ACEH BESAR, KOMPAS.com-Beberapa laki-laki berkemeja biru muda tampak berkumpul di Bandara Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Aceh Besar.
Mereka tampak menyapa setiap penumpang pesawat hendak masuk pintu keberatan dan keluar dari pintu kedatangan.
Tanpa lelah para porter ini menawarkan jasa untuk mengangkat barang-barang bawaan penumpang, meski lebih banyak diabaikan.
Satu dari beberapa porter di bandara itu adalah Anwar Ismail. Dia sudah menjadi pembawa barang penumpang di Bandara Sultan Iskandar Muda sejak 1988.
Pekerjaan itu langsung digelutinya setelah menikah.
Baca juga: Becak Berjaya, Kuli Panggul Tak Berdaya...
Anwar yang tidak lulus sekolah dasar merasa tidak punya banyak pilihan untuk mencari penghidupan.
"Setelah saya menikah sangat susah pendapatan sumber ekonomi di sini. Bekerja paling ke sawah, berkebun, makanya saya memilih menjadi porter saat itu,” kata Anwar saat berbincang dengan Kompas.com, Kamis (16/3/2023).
"Hanya porter yang bisa saya lakukan. Mau kerja lain di bandara, tidak punya ijazah," sambungnya.
Selama menjadi kuli panggul bandara, Anwar mengaku pendapatannya tidak menentu.
Saat tidak beruntung, warga Desa Cot Malem, Kecamatan Blang Bintang, Aceh Besar, bisa hanya membawa pulang uang Rp 15.000. Pernah pula dia pulang dengan tangan kosong.
Namun, ketika nasibnya sedang baik, uang ratusan ribu rupiah bisa saja masuk ke kantongnya dalam sehari.
"Ada juga dalam satu hari saya dapat Rp 300.000, kadang ada orang yang kasih satu tas Rp 100.000. Mungkin karena sayang (kasihan) dia sama saya,” ucapnya.
"Untuk biaya pendidikan anak saya juga dibantu oleh istri yang berjualan gorengan di kawasan Ulee Kareng, dan dulu saya juga pernah bekerja sebagai penebang kayu di kawasan hutan Sabang, sekarang pengawas porter di bandara, tidak ada gaji hanya membantu orang ekonomi lemah " ucapnya.
Baca juga: Cinta Talis pada Pekerjaan Kuli Panggul meski Bayaran Tak Sebanding dan Badan Kerap Sakit
Meski hidup dengan pekerjaan yang penghasilannya tidak menentu, laki-laki 63 tahun ini bisa menyekolahkan empat dari enam anaknya hingga perguruan tinggi.
"Sekarang mereka sudah jadi guru dan bekerja di Kantor PMI (Palang Merah Indonesia). Karena saya tidak mau, anak tidak sekolah seperti saya," sebut Anwar.