LAMONGAN, KOMPAS.com- Buntut dua kubu saling klaim, polemik yang terjadi di Universitas Islam Lamongan (Unisla), Jawa Timur, terus berlangsung.
Terbaru, penanggung jawab (pj) rektor kembali diperkenalkan, dengan agenda serupa dari kubu berbeda lebih dulu dilakukan dan sempat diwarnai penolakan.
Kedua kubu yang tengah bersaing, masing-masing ngotot sebagai pihak yang paling sah untuk memimpin kampus.
Baik kubu Dody Eko Wijayanto yang sudah dilantik dengan diwarnai penolakan, maupun dari kubu Bambang Eko Muljono yang mendeklarasikan Pj Rektor Unisla, Jumat (5/5/2023).
Baca juga: Pelantikan Pj Rektor Unisla Diwarnai Aksi Penolakan Mahasiswa
Pihak Dody mengklaim, pelantikan pj rektor yang dilaksanakan beberapa hari sebelumnya, berdasarkan keputusan ketua pengurus Yayasan Pendidikan Perguruan Tinggi Islam (YPPTI) Sunan Giri.
Sementara pengangkatan pj rektor Abdul Ghofur dari kubu yang berbeda untuk menggantikan tugas rektor yang sebelumnya diemban oleh Bambang Eko Muljono disesuaikan dengan keputusan Dewan Pembina YPPTI Sunan Giri.
"Untuk pengangkatan pj rektor Abdul Ghofur yang kami lakukan hari ini, telah sesuai dengan regulasi," ujar Bambang, kepada awak media di Lamongan, Jumat.
Sementara di satu sisi, jelas Bambang, pengangkatan Dody sebagai rektor cacat hukum dan tidak sesuai dengan statuta kampus, sebab kepengurusan YPPTI sebelumnya yang melantik telah habis masa baktinya.
"Pengurus yayasan telah habis masa baktinya 2 Mei 2023, kemudian kami ditunjuk berlakunya hari yang sama. Karena pengangkatan pj dulu tidak sesuai dengan statuta, maka harus kita cabut," kata Bambang.
Baca juga: Soal Polemik Jumirah, Bupati Semarang: Kami Tak Ikut Campur Ranah Hukum
Bambang menambahkan, telah meminta kepada pengurus sebelumnya untuk menyerahkan seluruh kelengkapan dokumen dan keperluan organisasi.
Dengan instruksi tersebut diklaim oleh Bambang telah disepakati oleh para pengurus sebelumnya.
Sementara kubu Dodi dinilai tidak memenuhi syarat, karena tidak memiliki Nomor Induk Dosen Nasional dan tidak berstatus dosen tetap.
"Terkait isu dicopotnya sejumlah dekan tidak ada, malah kami perpanjang sampai 30 Oktober 2023 karena kepentingan reakreditasi," ucap Bambang.