dilakukan di studio RRI Jakarta pada 1951.
Hasil rekamannya dikirim ke Lokananta untuk digandakan menjadi piringan hitam dan disebarluaskan
"Lokananta kemudian memproduksi dan menggandakan piringan hitam rekaman Proklamasi itu pada 1959," ujar pemandu tur, Tatag Teja, Kamis (15/6/2023).
Baca juga: Ajak Anak Muda Solo Manfaatkan Lokananta, Gibran: Kita Enggak Pengin Cuma Jadi Penonton
Jelang detik-detik pengujung tur, pengunjung bakal dibawa ke ruang pamer Lokananta Remastered.
Selain menampilkan arsip-arsip rekaman di Lokananta, di ruang pamer ini juga tersaji karya-karya seniman yang sempat bersentuhan dengan Lokananta. Satu di antaranya ialah Bottlesmoker. Dalam pameran ini, duo musisi elektronik itu coba menginterpretasikan karya-karya Ki Narto Sabdo.
"Jadi Bottlesmoker ini membuat sampler dari gabungan lagu-lagu Ki Narto Sabdo," ucap Tatag.
Pameran yang dikurasi oleh Felix Dass dan Farah Wardani ini berlangsung mulai Juni hingga 4 November 2023. Tatag mengatakan, setelah pameran ini usai, akan ada pameran dengan kurator lainnya.
Baca juga: Lokananta Sempat Terbengkalai, Kini Disulap jadi Sentra Musisi dan UMKM