KOMPAS.com - Perkembangan industri film di Indonesia, termasuk pemutaran film asing di Tanah Air, tak membuat pengusaha bioskop mendapatkan keuntungan besar. Satu per satu bioskop kecil tutup karena kalah bersaing dengan bioskop besar, yang bahkan dapat memutar lima film sekaligus dalam lima studio.
Hal ini membuat pemerhati sejarah mengenang kembali keberadaan bioskop tua, terutama yang terbilang ikonik bagi lanskap kota. Sebelumnya, film dokumenter Oude Bioscoop mengawali diskusi sejarah pada Kamis (21/03/2019) malam di Rumah Budaya Kratonan, Solo.
Sebanyak 46 peserta yang hadir dengan antusias menyaksikan film tersebut secara saksama. Mulai dari usia muda hingga tua, mereka ingin melihat perkembangan bioskop di Surakarta.
Acara yang dipelopori oleh Soeracarta Heritage Society (SHS) dan Rumah Budaya Kratonan ini bertujuan untuk mengenalkan latar belakang industri bioskop pertama dan perkembangannya di Surakarta.
Sita Ratih Pratiwi selaku perwakilan SHS membuka acara dan mengatakan bahwa acara ini memiliki makna untuk membangkitkan kembali memori kolektif akan hadirnya bioskop di Solo.
"Kami selalu rutin mengadakan acara diskusi tiap bulan, dan acara malam ini bertemakan mengenai perkembangan bioskop di Surakarta," kata Ratih
Dalam acara yang bertajuk diskusi sejarah ini, Ari Headbang dipercaya sebagai menjadi narasumber. Ari yang merupakan seorang "maniak" film dari kecil, mulai menceritakan kisah awal perjalaanan bioskop di Kota Bengawan.
Baca juga: Kisah Danny, Mantan Proyeksionis yang Kini Menjaga Bioskop Senen...
Tercatat, bioskop pertama yang ada di Surakarta adalah Alhambra Bioscoop yang sekarang terletak di Pasar Kliwon Surakarta. Sampai sekarang bangunan itu masih ada, namun telah dialihfungsikan.
"Awalnya dari Alhambra Bioscoop kemudian berkembang dan berkembang muncul bioskop lainnya ketika animo masyarakat mulai naik," Kata Ari Headbang
Setelah itu, muncul Sriwedari Bioscoop dan Schowburg Bioscoop. Minat masyarakat yang terus meningkat akan hadirnya film, membuat sejumlah pengusaha mulai membuka bioskop-bioskop dengan berbagai fasilitas.
Perkembangan film dan bioskop di solo juga terus meningkat. Pihak bioskop juga mempunyai ide untuk memberitahukan film yang diputar atau akan ditayangkan kepada masyarakat.
Mereka mulai membuat baliho dan flyer atau mini poster sebagai media pemasaran film-film tersebut. Selain itu, ada juga bioskop yang mengeluarkan buletin dan majalah film.
"Schowburg Bioscoop misalnya membuat buletin untuk mempromosikan film-film yang akan tayang," ujar Ari.
Konsep ini merupakan cara paling jitu untuk menarik minta masyarakat. Mereka lebih paham mengenai perkembangan zaman dari film-film yang akan diputar pada masa itu.