Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah "Gerbong Maut" di Bondowoso...

Kompas.com - 01/10/2018, 19:12 WIB
Aswab Nanda Pratama,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Stasiun Bondowoso menjadi saksi bisu terjadinya tragedi yang menewaskan masyarakat Indonesia saat menjadi tawanan Belanda. Peristiwa ini sendiri terjadi di masa transisi penjajahan Jepang ke Belanda yang membonceng sekutu.

Kisah bermula ketika Angkatan Moeda Kereta Api (AMDA) mulai merebut sistem perkeretaapian dari Jepang. Ini menjadikan sebuah pertanda berdirinya Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI).

Melalui ini, kereta api yang dulunya dikelola oleh Jepang diambil alih oleh tangan anak bangsa. Perlahan sistem perkeretaapian Indonesia dibenahi oleh DKARI dengan baik.

Pada waktu itu, DKARI hanya menghimpun untuk wilayah Jawa karena wilayah Sumatera masih terdapat beberapa jawatan kereta swasta lainnya. Muncul inisiatif untuk menyatukan itu semua dalam sebuah wadah yang terintegrasi dalam Republik Indonesia.

Pada 1947, pasukan Sekutu bersama pasukan Belanda mencoba masuk ke Indonesia. Berbagai upaya dilakukannya untuk menghalau Indonesia berdaulat. Tempat vital dikuasai termasuk stasiun kereta.

Pihak Belanda melakukan penangkapan besar-besaran kepada Tentara Republik Indonesia (TRI) dan beberapa orang yang dianggap dicurigai. Mereka dibawa dan dimasukkan ke dalam penjara.

Peristiwa ini dilakukan di berbagai daerah di Indonesia termasuk Bondowoso, Jawa Timur. Para tawanan dimasukkan dalam penjara dan diinterogasi oleh pihak Belanda.

Asal muasal karena kelebihan orang, pihak Belanda mempunyai inisiatif untuk memindahkan tawanan ke penjara yang lebih besar di Surabaya.

Persiapan dilakukan untuk membawa tawanan menuju Surabaya. Kereta barang digunakan dalam perjalanan ini. Panas, pengap dan tanpa ventilasi ketika menggambarkan suasana gerbong yang sebenarnya untuk membawa barang tetapi malah digunakan untuk membawa sandera.

Tragedi gerbong maut

Stasiun BondowosoKOMPAS/Anggara Wikan Prasetya Stasiun Bondowoso

Tepat pada pukul 03.00 WIB pada 23 November 1947, sebanyak 100 tawanan orang Indonesia dipersiapkan menuju pemberangkatan.

Mereka dibawa menuju tiga gerbong barang yang telah dipersiapkan sebelumnya. Gerbong pertama dengan kode GR 10152 diisi sebanyak 38 orang, gerbong kedua dengan kode GR 4416 diisi 29 orang dan gerbong ketiga dengan kode GR5769 diisi oleh 33 orang

Gerbong tanpa ventilasi udara tersebut ditutup rapat bahkan lubang-lubang kecil pada sudut-sudut pintu disumpal oleh Belanda agar tawanan tak bisa melihat sisi luar.

Pengap dan panas pasti dialami tawanan. Pukul 07.00 WIB kereta baru berjalan setelah menunggu empat jam. Tanpa makan dan minum menjadi pelengkap kesengsaraan dari tawanan yang dibawa ketika itu.

Pada pukul 08.00 WIB, kereta berhenti di Stasiun Kalisat, Jember untuk menungggu rangkaian dari Banyuwangi untuk digandengkan dan berangkat menuju Surabaya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com