Salin Artikel

Kisah "Gerbong Maut" di Bondowoso...

KOMPAS.com - Stasiun Bondowoso menjadi saksi bisu terjadinya tragedi yang menewaskan masyarakat Indonesia saat menjadi tawanan Belanda. Peristiwa ini sendiri terjadi di masa transisi penjajahan Jepang ke Belanda yang membonceng sekutu.

Kisah bermula ketika Angkatan Moeda Kereta Api (AMDA) mulai merebut sistem perkeretaapian dari Jepang. Ini menjadikan sebuah pertanda berdirinya Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI).

Melalui ini, kereta api yang dulunya dikelola oleh Jepang diambil alih oleh tangan anak bangsa. Perlahan sistem perkeretaapian Indonesia dibenahi oleh DKARI dengan baik.

Pada waktu itu, DKARI hanya menghimpun untuk wilayah Jawa karena wilayah Sumatera masih terdapat beberapa jawatan kereta swasta lainnya. Muncul inisiatif untuk menyatukan itu semua dalam sebuah wadah yang terintegrasi dalam Republik Indonesia.

Pada 1947, pasukan Sekutu bersama pasukan Belanda mencoba masuk ke Indonesia. Berbagai upaya dilakukannya untuk menghalau Indonesia berdaulat. Tempat vital dikuasai termasuk stasiun kereta.

Pihak Belanda melakukan penangkapan besar-besaran kepada Tentara Republik Indonesia (TRI) dan beberapa orang yang dianggap dicurigai. Mereka dibawa dan dimasukkan ke dalam penjara.

Peristiwa ini dilakukan di berbagai daerah di Indonesia termasuk Bondowoso, Jawa Timur. Para tawanan dimasukkan dalam penjara dan diinterogasi oleh pihak Belanda.

Asal muasal karena kelebihan orang, pihak Belanda mempunyai inisiatif untuk memindahkan tawanan ke penjara yang lebih besar di Surabaya.

Persiapan dilakukan untuk membawa tawanan menuju Surabaya. Kereta barang digunakan dalam perjalanan ini. Panas, pengap dan tanpa ventilasi ketika menggambarkan suasana gerbong yang sebenarnya untuk membawa barang tetapi malah digunakan untuk membawa sandera.

Tepat pada pukul 03.00 WIB pada 23 November 1947, sebanyak 100 tawanan orang Indonesia dipersiapkan menuju pemberangkatan.

Mereka dibawa menuju tiga gerbong barang yang telah dipersiapkan sebelumnya. Gerbong pertama dengan kode GR 10152 diisi sebanyak 38 orang, gerbong kedua dengan kode GR 4416 diisi 29 orang dan gerbong ketiga dengan kode GR5769 diisi oleh 33 orang

Gerbong tanpa ventilasi udara tersebut ditutup rapat bahkan lubang-lubang kecil pada sudut-sudut pintu disumpal oleh Belanda agar tawanan tak bisa melihat sisi luar.

Pengap dan panas pasti dialami tawanan. Pukul 07.00 WIB kereta baru berjalan setelah menunggu empat jam. Tanpa makan dan minum menjadi pelengkap kesengsaraan dari tawanan yang dibawa ketika itu.

Pada pukul 08.00 WIB, kereta berhenti di Stasiun Kalisat, Jember untuk menungggu rangkaian dari Banyuwangi untuk digandengkan dan berangkat menuju Surabaya.

Penderitaan tawanan bertambah ketika di sini. Posisi gerbong yang terbuat dari seng berada tepat di bawah sinar matahari tanpa adanya penutup. Udara pengap dan panas jelas dirasakan, apalagi kondisi gerbong tertutup.

Perjalanan mulai berlanjut menuju Jember, setelah rangkaian dari Banyuwangi datang. Sepanjang perjalanan Kalisat menuju Jember muncul teriakan dari dalam gerbong. Beberapa tawanan mulai berteriak dan menggedor-gedor gerbong meminta akses ventilasi udara.

Pukul 10.30 WIB, Suasana dalam gerbong semakin terdengar. Suara cakaran ke dinding dan teriakan semakin menjadi-jadi.

Harian Kompas edisi 23 November 1992 menjelaskan, Perjalanan dari Bondowoso hingga Surabaya berjarak sekitar 240 kilometer. Perjalanan itu ditempuh selama kurang lebih 13 jam di bawah terik matahari yang ganas.

Gerbong-gerbong tertutup rapat, para "tawanan" tidak diberi makan dan minum. Panasnya udara di dalam gerbong barang tidak terbayangkan.

Pihak Belanda tak menghiraukan keadaan itu dan tetap melanjutkan perjalanan. Suara tawanan seketika hilang ketika kereta berada diantara Bangil dan Sidoarjo.

Pukul 19.30 kereta sampai di Wonokromo Surabaya. Ketika gerbong dibuka, sebanyak 90 orang pingsan dan beberapa meninggal dunia. Sepuluh orang lainnya dalam kondisi masih bisa bergerak, walaupun kondisinya kurang baik.

Jumlah korban

Setelah melalui penyelidikan lanjutan, sebanyak 40 orang dinyatakan meninggal dan 60 orang lainnya bisa diselamatkan. Gerbong pertama dengan kode GR 10152 diisi sebanyak 38 orang semua meninggal. Gerbong tersebut merupakan gerbong baru.

Kemudian dari 29 orang yang ada di gerbong kedua, dua orang meninggal, sedang 33 orang yang ada di gerbong ketiga masih hidup semua. Setelah evakuasi terakhir, korban yang meninggal mencapai 46 orang.

Sejak saat itulah, peristiwa tersebut mendapat julukan gerbong maut. Banyak pejuang bangsa yang ditawan Belanda meninggal dalam gerbong tersebut.  Sebagai peringatan, di Alun-alun Kota Bondowoso dibangun Monumen Gerbong Maut.

...

https://regional.kompas.com/read/2018/10/01/19121481/kisah-gerbong-maut-di-bondowoso

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke