Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Doa dari Desa Para Dalang: Anak-anak yang Selalu Main HP Jadi Cinta Wayang...

Kompas.com - 01/09/2019, 11:00 WIB
Dani Julius Zebua,
Caroline Damanik

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com – Kevin Rabbani masih duduk di kelas 6 Sekolah Dasar Muhammadiyah Mutihan, Wates, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Meski baru berusia 11 tahun, bocah asal Desa Krembangan, Kecamatan Panjatan ini lincah memainkan wayang kulit di hadapan ratusan warga Desa Tayuban.

Siang itu, Kevin memainkan perseteruan antara Gatotkaca, putra Bimasena, dengan Setijo, putra Sri Kresna. Dalam iringan tempo cepat gamelan, Kevin mengadu kedua tokoh itu seolah terjadi pertempuran hebat.

“Ini cerita dengan lakon Setijo yang mencoba merebut wahyu senopati dari Gatotkaca, tapi berhasil dihalangi Gatotkaca,” kata Kevin di halaman Balai Desa Tayuban, Sabtu (31/8/2019).

Baca juga: Cerita Ayu, Gadis Disabilitas Pintar Membuat Wayang Lidi dan Melukis

Ratusan bocah duduk berjajar rapi di bawah panggung tempat Kevin menjadi dalang. Masing-masing anak membawa wayang kertas dan menancapkannya pada debok pisang di hadapan mereka.

Kevin lalu memainkan wayang. Suara bonang, gambang, gong, kendang, dan kempul, bersahutan sepanjang satu jam aksi Kevin itu. 

Ratusan anak ikut menarikan wayang kertas ketika menyaksikan dalang cilik Kevin Rabbani beraksi di panggung wayang di Balai Desa Tayuban, Panjatan, Kulon Progo, DI Yogyakarta. Wayang kertas di tangan anak-anak itu jadi seperti mainan yang menyenangkan mereka.KOMPAS.COM/DANI JULIUS Ratusan anak ikut menarikan wayang kertas ketika menyaksikan dalang cilik Kevin Rabbani beraksi di panggung wayang di Balai Desa Tayuban, Panjatan, Kulon Progo, DI Yogyakarta. Wayang kertas di tangan anak-anak itu jadi seperti mainan yang menyenangkan mereka.
Ratusan anak terpancing. Ada yang menarikan wayang kertasnya, gunungannya, dan hanya sedikit sekali yang cuma diam. Wayang kertas di tangan anak-anak itu jadi seperti mainan yang menyenangkan mereka.

“Kami ingin nguri-uri kabudayan dalam hal ini seni pedalangan karena ini adalah sejarah dari desa ini,” kata Danang Nur Widaryanto, Pendamping Desa Budaya Tayuban, Sabtu (31/8/2019).

Hari ini sebenarnya berlangsung tradisi merti desa atau bersih desa yang diikuti 7 dusun yang ada di Tayuban. Bersih desa merupakan kegiatan tahunan dalam rangka mengucap syukur atas hasil panen dan diberinya ketenteraman desa.

Baca juga: Cerita Lilik Gantikan Nazar Amien Rais, Idolakan Wayang Sengkuni hingga Hati Geram

Kegembiraan dan ucapan syukur diwujudkan mulai dari acara kirab keliling desa, membawa gunungan berisi hasil pertanian, ngalap berkah atau berebut isi gunungan, juga kenduri.

Pagelaran wayang yang dibawakan dalang cilik ini merupakan salah satu rangkaian dari merti desa ini. Merti desa ditutup dengan wayang semalaman. 

Penghargaan pada merti desa diwujudkan lewat penampilan warga dalam balutan pakaian adat, yang perempuan bersanggul dan berkebaya. Para pria bersurjan, belangkon, dan keris menyelip di panggul belakang. Tidak hanya bagi yang dewasa, tetapi juga anak-anak.

Kirab tidak hanya dengan membawa gunungan saja. Kirab juga diikuti anak-anak sambil membawa wayang dengan tokohnya masing-masing.

Wayang yang dibawa ada yang berbahan kulit tetapi banyak yang terbuat dari kertas dengan ukuran yang memang sama dengan wayang kulit asli. Seusai mengikuti serangkaian prosesi merti dusun, mereka ikut menyaksikan Kevin beraksi. 

Anak-anak sambil membawa wayang menjadi pra-lambang bahwa desa ini dibingkai kebudayaan. Kegiatan wayang dan pedalangan coba terus dikembangkan di kalangan muda warga desa, utamanya usia dini, di tengah kehidupan agraris.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com