KOMPAS.com - Pada tahun 1971, Suhendri muda menginjak tanah Kalimantan Timur untuk pertama kalinya.
Ia kemudian ikut membangun membangun asrama milik perusahaan kayu. Kala itu Suhendri menyaksikan berhektar-hektar hutan gundul karena pohonnya ditebang.
Tahun itu bisnis kayu sedang marak-maraknya.
Penebangan pohon di hutan tersebut membekas pada pikiran Suhendri. Ia pun termotivasi untuk merawat hutan.
Baca juga: Kisah Suhendri, Kakek 78 Tahun Menolak Rp 10 Miliar Demi Jaga Hutan
Mengetahui hasil panennya bagus, pemilik lahan sempat mengusir Suhendri.
Akhirnya dia memutuskan untuk membeli lahan seharga Rp 100.0000 tersebut dengan mencicil. Ia memilih menjadi petani yang menetap, bukan yang berpindah-pindah seperti petani lainnya.
Setelah lunas, ia kembali membeli lahan seluas 1 hektar dengan cara mencicil.
Baca juga: Tolak Rp 10 Miliar demi Jaga Hutan, Kakek Suhendri: Oksigen bagi Warga
Lokasi dua lahan tersebut berdekatan.
Pada tahun 1986 Suhendri mulai menjadikan lahan miliknya sebagai hutan. Ia menanamnya dengan (pohon) kayu.
Ada 1.000 bibit kayu damar, meranti, kapur, pinus, kayuputih, ulin, dan sengon yang ia dapatkan dari Bogor, Jawa Barat.
Saat ini pohon yang ditanam oleh suami dari Junarsa (80) telah menjadi hutan di tengah Kota Tenggarong, ibu kota Kabupaten Kutai Kartanegara.
Baca juga: Dikepung Massa, Wagub Babel Dievakuasi ke Mapolsek, Satpol PP Terluka, Sebagian Lari ke Hutan
Kepada Kompas.com, Kamis (31/10/2019) Suhendri bercerita bahwa lahannya pernah ditawar Rp 19 miliar oleh salah seorang investor.
Lahan seluas Rp 1,5 miliat tersebut rencananya akan dijadikan perumahan.