SIKKA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menanggapi tingginya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di wilayahnya.
Berdasarkan data Kemenkopolhukam, NTT menempati posisi dengan angka kematian tenaga kerja paling tinggi di luar negeri selama 2023, yakni 55 orang.
Baca juga: Kasus TPPO di NTT Sangat Darurat, Ada Peran Sindikat
Wakil Gubernur (Wagub) NTT, Josef Nae Soi berjanji akan melakukan berbagai upaya pencegahan melalui peningkatan ekonomi dan edukasi kepada masyarakat.
"Satu-satunya cara adalah peningkatan ekonomi dan edukasi mulai dari keluarga, sekolah, dan masyarakat," ujar Josef dalam keterangannya, Jumat (2/6/2023).
Baca juga: Sengkarut Masalah TPPO, 1.900 Jenazah WNI Dipulangkan dalam 3 Tahun hingga Ada Backing
Josef mengklaim, sejak ia bersama Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat memimpin NTT, mereka telah melakukan moratorium tenaga kerja non-skill dan nonprosedural.
Bahkan, kurang lebih ada 130 calon TKI asal NTT telah ditangkap. Namun, ia mengakui, masalah perdagangan orang di NTT cukup sulit dicegah.
"Makelarnya sangat hebat dan berapa kami tangkap. Saya sendiri pernah ke Medan dan membawa pulang lima orang anak kita dari tangan makelar," katanya.
Baca juga: Kemenlu Ungkap Ada WNI Kasus TPPO yang Kembali Kerja di Perusahaan Online Scam Usai Dipulangkan
Ia menerangkan, biasanya makelar datang saat pesta adat. Apalagi biaya adat di NTT, cukup mahal.
Misalnya, saat hajatan tertentu, warga harus membawa ternak, seperti babi, kerbau, bawa sapi dan sebagainya, sedangkan kemampuan sangat terbatas.
"Di tengah keterbatasan itu, mereka (makelar) masuk kemudian menawarkan anak dari keluarga untuk bekerja di Jawa. Mereka buat paspor tidak di NTT tetapi di Jawa," jelasnya.
Oleh sebab itu, lanjut Josef, selain peningkatan ekonomi dan edukasi, perlu kolaborasi tokoh agama dan adat. Selain itu sosialisasi dari tingkat desa.
"Kalau hanya Viktor Laiskodat dan Josef Nae Soi tidak mampu. Tapi kalau kita kolaborasi pasti bisa," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.